Dark/Light Mode

Agar Bisa Dengar Kritik dan Mau Diawasi

KPK Perlu Obat Tuli dan Alergi

Kamis, 12 September 2019 09:51 WIB
Foto: Humas KPK
Foto: Humas KPK

RM.id  Rakyat Merdeka - KPK dianggap anti kritik dan alergi diawasi sehingga tetap ngotot menolak revisi UU KPK Supaya KPK sembuh, ada yang usul KPK perlu segera diberi obat anti “tuli” dan “alergi”.

Sudah beberapa kali KPK menggelar aksi menolak revisi UU KPK. Mereka juga menolak hasil seleksi Pansel Capim KPK. Padahal, Pansel pimpinan Yenti Ganarsih itu, dipilih Presiden Jokowi yang selama ini tak diragukan lagi komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.

KPK terkesan maksa kemauannya harus dituruti. Puncaknya, saat Minggu (8/9) lalu, para pegawai KPK, bersama Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, melakukan aksi menutup logo KPK di kantornya dengan kain hitam.

Setiap kali ada yang mengritik KPK, si pengritik malah jadi sasaran kritik balik. Kondisinya membuat pakar hukum pidana, prof romli atmasasmita, geleng-geleng kepala.

Baca juga : Kapitra Anggap Penolakan Revisi UU KPK Perbuatan Makar

“KPK kok jadinya yang paling benar,” ujar. romli pun mengingatkan, KpK bukan malaikat. Buktinya, sikap masyarakat soal revisi UU KPK terbelah.

Sebagiannya setuju. artinya, banyak juga yang merasa komisi yang kini dipim pin agus rahardjo itu punya kekurangan.

“Kalau mereka (KpK) malaikat, kok ya ada yang pro dan kontra?” cetus salah satu perumus UU KPK itu. Sesuai slogan “Berani, Jujur, Hebat” yang digaungkan KpK selama ini, romli meminta agus raharjo Cs untuk jujur, belajar terbuka, dan berani menerima kekurangan.

“Saya tahu dalamannya KPK. Nggak usah saya sampaikan itu,” cetusnya. romli menilai, jika melihat hasil audit 2017-2018, KpK biasa-biasa saja. Bahkan, KpK itu masih kalah dari Kepolisian dan Kejaksaan dalam mengembalikan kerugian negara.

Baca juga : Diganjar 2 Penghargaan, Pelindo lV Buktikan Pelayaran Dongkrak Perekonomian Sulawesi

KPK tercatat hanya mampu mengembalikan Rp 700 miliar. Sedangkan Kepolisian dan Kejaksaan masing-masing berhasil mengembalikan sebesar Rp 3 triliun dan Rp 6 triliun.

Revisi UU KPK juga didukung pa kar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Yusril, yang juga salah satu perumus UU 30/2002, menyebut, tidak ada Undang-Undang yang sem purna. perbaikan terhadap suatu pembenahan.

Produk hukum merupakan hal mutlak dilakukan. “Setelah berlaku 16 tahun lamanya sampai sekarang, saya kira sudah layak kalau dilakukan evaluasi, mana yang perlu diperbaiki, mana yang perlu disempurnakan,” ujar Yusril, kemarin.

“Normal saja,” sambung dia. Yusril juga menganggap perlu ada nya Dewan pengawas bagi KPK. Menurutnya, tidak ada lembaga yang tidak bisa diawasi.

Baca juga : Abang Pangeran MBS Didaulat Jadi Menteri Energi Saudi

“Itu prinsip dalam tata kelola pemerintahan,” tuturnya. Dia juga mendukung poin usu lan revisi UU KPK berkaitan kewe nangan KPK menerbitkan surat perin tah penghentian penyidikan (SP3).

Adanya mekanisme itu akan memberi kepastian hukum bagi yang bersangkutan. “Supaya jangan sampai orang itu sampai mati, dimakamkan, dikuburkan bahkan, dalam status sebagai tersangka,” tutupnya.

Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, menyebut, revisi UU KPK wajib dilakukan untuk menyehatkan negara. Ia melihat ada ketidakpastian dalam sejumlah pasal dalam UU KPK, sehingga harus diperjelas.

Misalnya, soal pencegahan. Margarito memandang, tidak ada model pencegahan yang jelas di dalam UndangUndang yang lama.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.