Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Muhammad Robith Al Anam, Mahasiswa Universitas Diponegoro
Carbon Nanotubes: Material Masa Depan Sel Surya Organik dalam Upaya Konservasi Energi Baru dan Terbarukan?
Jumat, 30 Desember 2022 19:32 WIB
Sumber energi fosil khususnya batu bara masih menjadi suplai andalan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia. Pada tahun 2021, batu bara menjadi sumber daya mineral terbanyak yang disuplai ke pembangkit listrik, yaitu sebesar 470,96 juta Barrels Oil Equivalent (BOE) (Kementerian ESDM, 2021). Selain itu, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama, berkontribusi sebesar 50% dari total pembangkitan listrik di Indonesia. Pasokan listrik memang masih sangat bergantung pada PLTU karena efisiensinya tinggi yaitu sebesar 25–50%, biaya bahan bakarnya murah, dan usia pakainya relatif lama.
Padahal ketergantungan terhadap batu bara dapat menguras ketersediaan fosil sehingga dapat mengakibatkan terjadinya krisis energi. Penggunaan fosil yang berlebihan juga dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Sejauh ini, sektor energi menjadi kontributor terbesar emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia. Pada tahun 2019, sub sektor pembangkitan listrik bertanggung jawab terhadap 35% emisi GRK. Hal ini tentunya dapat memicu terjadinya pemanasan global (IESR, 2021). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) perlu ditingkatkan.
Dalam rangka memanfaatkan potensi EBT, Kementerian ESDM telah menetapkan agenda pembangunan dalam rencana strategi 2020–2024 berupa pengembangan industri pendukung EBT. Salah satunya adalah pembangunan PLTS di berbagai wilayah di Indonesia. PLTS merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan panel surya, yaitu sekumpulan sel surya yang mampu mengonversi cahaya matahari menjadi energi listrik. Hingga saat ini, sel surya yang paling umum digunakan adalah sel surya dengan bahan semikonduktor berupa silikon fotovoltaik. Sel surya jenis ini memiliki keunggulan pada efisiensi yang tinggi mencapai lebih dari 26% (Andreani dkk., 2018).
Akan tetapi, biaya produksinya cukup tinggi karena proses pembentukannya yang cukup sulit. Selain itu, sel surya jenis ini bersifat kurang ramah lingkungan karena menghasilkan kontaminan berbahaya yang dapat menyebabkan polusi air dan polusi udara (Talwabeh dkk, 2021). Sel surya organik menjadi pilihan alternatif sebagai sel surya yang lebih ramah lingkungan. Salah satu jenisnya yaitu Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) yang menggunakan sistem organik fotovoltaik dengan memanfaatkan zat pewarna organik (dye) sehingga lebih ramah lingkungan. Akan tetapi, efisiensinya masih belum lebih baik daripada sel surya dengan silikon fotovoltaik. Sejauh ini, efisiensi sel surya organik tertinggi hanya mencapai angka 25% (PV-Magazine, 2020).
Gambar 1. Carbon Nanotubes (Sumber: cheaptubes.com)
Efisiensi DSSC dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, mulai dari pemilihan larutan pewarna yang tepat, besarnya konsentrasi dye, hingga pemilihan material pada setiap komponen DSSC. Meninjau komposisi DSSC, carbon nanotubes (CNT) menjadi salah satu jenis material yang memiliki kesesuaian dengan karakteristik setiap komponen pada DSSC. CNT merupakan material berukuran nanometer yang tersusun dari jutaan atom karbon berupa lembaran grafit yang digulung hingga berbentuk tabung lalu ditutup dengan fullerene pada kedua ujungnya.
CNT bersifat kuat dan kaku, memiliki konduktivitas listrik yang baik, luas permukaan yang besar, dan densitas yang rendah. Secara elektrik, CNT dapat berperan sebagai logam maupun semikonduktor (Callister, 2015). Pemanfaatan CNT pada komponen sel surya organik DSSC memang belum banyak dikomersialisasi. Meski begitu, penelitian dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa pemakaian CNT terbukti dapat meningkatkan efisiensi DSSC.
Gambar 2. Struktur DSSC (Sumber: telkomuniversity.ac.id)
DSSC memiliki struktur menyerupai sandwich dimana terdapat elektroda pada bagian paling atas dan paling bawah. Pada umumnya, material yang digunakan pada lapisan ini adalah Indium Tin Oxide (ITO) karena memiliki transparansi optik dan konduktivitas listrik yang baik untuk menangkap cahaya matahari dan membawa muatan. Akan tetapi, ITO bersifat rapuh dan sensitif terhadap lingkungan asam dan basa, sehingga rawan menyebabkan kerusakan. Selain itu, proses produksi ITO cukup rumit dan mahal karena bahan bakunya merupakan logam tanah yang sulit dicari dan beracun (Muchuweni dkk., 2022).
Di antara banyaknya variasi material pengganti ITO, CNT menjadi yang paling menarik karena dengan fungsi kerja yang sebanding dengan ITO, CNT bersifat lebih stabil, fleksibel, murah, mudah didapatkan, dan lebih mudah diproduksi. Berbeda dengan logam indium yang toksik, bahan baku CNT yang secara alami memang melimpah menjadikan sel surya memiliki nilai keberlanjutan yang lebih baik dan ramah lingkungan. CNT juga dapat dikombinasikan dengan material lain untuk membentuk komposit yang digunakan sebagai elektroda. Salah satu contohnya, kombinasi CNT dengan logam sulfida (CNT/NiS) menghasilkan luaran berupa efisiensi paling baik (sebesar 6,41 %) diantara elektroda paduan komposit sulfida lainnya (Muralee Gopi dkk, 2017).
Di antara dua elektroda, terdapat lapisan semikonduktor, larutan elektrolit, dan katalis. Tiga lapisan ini merupakan komponen penting dalam proses transportasi muatan dan dihasilkannya arus listrik pada DSSC. Permasalahan yang biasa ditemukan di sini yaitu terjadinya peristiwa rekombinasi muatan. Peristiwa ini memperlambat pergerakan elektron sehingga memengaruhi turunnya nilai efisiensi DSSC. Untuk meningkatkan efisiensi, rekombinasi muatan perlu dikurangi dan pergerakan elektron perlu dipercepat. Upaya yang bisa dilakukan yaitu dengan memodifikasi lapisan semikonduktor yang berperan sebagai fotoanoda.
Penambahan sedikit CNT pada komponen ini terbukti dapat meningkatkan efisiensi. DSSC dengan struktur anoda berbahan TiO2 yang ditambahkan CNT berkonsentrasi optimum (0,03%) dapat memiliki efisiensi 0,21% lebih tinggi daripada anoda TiO2 tanpa CNT (Mehmood dkk., 2015). Selain itu, komponen anoda ini memerlukan zat pewarna untuk sensitisasi karena zat pewarna inilah yang berperan mengubah energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik yang kemudian bisa dimanfaatkan. Pada DSSC dengan anoda berbahan TiO2, besarnya luas permukaan pada nanopori TiO2 akan meningkatkan daya serap molekul zat pewarna. Secara prinsip, daya serap yang baik terhadap zat pewarna akan meningkatkan daya serap terhadap cahaya matahari yang masuk, sehingga akan banyak energi input yang masuk dari cahaya matahari, namun keadaan ini justru mengakibatkan pergerakan elektron menurun.
Salah satu upaya mempercepat pergerakan elektron di sini yaitu dengan menambahkan CNT pada komponen semikonduktor fotoanoda DSSC mengingat CNT memiliki konduktivitas listrik yang baik. Dengan komposisi zat pewarna serta paduan CNT dan material anoda yang optimal, dapat dihasilkan efisiensi DSSC yang tinggi (Kabir dkk., 2019). Di bawah lapisan semikonduktor, terdapat elektrolit dan katalis yang berfungsi mempercepat reaksi. Pada umumnya, bahan yang digunakan adalah platina karena memiliki konduktivitas listrik dan aktivitas katalitik yang tinggi, namun lebih mahal dan jumlahnya terbatas di alam, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dalam penggunaannya. Dengan sifat konduktivitas listrik yang hampir sama, CNT dapat menjadi alternatif pengganti atau campuran bagi platina sebagai katalis karena bahannya yang lebih mudah didapatkan. Terbukti bahwa efisiensi DSSC dapat meningkat sebesar 0,0118% atau lebih dengan penggunaan platina yang dikompositkan dengan CNT (Fatiatun dan Swasti, 2022).
Melihat potensi CNT yang cukup menjanjikan dan kondisi Indonesia yang sesuai untuk konservasi energi surya, perlu dilakukan optimalisasi dan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan komposisi sel surya yang paling optimal, sehingga Indonesia dapat menjawab tantangan efisiensi pada sel surya dan melakukan komersialisasi pemanfaatan CNT pada sel surya organik. Hal ini tentunya dapat mempercepat transisi energi untuk memenuhi target peningkatan bauran EBT dan netral karbon pada tahun 2060 mendatang.
Powered by Froala Editor
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya