Dark/Light Mode

Guru Besar Esa Unggul Paparkan Sejarah Hari Rabies dan Bahaya Penyakit Tersebut

Kamis, 28 September 2023 13:42 WIB
Flyer Hari Rabies Sedunia 2023. (Foto: Istimewa)
Flyer Hari Rabies Sedunia 2023. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hari Rabies Sedunia diperingati setiap 28 September. Pada tahun ini merupakan Hari Rabies Sedunia ke-17. Tema peringatan Hari Rabies Sedunia 2023 adalah “All for One, One Health for All”. 

Hari Rabies Sedunia yang merupakan salah satu aspek penting dalam bidang kesehatan. Kenapa tema tersebut yang dipilih, bagaimana sejarahnya, dan apa bahaya penyakit rabies pada manusia? Berikut penjelasan Guru Besar Mikrobiologi, Prodi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES), Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof Maksum Radji

Menurut Prof Maksum, Hari Rabies Sedunia diperingati setiap tahunnya sejak 2007. Tanggal 28 September dipilih guna memberi penghormatan kepada Louis Pasteur, ilmwuan Prancis ini meninggal pada 28 September 1895.

“Louis Pasteur adalah penemu vaksin rabies. Penemuannya diyakini hingga saat ini telah banyak menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman penyakit rabies di seluruh dunia,” terangnya, Kamis (28/9).

Tema dan makna Hari Rabies Sedunia 2023, menurut Prof Maksum, rabies adalah salah satu penyakit yang paling mematikan. Tema “Semua untuk Satu, Satu Kesehatan untuk Semua”, dipilih guna meningkatkan kepedulian dan kerja sama masing-masing pemangku kepentingan lintas sektoral dan lintas multidisiplin untuk berkontribusi dalam upaya pencegahan penyakit rabies.

Dengan melansir laman https://rabiesalliance.org/world-rabies-day, Prof Maksum menambahkan, peringatan hari rabies sedunia menjadi momen penting guna meningkatkan kesadaran tentang penyakit infeksi yang mematikan ini. Mengingat efek yang ditimbulkan tidak hanya pada hewan, tapi juga pada manusia yang tertular.

Dipilihnya tema ini merupakan langkah penting untuk lebih fokus pada kolaborasi, kesetaraan, dan penguatan sistem kesehatan. Tema ini juga berarti bahwa menjadi tanggung jawab semua orang untuk memberantas rabies. 

Baca juga : 3 KK Warga Rempang Pindah ke Hunian Sementara, Langsung Dapat Uang Sewa dan Biaya Hidup

“Tema ini menekankan akan pentingnya kesetaraan, memperkuat sistem kesehatan secara keseluruhan dengan memastikan bahwa one health bukan hanya diperuntukkan bagi segelintir orang, melainkan sesuatu yang harus tersedia bagi semua orang. Dengan berkolaborasi dan menggabungkan kekuatan lintas sektoral, serta melibatkan masyarakat dan berkomitmen untuk bekerja sama agar one health tersedia bagi semua,” terangnya.

Epidemiologi Rabies

Menurut Prof Maksum, Hari Rabies Sedunia yang ditetapkan Global Alliance for Rabies Control (GARC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setiap 28 September, adalah guna mempromosikan upaya melawan penyakit rabies dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global akan pentingnya pencegahannya. Penyakit rabies tersebar luas di semua benua, kecuali Antartika. Penyakit ini terjadi di lebih dari 150 negara di seluruh dunia dengan prevalensi yang tinggi di negara berkembang.

“Rabies merupakan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, yang angka kematiannya mendekati 100 persen. Rabies merupakan penyakit endemik di berbagai belahan dunia yang setiap tahunnya mengakibatkan sekitar 60.000 orang meninggal di seluruh dunia, dengan 40 persen di antaranya anak-anak,” paparnya. 

Dengan melansir data dari Kementerian Kesehatan, Prof Maksum menambahkan, di Indonesia, sebagian besar kasus rabies pada manusia berasal dari gigitan anjing yang terinfeksi. Dari 34 provinsi, hanya 8 yang bebas rabies, yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sedangkan 26 provinsi lainnya masih endemis rabies.

Kasus infeksi dan kematian akibat rabies di Indonesia pada periode Januari-Juni 2023 terus meningkat. Kasus ini bahkan sempat ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) rabies di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hingga April 2023, dilaporkan terdapat 11 kasus kematian akibat rabies, dengan 95 persen kasus rabies tersebut disebabkan gigitan anjing.

Patogenesis Rabies

Prof Maksum menjelaskan, Rabies disebabkan virus RNA dari famili Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus. Cara penularan virus rabies umumnya masuk ke tubuh manusia melalui cakaran, gigitan hewan yang terinfeksi virus rabies, serta dari jilatan hewan yang terinfeksi pada mulut, mata, atau luka terbuka. Rabies seringkali ditularkan melalui gigitan anjing. Namun, hewan mamalia lainnya seperti kucing, kera, kelelawar, serigala, rubah, dan tupai juga dapat terinfeksi rabies yang dapat menularkannya pada manusia. 

“Patogenesis virus rabies ini terdiri dari 2 fase yaitu fase inkubasi dan fase masuknya virus ke dalam otak. Virus rabies yang masuk ke dalam tubuh penderita melalui luka gigitan atau cakaran hewan terinfeksi, akan bereplikasi dalam jaringan otot di daerah luka,” terangnya.

Baca juga : Dosen Esa Unggul Jelaskan Inovasi Baru Deteksi Cepat Endoksin Bakteri Gram Negatif

Pada fase ini, lanjutnya, Micro-ribonucleic acid endogen otot akan terikat pada proses transkripsi genom virus dan membatasi sintesis protein virus sedemikian rupa sehingga virus rabies ini tidak terdeteksi oleh antigen-presenting cells (APC) pada sistem kekebalan tubuh, sehingga virus rabies dapat bereplikasi dengan cepat. Virus rabies ini kemudian terikat pada motor neuron junctions pada reseptor asetilkolin nikotinik sehingga mempengaruhi kinerja dari sistem saraf motorik. Selanjutnya, virus secara cepat masuk melewati akson motorik dan sinaps kimia menuju ganglia dan radiks neuron dan masuk ke dalam ganglion spinalis, sehingga akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf.

Prof Maksum menambahkan, selama masa inkubasi virus rabies, yang umumnya berlangsung selama 2-3 bulan, belum menunjukkan gejala penyakit. Pada masa inkubasi ini, virus rabies tidak terdeteksi oleh sistem imun, sehingga tidak menimbulkan respon antibodi.

Fase selanjutnya adalah masuknya virus rabies ke dalam sel otak. Setelah virus mencapai sistem saraf pusat, virus akan melakukan replikasi dengan cepat dan menyebar luas melalui reseptor-reseptor asetilkolin nikotinik di otak. Multiplikasi virus di dalam ganglion akan memunculkan gejala awal berupa nyeri dan parestesia.

“Selanjutnya, virus akan menyebar dari sistem saraf pusat ke organ tubuh lainnya, sehingga berakibat fatal karena terjadi blokade neurotransmiter menyeluruh dan disfungsi neurologi yang luas. Berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa terikatnya virus pada reseptor neurotransmiter asetilkolin bersifat neurotoksik pada sel-sel saraf, terutama pada sistem saraf pusat,” ujarnya.

Gejala Klinis

Menurut Prof Maksum, gejala klinik umumnya muncul 20-90 hari setelah penderita tergigit hewan yang terinfeksi virus rabies. Gejala awal biasanya mirip dengan flu biasa, termasuk demam, sakit kepala, dan kelelahan. Tahap berikutnya disebut dengan fase prodromal berupa gangguan perilaku berupa gelisah atau kecemasan, gatal-gatal atau rasa terbakar pada tempat gigitan. Setelah itu akan memasuki fase akut. Pada fase ini akan terjadi kesulitan menelan, kejang, gelisah, insomnia, dan paralisis otot yang progresif. Tahap selanjutnya adalah fase terminal, ketika pasien akan kehilangan kesadaran dan koma, gagal pernapasan, dan kematian.

Upaya Pencegahan dan Pengobatan

Menurut Prof Maksum, hingga saat ini belum ada obat yang efektif yang dapat mengatasi rabies ketika virus telah menyebar masuk ke dalam otak dan sistem saraf pusat. Bilamana sudah muncul gejala penyakit rabies berupa kejang dan kelumpuhan, hampir pasti berakibat fatal. Penanganan kasus hanya dapat diberikan obat simtomatik dan suportif.

Oleh sebab itu, upaya pencegahan merupakan faktor yang sangat penting untuk melindungi diri sendiri dan hewan peliharaan. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain adalah, melakukan vaksinasi hewan peliharaan dengan vaksin rabies secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh dokter hewan, serta menghindari gigitan hewan yang berpotensi menularkan virus rabies. 

Baca juga : OSO Tegaskan Pentingnya Sinergi Pusat Dan Daerah

“Vaksinasi pada hewan peliharaan merupakan langkah pencegahan utama terhadap rabies. Selain itu hindari kontak dengan hewan liar yang berpotensi terinfeksi rabies. Jika seseorang tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies, segera mencuci luka dengan sabun dan air mengalir, kemudian segera ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dan untuk mendapatkan vaksin antirabies, serta serum antirabies sesuai dengan indikasi. Pada manusia, vaksin antirabies perlu diberikan sesegera mungkin setelah terpapar, sebelum gejala muncul,” tuturnya.

Diagnosis Rabies 

Melansir laman https://www.who-rabies-bulletin.org/site-page/diagnosis-rabies, Prof Maksum menjelaskan, untuk uji diagnostik utama yang direkomendasikan WHO sebagai standar emas adalah fluorescent antibody test (FAT). Tes ini didasarkan pada deteksi antigen untuk diagnosis rabies. Spesimen yang diambil dari pasien direaksikan dengan serum antirabies atau globulin yang dilabel dengan senyawa fluorescein isothiocyanate (FITC). Agregat spesifik antigen virus rabies dideteksi fluoresensinya menggunakan mikroskop fluoresensi. Metode deteksi ini akurat, sensitif dan cepat.

“Selain itu, telah dikembangkan metode uji menggunakan teknik reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) yang juga dapat digunakan untuk mendeteksi fragmen spesifik dari genom virus Rabies yang merupakan virus RNA. Teknik RT-PCR ini sensitivitas tinggi dan hasilnya lebih cepat”, tutupnya.

Universitas Esa Unggul memiliki Fakultas Ilmu Kesehatan yang menawarkan beragam program studi di bidang kesehatan. Fakultas Kesehatan ini dianggap sebagai salah satu fakultas kesehatan terlengkap di Jakarta bahkan di Indonesia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.