Dark/Light Mode

Kurikulum Merdeka dan Penguatan Pancasila

Kamis, 2 Mei 2024 12:29 WIB
Siswa SD Daya Susila Kabupaten Garut sedang membuat project penguatan Profil Pelajar Pancasila. (Foto: Website SD Daya Susila)
Siswa SD Daya Susila Kabupaten Garut sedang membuat project penguatan Profil Pelajar Pancasila. (Foto: Website SD Daya Susila)

Hasil riset Setara Institute tahun lalu menyebut bahwa jumlah pelajar intoleran aktif di sekolah tingkat menengah atas (SMA) dan sederajat di lima kota Indonesia meningkat. Lebih dari 56% bahkan setuju penerapan syariat Islam. Selain itu, temuan mengejutkan lain adalah 83,3 persen menilai Pancasila bukan ideologi negara yang bersifat permanen, dan dapat diganti. Hal ini tentu mengejutkan kita semua, bagaimana mungkin Pancasila yang merupakan fondasi negara, sebagai alat pemersatu bangsa dan ideologi bangsa dianggap bisa diganti oleh sebagian pelajar kita, bahkan angkanya mencapai 83,3 persen. Pertanyaanya mengapa pelajar-pelajar kita tidak menjiwai Pancasila? Padahal sudah jelas Pancasila masuk dalam mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) di setiap jenjang pendidikan. 

Temuan riset di atas sebetulnya agak mengkhawatirkan, karena Pancasila sejatinya adalah fondasi untuk membentuk inklusi bagi masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Barangkali sebagian atau bahkan masih banyak dari kaum muda atau pelajar kita yang belum mengenal ormas Islam tebesar yang dimiliki bangsa ini, bahkan di dunia yaitu Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) yang keduanya sudah khatam dengan ideologi negara. Walaupun keduanya memiliki banyak perbedaan, terutama dalam praktek ibadah (furuiyah), namun mereka satu gerak seirama dalam hal muamalah dan beberapa prinsip- substantif  untuk kemaslahatan dan keutuhan bangsa. Seperti mencari titik temu hubungan Islam dan negara, Islam dan demokrasi, atau Islam dan Pancasia. Sebagai contoh, Muhammadiyah menafasirkan Pancasila sebagai Darul 'Ahdi wa Al-syahadah (Negara Konsensus dan Kesaksian), adapun NU berpandangan bahwa Pancasila adalah Mu’ahadah Wathaniyah (Kesepakatan Kebangsaan) (Alim, 2023). 

Kurikulum Merdeka: Sebuah Terobosan 

Baca juga : Hikmah Demokrasi Dalam Perspektif Pancasila

Kurangnya pemahaman dan penghayatan yang dalam tentang Pancasila di pelajar kita akhir-akhir ini berarti pendidikan kita selama ini ada masalah. Pendidikan bisa jadi hanya business as usual, alias yang penting jalan, tidak ada inovasi dan gairah untuk menggerakan kabaruan bagi peserta didik terutama dalam hal agar siswa memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila. Akibatnya Pancasila hanya dijadikan sebatas silmbol-simbol hadirnya negara di kantor-kantor pemerintah dan di ruang-ruang kelas sekolah. 

Melihat staganasi tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka pada 11 Februari 2022 lalu secara daring. Ia mengatakan Kurikulum Merdeka ini merupakan kurikulum yang jauh lebih ringkas, sederhana dan lebih fleksibel untuk bisa mendukung learning loss recovery akibat pandemi Covid-19. Selain itu melalui Kurikulum Merdeka juga untuk mengejar ketertinggalan Pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.

Selain itu, Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia serta menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila.

Baca juga : Senang Berambut Panjang

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka dapat memperkuat peran serta dan gotong-royong seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas bagi seluruh anak Indonesia, terutama dalam penguatan Pancasila. Hal ini sebagai upaya untuk menjawab berbagai tantangan zaman dan isu terkini, seperti perubahan iklim, literasi finansial, literasi digital, literasi kesehatan, dan pentingnya sastra dalam memperdalam kemampuan literasi murid.

Lebih Interaktif dan Membumi

Mengapa Kurikulum Merdeka lebih dapat diandalkan untuk menguatkan Pancasila? Hal ini karena selama ini Pancasila dianggap terlalu sakral sehingg pembelajarannya terlalu kaku dan hanya fokus pada lima butir yang ada dalam Pancasila yang sifatnya hanya hafalan. Sedangkan dengan Kurikulum Merdeka, mempelajari Pancasila tidak hanya dengan teks, namun praktek dengan projek-projek yang dapat dilakukan oleh siswa. Sehingga dengan tidak sadar, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pelan-pelan masuk dalam sanubari siswa melalui project-project yang mereka lakukan dan kembangkan tentu dengan supervisi dari gurunya. 

Baca juga : Erick: Mari Bantu Perjuangan Timnas dengan Doa Terbaik

Maka dari itu dengan Kurikulum Merdeka, pertama, belajar jadi lebih mendalam, bermakna dan menyenangkan. Kedua, memberi kemerdekaan lebih kepada peserta didik, guru, dan sekolah dalam memilih pembelajaran yang sesuai, Ketiga, belajar menjadi lebih relevan dengan isu kekinian dan lebih interaktif. Maka saya yakin dengan terobosan yang ada dalam Kurikulum Merdeka, Pancasila akan semakin dihayati dan diamalkan oleh peserta didik, bukan dijauhi atau bahkan ada pikiran untuk diganti. Karena dengan Kurikulum Merdeka, ilmu yang dipelajari tidak hanya mengawang di atas langit, namun membumi dan memberi arti dalam kehidupan sehari-hari.

Fahmi Syahirul Alim
Fahmi Syahirul Alim
Peneliti ICIP

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.