Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Deputi Bidang Pengawasan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang membeberkan, tujuh jenis penyakit terkait bahaya bahan kimia Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang yang beredar di masyarakat.
Berbicara dalam diskusi “Sudahkah Konsumen Terlindungi Dalam Penggunaan AMDK?” Kamis (2/6) lalu, Rita menyebut, BPA bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon estrogen. Dan gangguan sistem hormon berdampak pada sistem reproduksi, baik pada pria dan wanita.
"Gangguan dapat menyebabkan kemandulan (infertilitas), menurunnya jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido, sulit ejakulasi," katanya merinci.
Baca juga : Berapa Pertanyaan Yang Dicecar Ke Lili? Dewas: Cukup Banyak
Gangguan lainnya berupa munculnya penyakit tidak menular semisal diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara.
Selain itu, masih ada efek serius berupa gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme pada anak-anak.
"Data tersebut merujuk pada hasil riset dan kajian di berbagai negara, termasuk dari dalam negeri yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga" kata Rita menjelaskan kajian referensi standar yang mendasari penyusunan draft regulasi pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik polikarbonat yang pembuatannya menggunakan BPA.
Baca juga : Senin 23 Mei, Keran Ekspor Minyak Goreng Dibuka Lagi
Dalam draft revisi kedua peraturan BPOM tentang label pangan olahan, dipublikasi pertama kali pada November 2021, BPOM mewajibkan produsen air kemasan yang menggunakan galon berbahan plastik polikarbonat untuk memasang label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA", kecuali mampu membuktikan sebaliknya. Draft juga mencantumkan masa tenggang (grace period) penerapan aturan selama tiga tahun sejak pengesahan.
Rita bilang penyusunan draft itu saat ini memasuki fase revisi lanjutan di BPOM, antara lain merujuk pada trend pengetatan ambang Tolerable Daily Intake (jumlah BPA yang wajar dikonsumsi tubuh) di sejumlah negara.
"Aturan TDI semakin ketat, termasuk di Eropa" katanya.
Baca juga : Bangsa Yang Kehilangan Inti
Dijelaskan bahwa otoritas keamanan pangan Eropa, EFSA, pada 2010 menetapkan ambang TDI untuk BPA sebesar 50 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Namun lima tahun kemudian, pada 2015, seiring kemunculan berbagai riset dan penelitian mutakhir tentang BPA sebagai endocrine disruptor yang bisa memicu sejumlah penyakit serius, EFSA memutuskan memperkecil ambang TDI menjadi 4 mikrogram.
"Pada akhir 2021, TDI dipatok turun jadi 0,00004 mikrogram atau 100.000 kali lebih rendah," kata Rita. "Inilah alasan kenapa Uni Eropa menurunkan level migrasi BPA menjadi 0,05 bpj (bagian per juta) dari sebelumnya 0,6 bpj pada 2011."
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya