Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

13 Juta Penduduk Dunia Kelaparan

Awas, Ancaman Krisis Pangan Di Depan Mata

Senin, 13 Juni 2022 06:40 WIB
Krisis pangan dan bahan bakar yang disebabkan oleh invasi Rusia terhadap Ukraina. (Foto : REUTERS/Ramzi Boudina).
Krisis pangan dan bahan bakar yang disebabkan oleh invasi Rusia terhadap Ukraina. (Foto : REUTERS/Ramzi Boudina).

RM.id  Rakyat Merdeka - Puluhan negara menghentikan eskpor pangan. Selain itu, saat ini setidaknya ada 13 juta penduduk dunia kelaparan. Menyikapi itu, Presiden Jokowi mengajak pelaku usaha mendukung kemandirian pangan. Sebab, ancaman krisis pangan dunia sudah di depan mata.

Perang Rusia-Ukraina membuat dunia berada di ambang krisis pangan. Harga beberapa komoditas pangan seperti gandum dan kede­lai dunia sudah melonjak karena keterbatasan pasokan. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan 22 negara membatasi ekspor pangan untuk mengamankan kebutuhan domestiknya masing-masing.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengata­kan, Indonesia harus serius meng­hadapi ancaman krisis pangan.

Baca juga : Wayan Sudirta: Pendidikan Kader Bekal Pengabdian Kepada Rakyat

“Karena, beberapa komoditas pangan di dalam negeri masih belum bisa berdiri sendiri sehingga membutuhkan impor atau sup­port dari luar negeri,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka.

Beberapa komoditas itu antara lain daging, bawang putih, beras dan gandum. Menurutnya, Pe­merintah perlu melakukan miti­gasi antara konsumsi dan produksi pangan agar krisis pangan tidak memberikan dampak yang masif ke perekonomian dalam negeri.

Hal ini bisa dilakukan dengan validasi dari data pangan yang dimiliki Pemerintah, pelaku usaha ataupun petani.

Baca juga : T20 Ajak Dunia Kembali Fokus Tangani Perubahan Iklim

“Kita harus tahu, berapa banyak produksi pangan di dalam negeri dan apa saja yang harus diimpor. Kemudian, kapan impor perlu dilakukan,” ungkapnya.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, Pemerintah harus fokus pada kebijakan yang berorientasi peningkatan produktivitas pangan dalam negeri.

Misalnya, dengan mening­katkan intensifikasi, membuka akses petani kepada input perta­nian berkualitas. Dan, membuka kesempatan investasi pada sek­tor ini supaya terjadi transfer teknologi dan modernisasi.

Baca juga : Indonesia Perkuat Kerja Sama Air Dengan Belanda

Selain itu, lanjut Felippa, perdagangan internasional tetap perlu dijalankan sembari men­jalankan kebijakan yang fokus pada peningkatan produktivi­tas pangan dalam negeri.

Dia menekankan pentingnya modernisasi pertanian dan trans­fer teknologi.

“Kedua hal ini diharapkan bisa membuat ongkos produksi lebih efisien dan meningkatkan kuali­tas pangan yang dihasilkan,” kata Felippa kepada Rakyat Merdeka.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.