Dark/Light Mode

Ingatkan Krisis Ekonomi, Pengamat Sarankan Ini Ke Pemerintah

Rabu, 29 Juni 2022 09:20 WIB
Presiden Direktur Centre for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri
Presiden Direktur Centre for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri mengingatkan potensi krisis Sri Lanka berpotensi menjalar ke Indonesia.

Untuk itu, dia bilang, tim ekonomi yang dipercaya Presiden Jokowi, harus bekerja keras dan ekstra hati-hati. 

"Kondisi saat ini, membuat para menteri tidak bisa santai. Semuanya harus kerja keras dan cerdas," kata Deni dalam keterangannya, Rabu (29/6).

Namun Deni mengaku, pesimis dengan kinerja tim ekonomi. Terlalu banyak politisi sehingga lebih mencerminkan bagi-bagi kursi, ketimbang profesionalitas. Sementara tantangannya cukup beresiko.

Kata Deni, upaya membangun perekonomian yang kuat diperlukan orang yang tepat. Artinya, profesionalisme dalam birokrasi menjadi wajib hukumnya. 

"Indonesia perlu kembali ke paham the right man on the right job. Karena masalahnya adalah masalah ekonomi, maka perbanyak menteri yang paham ekonomi," tuturnya. 

Baca juga : Syukurlah Stok Beras Indonesia Masih Aman

“Caranya sederhana, menjadikan PhD economics lulusan Ivy League atau universitas non-Ivy yang memiliki kaliber yang sama seperti MIT, Berkeley, Davis, dan Stanford," imbuh Deni.

Jika prinsip the right man on the right job dijalankan Presiden Jokowi, kata Deni, maka menteri bidang ekonomi bukanlah burung beo yang mengikuti suara negara lain. Contohnya, Jepang Bank Sentral Jepang terus menerapkan quantitative easing, sementara bank sentral negara lainnya semakin mengetatkan sektor moneter.

Kata Deni, krisis ekonomi kali ini, berbeda untuk setiap negara. Di mana, sumber inflasi akibat mahalnya biaya. Inflasi karena biaya kemungkinan disebabkan oleh kenaikan biaya barang, atau jasa penting. Di mana, tidak ada alternatif yang sesuai. 

Ketika bisnis menghadapi harga tinggi karena bahan baku, maka pengusaha terpaksa menaikkan harga output. Salah satu contoh inflasi dorongan biaya adalah krisis minyak era 1970-an, yang oleh beberapa ekonom dipandang sebagai penyebab utama inflasi global. 

Padahal, kata dia, inflasi dihasilkan dari kenaikan harga minyak yang dipatok OPEC. Karena minyak bumi sangat penting bagi industri, kenaikan harga yang besar dapat menyebabkan kenaikan harga barang.

Beberapa ekonom berpendapat, kenaikan harga seperti saat ini, menaikkan tingkat inflasi dalam periode yang lebih lama. Karena, ekspektasi adaptif dan spiral harga/upah, sehingga guncangan penawaran dapat memiliki efek yang terus-menerus. 

Baca juga : KBRI Beijing Fasilitasi Pendirian Pusat Bahasa Dan Inovasi Di 6 Perguruan Tinggi Indonesia

Untuk mengatasi hal ini, menurutnya, sangat mudah. Pemerintah harus berorientasi menciptakan sumber energi dengan biaya marginal sebesar nol. 

Untuk itu, Pemerintah harus mengembangkan sumber energi berbasis matahari dan angin sehingga ketergantungan kepada energi fosil yang harganya meningkat dapat dieliminir.

Langkah kedua, lanjutnya, Pemerintah harus menciptakan monopoli alamiah dalam produksi energi fosil dan makanan. Terapkan harga sebesar biaya marginal yang paling murah. 

Untuk menjalankan misi ini, maka Pemerintah dapat mengambil alih semua perusahaan batu bara, sehingga memiliki skala ekonomi yang sangat tinggi. 

"Selain itu, Pemerintah harus mengambil alih semua usaha perkebunan termasuk kelapa sawit dan produksi CPO-nya, sehingga skala ekonominya menjadi sangat besar," ungkapnya.

Monopoli alami, kata dia, merupakan monopoli dalam industri. Di mana, biaya infrastruktur tinggi dan hambatan masuk lainnya relatif terhadap ukuran pasar. Memberikan pemasok terbesar dalam suatu industri, seringkali pemasok pertama di pasar, keunggulan luar biasa atas pesaing potensial. 

Baca juga : Ngirit, Pengantin Bikin Kue Pernikahan Sendiri

Secara khusus, suatu industri adalah monopoli alami jika biaya total satu perusahaan yang menghasilkan output total, lebih rendah daripada biaya total dua atau lebih. Hal ini sering terjadi dalam industri di mana biaya modal mendominasi, menciptakan skala ekonomi yang besar tentang ukuran pasar. Contohnya, termasuk utilitas publik seperti layanan air, listrik, dan telekomunikasi.

Dalam krisis kali ini, maka energi dan produsen makanan juga dapat dilibatkan untuk menekan inflasi dari sisi biaya. Karena kelangkaan sumber daya, skala ekonomi, dan cakupan manfaat ekonomi. 

Oleh karena itu, kemungkinan perusahaan yang menyediakan satu produk dan layanan atau perusahaan yang secara bersama-sama menyediakan sebagian besar produk dan layanan akan membentuk perusahaan (monopoli) atau sejumlah kecil perusahaan (oligopoli) sangat mungkin terjadi.

Dia bilang, inflasi dapat dikendalikan ketika biaya marginal untuk memproduksi energi dan makanan dibuat menjadi nol dan menciptakan harga pada biaya marginal yang paling rendah melalui natural monopoli untuk produk energi dan makanan yang tidak dapat diproduksi dengan biaya marginal sebesar nol. 

Indonesia mampu melewati krisis ekonomi dunia yang bermodel stagflasi ini, jika menempatkan menteri bidang ekonomi dan investasi, sesuai dengan bidang pendidikan ekonomi yang berkelas dunia.

“Jika awal Orde Baru, banyak menteri yang Phd economics dari Berkeley, maka saat ini tidak ada menteri yang selevel itu. Satu-satunya, PhD economics adalah Sri Mulyani, namun ia hanyalah lulusan Illinois,” ujarnya.■
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.