Dark/Light Mode

Jadi Solusi Atasi Koperasi Bermasalah

Kemenkop UKM Dukung Dibentuknya OJK Dan LPS Khusus Koperasi

Kamis, 21 Juli 2022 21:09 WIB
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi . (Foto: Dok. Kemenkop UKM)
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi . (Foto: Dok. Kemenkop UKM)

 Sebelumnya 
“Namun dalam penjelasannya, kami menegaskan untuk menolak dan memberikan keberatan dengan rumusan yang disampaikan. Kami juga menjelaskan pandangan terhadap penolakan tersebut. Bahwa saat ini, sistem keuangan formal dalam kuasa OJK layaknya perbankan yang melayani pembiayaan bagi masyarakat. Sementara dari data secara empirik baru sekitar 19,8 juta dari 65 juta pelaku UMKM yang terakses ke pembiayaan perbankan,” sebutnya.

Terlebih lagi di antara angka tersebut, mayoritas justru disumbangkan atau dikontribusi yang diakselerasi dari program BPUM (Bantuan Produktif Usaha Mikro) yang disalurkan Kemenkop UKM melalui perbankan. Di mana hal ini menjadi bukti, bahwa masih sebenarnya relatif sangat sedikit sekali UMKM yang terakses dengan sistem perbankan.

“Itu pun disalurkan melalui dua bank yaitu BNI dan BRI, di mana UMKM ultra mikro mikro dan kecil yang belum memiliki rekening, akhirnya harus membuka rekening di bank, dan tercatat sebagai pelaku usaha, sehingga terasa pembiayaannya dengan sistem perbankan,” jelas Zabadi.

Secara empirik, juga dapat dilihat, bahwa 30 juta dari dari 65 juta pelaku usaha merupakan anggota koperasi yang sebagian besar ultra mikro, mikro dan kecil.

“Artinya secara empirik pula, maka akses pembiayaan yang dipastikan melalui koperasi masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kontribusi perbankan dalam membiayai UMKM. Sehingga peran KSP begitu amat sangat menonjol dan sangat kuat sekali peranannya di dalam pembiayaan pada sektor-sektor UMKM,” tegasnya.

Baca juga : Menko Polhukam Dukung Kapolri Bentuk Tim Khusus

Zabadi menekankan, dalam RUU PPSK ini, KemenKopUKM juga merekomendasikan perlu adanya semacam lembaga OJK-nya koperasi, yang menjadi badan pengawas khusus independen koperasi.

“Kami tegaskan lembaga ini tidak di bawah KemenKopUKM, melainkan adalah suatu badan yang setara dengan OJK saat ini, tetapi khusus untuk koperasi,” ungkapnya.

Selain direkomendasikannya OJK khusus bagi koperasi, KemenKopUKM turut mendukung dalam RUU PPSK, disebutkan perlu juga dibentuknya LPS bagi simpanan anggota koperasi. Namun juga tidak bisa diintegrasikan dengan LPS yang ada saat ini, karena sekali lagi adanya perbedaan karakter antara perbankan dengan koperasi.

“Kehadiran LPS khusus bagi koperasi ini diharapkan bisa menjadi pilihan yang memberikan ruang-ruang fleksibilitas yang tinggi, tetap dengan mengedepankan aspek prudential (kehati-hatian) simpanan anggota koperasi, karena inilah saya kira yang menjadi satu isu penting,” tegas Zabadi.

Satu lagi yang menjadi catatan penting kata Zabadi, terkait dengan kepailitan yang menurut pandangannya, penempatan paillit kepada koperasi sangat tidak adil. Karena lembaga keuangan seperti perbankan maupun asuransi saja, tidak bisa dipailitkan selain oleh pemegang otoritas yakni, Bank Indonesia (BI), OJK atau Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Baca juga : Satgas : Penuntasan Koperasi Bermasalah Jaminan Kepercayaan Masyarakat

Tidak seperti yang sekarang yang dialami koperasi, di mana pailit bisa diajukan bukan saja oleh anggota bahkan non anggota, seperti pihak ketiga yang menjadi mitra dari koperasi yang merasa dirugikan bisa mengajukan kepailitan yang hanya minimal diajukan oleh dua orang saja.

Ia menegaskan, ketidakadilan ini bisa terjadi secara berulang. Tentunya upaya tersebut bisa menimbulkan instabilitas bagi koperasi dan keberlangsungan koperasi di masa depan.

“Untuk itu kami meminta soal kepailitan ini, agar koperasi equal perlakuannya seperti sistem keuangan perbankan, di mana juga tidak bisa dipailitkan kecuali oleh pemegang otoritas,” tegas Zabadi.

Ia berharap, RUU PPSK ini mampu menciptakan kesetaraan bagi koperasi sebagai sebuah entitas bisnis antara KSP dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. “Karena bagaimanapun, koperasi memiliki manfaaf yang sangat besar bagi para pelaku usaha di Tanah Air,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Presiden Direktur Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI) Kamaruddin Batubara mengatakan, pihaknya mendukung adanya lembaga pengawas dan penjamin independen koperasi seperti halnya LPS khusus koperasi.

Baca juga : Satgas Minta Koperasi Bermasalah Segera Lapor, Gelar RAT & Tuntaskan Homologasi

“Kami positif menyambut dan mendukung adanya RUU PPSK ini. Kita juga perlu merevisi RUU Perkoperasian yang saat ini tengah diperjuangkan oleh KemenKopUKM. Perlu ditegaskan bahwa koperasi sangat berbeda dengan perbankan,” ucapnya.

Kamaruddin menegaskan, perbankan mensyaratkan pinjaman kepada pelaku usaha dengan menggunakan angunan serta minimal usaha eksisting selama dua tahun.

Sementara koperasi, tidak memberikan syarat bahkan agunan kepada anggota dalam melakukan pinjaman. Di BMI sendiri sambung dia, memberikan pinjaman hingga Rp 200 juta tanpa agunan. Ketika anggota belum mampu membayar, tidak perlu juga dilakukan penyitaan. Justru pendekatan berbeda dilakukan oleh koperasi.

“Di sinilah koperasi hadir di antara anggota yang unbankable, kalau mereka bankable ya lebih baik ke bank,” tegasnya.

Ia berharap, kehadiran RUU PPSK maupun RUU Perkoperasian ini bisa mengembalikan KSP kepada rohnya. “Bukan lagi KSP justru dipenuhi dengan kecurigaan,” pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.