Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Jaga Daya Beli Rakyat, Skema Pembatasan BBM Subsidi Lebih Rasional

Rabu, 24 Agustus 2022 19:14 WIB
Foto Ilustrasi SPBU/Ist
Foto Ilustrasi SPBU/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, seharusnya pemerintah memilih opsi pembatasan ketimbang menaikkan harga BBM subsidi.

Hal itu disampaikan Trubus menanggapi sejumlah opsi yang disiapkan pemerintah terkait kebijakan BBM bersubsidi. 

“Kalau saya, pilihan pemerintah pada pembatasan saja, tidak menaikkan. Karena kalau menaikkan, dampaknya ke inflasi. Inflasi kita sudah 4,9 persen sekarang, karena pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan ojol berpengaruh (inflasi) naik, jadi 4,9 persen. Kalau BBM itu naik bisa jadi 8 persen nanti," kata Trubus, Rabu (24/8).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, akan segera melaporkan skema alternatif BBM ke Presiden Jokowi.

Pertama, pemerintah menaikkan subsidi sampai mendekati Rp 700 triliun dengan risiko semakin membebani fiskal. 

Kedua, pengendalian volume konsumsi BBM bersubsi jenis Pertalite dan Solar dengan menentukan kategori yang berhak mengkonsumsi BBM bersubsidi. Ketiga, menaikkan harga BBM bersubsidi.

Hal itu didasari sejumlah pertimbangan, terutama soal inflasi. Menurut Trubus, kebijakan pemerintah menaikkan tarif ojek daring atau ojol hingga 30 persen akhir bulan ini turut menyebabkan kenaikan inflasi.

Baca juga : Syarief Hasan: BBM Naik, Daya Beli Rakyat Semakin Melemah

Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor.

Alokasi volume subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar diperkirakan habis pada Oktober 2022, sehingga akan membengkak sampai 29 juta kiloliter hingga akhir tahun. 

Harga BBM bersubsidi berpeluang naik untuk mengantisipasi naikknya anggaran subsidi energi hingga Rp 700 triliun dari Rp 502 triliun.

Trubus mengungkapkan, pemerintah patut menghindari memilih opsi kenaikan BBM subsidi. 

Dia khawatir jika pemerintah memilih opsi kenaikan BBM subsidi, hal itu bisa memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

"Saya khawatir terjadi public distrust. Situasi sosial politik jadi kacau. Karena ini ekonomi nanti jadi politik, itu repotnya. Apalagi menjelang 2024, partai-partai akan berlomba mencari massa dengan memanfaatkan kenaikan BBM. Jadi pemerintah harus prudent," ujarnya.

Trubus berpandangan, pemerintah perlu membuat kebijakan bersifat khusus dengan memberikan memberikan langsung pada masyarakat yang terdampak.

Baca juga : Pemerintah Kudu Segera Tetapkan Kriteria Pembatasan BBM Bersubsidi

Selain itu, pembatasan konsumsi BBM subsidi juga diterapkan pada kendaraan dengan kategori sektor esensial dan non-esensial. Seperti transportasi publik, kendaraan logistik, sepeda motor di bawah 150 cc, dan mobil berkapasitas mesin 1.000 cc.

"Semua mobil dialihkan ke Pertamax. Kalau mau subsidi yang 1.000 cc. Jadi saya tidak setuju dengan MyPertamina, tambah rumit itu. Kasihan orang yang tidak tahu," tegasnya.

Trubus mengajukan skema lain agar pemerintah bisa menyelamatkan keuangan negara tanpa membebani masyarakat kecil. 

Dia menyarankan pemerintah membeli minyak dengan harga murah, menunda proyek ambisius, dan mengefisiensikan anggaran birokrasi.

"Pemerintah harus mencari sumber penghasilan lain, misal membeli minyak dari Rusia. Kan ada diskon 30 persen,” sarannya.

Trubus berharap, pemerintah saat ini memberi perhatian lebih pada upaya menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan kestabilan harga.

“Pemerintah fokus saja menjaga kestabilan harga dengan memberikan insentif pada masyarakat untuk menjangkau harga-harga," pungkasnya.

Baca juga : Juri Festival Karaoke Korporasi-Media Bimbing Penyanyi Lebih Profesional

Inflasi Terkendali

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengatakan, opsi menaikkan harga BBM secara berkala tidak efisien. 

“Kalau berkala tapi ujungnya tetap akan ke 10 ribu, maka dampak inflasi diujung tahun ya akan tetap sama. Mungkin sedikit lebih rendah karena dampak second round-nya tidak sebesar kalo langsung dinaikkan ke 10r ribu,” katanya.

Dalam proyeksi Office of Economist Bank Indonesia, jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite ke Rp 10.000 dan Solar ke Rp 8.500, potensi kenaikan inflasi hanya berada di 6 persen.

Lalu dengan kenaikan harga BBM, potensi minus pertumbuhan ekonomi hanya -0.17 persen. Bank Mandiri masih optimis, meski ada sejumlah tantangan misalnya geo politik, potensi kenaikan harga BBM bersubsidi, namun proyeksi pertumbuhan di 2022 disebut masih mampu tumbuh di atas 5 persen.

Menurutnya, pelonggaran PPKM meningkatkan mobilitas publik serta kinerja ekspor baik karena masih tingginya harga-harga komoditas yang masih mampu menopang pertumbuhan. 

“Tetapi kalau BBM harganya dinaikkan, pasti ada dampaknya ke growth. Namun secara net, momentum pertumbuhan ekonomi 2022 masih lebih baik,” ujar Faisal.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.