Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

John Riady: Keberadaan Dokter Spesialis Masih Terpusat Di Kota Besar

Selasa, 18 Oktober 2022 05:27 WIB
Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Ist
Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk John Riady/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Minimnya jumlah dokter spesialis di berbagai rumah sakit di Indonesia, mendorong masyarakat berobat keluar negeri. Gegara itu, devisa hampir 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp 100 triliun, dinikmati negara lain.

Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady mengatakan,  secara kualitas, dokter spesialis di Indonesia tidak kalah dan banyak yang  melampaui koleganya di luar negeri. Pasalnya, para dokter ini terbiasa menghadapi persoalan kesehatan yang lebih kompleks dan berat di dalam negeri.

“Hanya saja, keberadaan dokter-dokter spesialis masih berpusat di Jakarta. Semakin jauh dari kota besar, kualitas dan jumlah dokter semakin berkurang,” kata John di Jakarta, Senin (17/10).

John juga mendukung kekhawatiran Presiden Jokowi atas fenomena banyaknya masyarakat berobat keluar negeri hingga menghabiskan dana 6 miliar dolar AS per tahun.

Presiden Jokowi mengungkapkan, masyarakat kelas atas itu cenderung berobat keluar negeri, seperti Singapura, Malaysia, dan Jepang karena kurang mengapresiasi keberadaan rumah sakit dan layanan kesehatan di dalam negeri.

Baca juga : Moeldoko: Peningkatan Investasi Masih Terhambat Persoalan Tata Ruang

“Masyarakat memandang di dalam negeri, entah rumah sakitnya, entah tenaga kesehatan, dan alat kesehatannya belum siap. Lebih baik berobat keluar daripada di dalam negeri,” ujarnya.

John mengungkapkan, saat ini jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek.

Menurutnya, lemahnya industri kesehatan di Indonesia, justru telah menguntungkan negara-negara tetangga yang memiliki industri jasa kesehatan lebih maju. 

“Persoalannya, dari sisi supply layanan kesehatan secara nasional dinilai sangat kurang. Terutama dari segi kuantitas, Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang,” tuturnya.

Padahal, sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung pemasukan ekonomi nasional. Apalagi, terdapat kebutuhan yang meningkat, seiring antisipasi merebaknya wabah di masa depan maupun pertumbuhan pendapatan masyarakat. 

Baca juga : Kemenkes, Jangan Diam Saja

John bilang, Indonesia memiliki pasar yang besar untuk industri kesehatan, sementara sekitar 600 ribu masyarakat Indonesia pergi keluar negeri.

“Ke depan, tren masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat. Bahkan, sekarang sudah menjadi gaya hidup,” kata John.

Hal inilah yang membuat Lippo Group sejak jauh hari berinvestasi di sektor kesehatan dengan pendirian RS Siloam di Lippo Karawaci pada 1992. 

Tidak tanggung-tanggung, visi Lippo Group di bidang kesehatan membidik langsung kualitas paling atas untuk layanan kesehatan.

John mengungkapkan, hal itu dibuktikan Siloam merupakan rumah sakit pertama yang bekerja sama dengan Gleneagle Hospital Singapore dan mendapatkan akreditasi Joint Commission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.

Baca juga : Di Kandang Banteng Puan Masih Nol Koma

Untuk itulah, Siloam banyak menempatkan dokter-dokter spesialis di daerah dan meningkatkan kualitasnya menjadi standar internasional, seperti Siloam Labuan Bajo International Medical Centre (LIMC) misalnya.

“Agar dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat setempat dan para wisatawan mancanegara untuk mendukung pemulihan pariwisata dan mendongkrak jumlah wisatawan ke Labuan Bajo pada masa mendatang,” jelas John.

Saat ini, Siloam memiliki 40 rumah sakit di 27 provinsi. Tidak hanya itu, Lippo Group terus berupaya mengisi ruang kosong produksi dokter-dokter spesialis yang mumpuni. 

Jangka panjang, problem ini perlu diselesaikan dengan menggenjot perguruan tinggi menghasilkan para dokter, hal inilah yang diampu oleh Fakultas Kedokteran UPH (Universitas Pelita Harapan). 

“Selain itu, bisa diambil kebijakan untuk menarik pulang para diaspora dokter yang praktik di berbagai rumah sakit di luar negeri,” kata John.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.