Dark/Light Mode

KSP Tegaskan KUHP Tak Bungkam Demokrasi

Sabtu, 17 Desember 2022 12:05 WIB
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Sigit Pamungkas. (Foto: Ist)
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Sigit Pamungkas. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kantor Staf Presiden (KSP) membantah anggapan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditujukan untuk menjadi alat kekuasaan pemerintahan saat ini untuk mematikan demokrasi.

Sebaliknya, disahkannya KUHP yang baru pada 6 Desember 2022 yang lalu, justru menjadi sintesis dari pengalaman dan harapan demokrasi kedepan.

“KUHP tidak akan membungkam demokrasi. Formulasi KUHP terkait kebebasan berpendapat merupakan refleksi dari pengalaman kita berdemokrasi yang telah lalu sekaligus harapan keadaban berdemokrasi di masa depan,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Sigit Pamungkas, Sabtu (17/12).

Baca juga : KAI Kerahkan Ribuan Petugas Amankan Angkutan Nataru

Terlebih lagi, menurut Sigit, kebebasan berpendapat saat ini berada dalam situasi yang berbeda dari masa sebelumnya. Oleh karenanya, proses pembaharuan dan pengesahan RKUHP pun sudah sesuai dengan aspirasi publik dan mekanisme demokratis yang ada. 

“Dulu, kebebasan berpendapat masih dibatasi dengan kontrol terhadap partai, masyarakat sipil dan media. Saat ini, pilar-pilar demokrasi tersebut dibebaskan untuk beraspirasi. Parlemen juga terbuka bagi publik. Melalui mekanisme pemilu yang rutin supremasi sipil juga terjamin. Jadi terlalu berlebihan pandangan bahwa KUHP mematikan demokrasi,” imbuh Sigit.

KUHP baru yang menjadi legacy Presiden Joko Widodo ini akan berlaku secara efektif di 3 (tiga) tahun mendatang. Selama masa transisi ini, pemerintah akan terus memberikan edukasi kepada publik aparat penegak hukum tentang pasal-pasal yang telah ditetapkan dalam KUHP yang baru.

Baca juga : KSP Pastikan KUHP Tidak Bertentangan Dengan Demokrasi

Sementara itu, dalam perspektif geopolitik, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto mengingatkan bahwa pengesahan KUHP adalah bentuk penguatan otonomi strategis Indonesia.

Keinginan Indonesia untuk mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif harus menjadi prioritas baru dalam membangun kolaborasi dengan negara lain.

Kepentingan nasional tersebut, imbuh Gubernur Lemhanas, bertujuan untuk menjaga iklim demokrasi dan dapat diterjemahkan menjadi sikap Indonesia dalam kerangka hubungan luar negeri.

Baca juga : The Fed Naikkan Suku Bunga, Rupiah Melemah

“Dengan pengesahan KUHP, kebutuhan Indonesia untuk menjaga sendi-sendi demokrasi di tengah merebaknya tren global tentang politik identitas, ujaran kebencian, serta politik hoaks harus menjadi rujukan utama dalam praktek diplomasi Indonesia,” tutup Andi.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.