Dark/Light Mode

Diversifikasi Ekspor Diperlukan Untuk Antisipasi Resesi Global

Jumat, 13 Januari 2023 06:23 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto/Istimewa
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto/Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki resiliensi terhadap kondisi ketidakpastian global saat ini. Sebab, tidak bergantung terlalu besar pada ekspor atau kontribusi ekspor terhadap ekonomi negara.

Kendati demikian, Airlangga juga menyebutkan pertumbuhan ekspor dan impor 2023 akan turun. Pada 2023, ekspor diproyeksikan hanya tumbuh 12,8 persen dan impor 14,9 persen.

Sedangkan, tahun 2022 ekspor tumbuh 29,4 persen dan impor tumbuh 25,37 persen. “Ini terjadi karena basisnya sudah tinggi,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.

Head of Center of Industry, Trade and Investment at Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, Pemerintah perlu mendorong diversifikasi produk berorientasi ekspor.

Saat ini, Indonesia masih banyak bergantung pada ekspor komoditas. Sebab itu, Indonesia perlu mengubah struktur ekspor melalui diversifikasi produk dan peningkatan nilai tambah.

"Yang kita dorong saat ini bagaimana kita bisa melakukan diversifikasi produk yang kita ekspor. Tentunya tidak hanya mengandalkan dari ekspor komoditas. Selama ini, kita masih mengandalkan dari ekspor barang mentah dan juga komoditas, dari segi nilai tambah itu juga rendah," kata Andry di Jakarta, Kamis (12/1).

Baca juga : Bamsoet Dukung Pernyataan Yusril Sebagai Bentuk Antisipasi Keadaan Darurat

Andry menilai, industri dalam negeri juga masih belum optimal dalam keterkaitan dengan rantai nilai global (Global Value Chains/GVC).

GVC adalah jaringan tahapan produksi barang dan jasa dari desain produk hingga distribusi barang ke konsumen akhir yang diproduksi dan dirakit di berbagai negara.

"Hal itu didorong oleh kondisi industri kita saat ini, di mana kita bisa berbicara masalah industri yang masih minim keterkaitannya dengan GVC dimaksud," ujarnya.

Kendati demikian, Andry mengatakan, konsumsi dalam negeri masih akan sangat membantu menopang ekonomi nasional. Hal ini berbeda dengan negara-negara lain yang masih mengandalkan sektor perdagangan ekspor dan impor dalam perekonomian.

Selain itu, Andry menilai perjanjian kerja sama dagang dengan sejumlah negara juga patut ditingkatkan, mengingat kondisi ekonomi global juga tengah tidak stabil.

"Yang kedua, bagaimana kita bisa melakukan perjanjian kerja sama perdagangan yang cukup masif. Di saat kondisi tidak cukup stabil, sehingga proses perjanjian kerja sama tersebut adalah proses di mana kita bisa mendorong agar kestabilan dari perdagangan dengan negara luar itu bisa tetap terjaga," tegasnya.

Baca juga : Pasar Ekspornya Potensial, Kemenperin Genjot Hilirisasi Industri Porang

Selain itu, langkah yang bisa ditempuh adalah meningkatkan kapasitas intelijen pasar. Kondisi pasar yang tidak stabil tentu membutuhkan bukan sekadar prediksi, melainkan kekuatan agar market yang ada di luar ini bisa dipenuhi oleh produk-produk dari Indonesia.

"Kita bisa melakukan kegiatan intelijen pasar di negara luar, sehingga kita bisa mendapatkan gambaran apa yang perlu kita dorong, atau apa yang perlu kita kembangkan di industri domestik," pungkasnya.

Ekspor Bahan Olahan

Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menyampaikan, Pemerintah perlu melakukan sejumlah kebijakan untuk mendorong ekspor tetap kompetitif.

“Porsi ekspor hitech terhadap total manufaktur sebaiknya ditingkatkan. Dan ini butuh program industrialisasi secara masif,” jelas Bhima.

Salah satu komoditas yang bisa didorong adalah CPO (Crude Palm Oil), yang mana turunannya banyak dipakai di kosmetik.

Baca juga : Ekonomi Kuat Bekal Hadapi Resesi Global

“Misalnya CPO di ekspor sudah dalam bentuk kosmetik. Apalagi ada lipstick effect, dimana saat resesi permintaan kosmetik meningkat. Produk kosmetik membutuhkan bahan baku oleokimia yang berasal dari produk turunan sawit,” kata Bhima.

Untuk mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, tentunya tidak bisa dilakukan sendiri, hanya pengusaha saja. Industrialisasi butuh dukungan dari berbagai pihak.

“Proses industrialisasi butuh dukungan pembiayaan murah, insentif pajak yang tepat sasaran dan kolaborasi swasta dengan BUMN,” kata Bhima.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.