Dark/Light Mode

Importir Ngeluh Aturan Bahan Baku Industri Diperketat

Jumat, 7 April 2023 20:13 WIB
Pengurus Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI). (Foto: Istimewa)
Pengurus Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) meminta Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian.

Hal ini dilakukan lantaran sejak berlakunya aturan tersebut, kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi. Akibatnya berdampak terhadap ketersediaan pasokan bahan baku industri (shortage).

Ketua Umum BPP GINSI Capt Subandi mengatakan, dalam aturan itu importasi bahan baku termasuk baja diatur secara ketat. Pasal 19 ayat 1 PP Nomor 28 Tahun 2021 Impor Bahan Baku dan atau Bahan Penolong hanya dilakukan oleh Perusahaan Industri yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).

Subandi mengaku telah melakukan pertemuan bersama jajaran Kemenko Perekonomian.

Baca juga : Telkom Optimalkan Peluang UMKM di Berbagai Industri

"Dari pertemuan tersebut, GINSI mengklaim Kemenko sepakat untuk merevisi. Namun sampai kini hasil revisinya belum kunjung terbit. Makanya kami mempertanyakan hal itu kembali," kata Subandi dalam keterangan resminya, Jumat (7/4).

Menurutnya, aturan tersebut berpotensi membunuh kelangsungan usaha para importir nasional.

Wakil Ketua Bidang Logistik Kepelabuhanan, dan Kepabeanan BPP GINSI Erwin Taufan menilai, dengan seretnya impor bahan baku, GINSI memperkirakan stok yang ada di pabrik-pabrik hanya bertahan hingga Juni tahun ini.

"Industri nasional saat ini sudah di ujung tanduk lantaran bahan baku tersendat. Kalau nggak ada solusi konkret menyelesaikan masalah ini kekuatan kita cuma sampai Juni atau sekitar dua bulan lagi ke depan," ungkapnya.

Baca juga : Kemhan Terima Rantis Australia Tanpa Syarat

Salah satu importir yang terdampak adalah importir baja PT Tira Austenite. Perwakilan Tira Austenite Yelinda yang juga anggota GINSI itu mengklaim pengajuan izin impor untuk komoditas besi baja dan turunannya, ban, maupun tekstil tidak diproses.

Berdasarkan data GINSI, di DKI Jakarta ada 300 lebih anggota yang 60-70 persennya merupakan pemegang API-U. Adapun, saat ini terdapat 1.200 importir anggota GINSI yang tersebar di seluruh Indonesia.

Tidak hanya itu, GINSI yang beranggotakan lebih dari 1.200 importir ini juga menyoroti Sistem Nasional Neraca Komoditas (Sinas-NK). GINSI menilai sistem berbasis teknologi informasi ini justru menyulitkan pengusaha dalam melakukan importasi.

"Adanya permasalahan ini sangat disayangkan karena berdampak pada terhambatnya rantai pasok ke industri manufaktur, barang konsumsi dan lainnya," kata Subandi.

Baca juga : Otomotif Award Umumkan Kendaraan Terbaik 2023, Ini Daftarnya

Padahal, kata Subandi, neraca komoditas awalnya disebut akan menyederhanakan perizinan ekspor-impor, serta menjadi dasar penerbitan persetujuan ekspor maupun impor.

Menurut Subandi, saat ini importir dihantui dengan ketidakpastian dan sering mengalami kerugian jika barang impor yang dipesan tidak dapat masuk ke Indonesia, akibat tidak keluarnya izin.

Komoditas yang terdampak oleh Sinas-NK meliputi sparepart, otomotif, ban, baja dan turunannya, serta elektronik sejak diberlakukannya peraturan ini tepatnya pada Desember 2022 lalu. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.