Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Real Madrid Vs Atletico Madrid, Derby Madrid Dan Saling Kudeta
- Red Sparks Kembali Menang, Megatron-Bukilic Mengaum
- Konjen RI Cape Town Dorong Pembangunan Rumah Adat Balla Lompoa
- Royal Brunei Airlines Kembali Terbang ke Balikpapan, Perkuat Hubungan RI-Brunei
- Tim Beach Indonesia Siap Ukir Prestasi Optimal Di SEAHF
Regulasi Bursa Berlaku Pekan Depan
OJK Pastikan Pelototi Perdagangan Karbon
Selasa, 19 September 2023 07:20 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan mengawasi perdagangan karbon setelah aturan bursa karbon berlaku secara resmi pada 26 September 2023.
Keterangan tersebut ditegaskan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.
“Rencananya, peluncuran bursa karbon perdana perdagangan akan dilakukan pada 26 September ini, minggu depan,” ucap Mahendra Siregar dalam Seminar Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Indonesia di Jakarta, kemarin.
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No.14/2023 terkait perdagangan bursa karbon. Tak hanya itu, OJK telah menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
“Dalam aturan yang diterbitkan OJK, diatur dan diawasi mulai dari yang paling hulu penyiapan kegiatannya, penyiapan unit karbonnya, segala bentuk registrasi, verifikasi, sertifikasi, dan pembuktian keabsahannya sampai kepada perdagangannya,” rinci mantan Wakil Menteri Keuangan ini.
Ditegaskan Mahendra, aturan tersebut memuat bagaimana menjaga perdagangan dengan baik, dengan hasil yang bisa direinvestasikan kepada upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
“Terutama dalam konteks pengurangan emisi karbon,” ucap mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini.
Mahendra meminta semua pihak terkait harus bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas. Khususnya dalam membentuk ekosistem dari bursa karbon tersebut.
“Secara paralel, harus terus meningkatkan diri dalam pemahaman, pengetahuan, kapasitas untuk benar-benar mengerti terhadap bagaimana membentuk ekosistem tersebut,” jelasnya.
Ia menekankan, bursa karbon sebagai wadah atau warung jual-beli karbon harus diisi dengan pasokan yang berasal dari sektor hulu. Yaitu proyek-proyek kegiatan yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Ketika masuk ke dalam bursa karbon tadi, dan kemudian transaksinya bisa dilakukan dengan baik, sehingga menjadi suatu ekosistem,” katanya.
Baca juga : Catat! OJK Mulai Awasi Dan Atur Perdagangan Bursa Karbon Minggu Depan
Untuk itu, sambung Mahendra, OJK melakukan berbagai persiapan terkait berlakunya pengawasan serta aturan pedagangan bursa karbon minggu depan.
Salah satunya diadakan seminar nasional terkait perdagangan karbon yang telah dilaksanakan di beberapa kota, meliputi Surabaya, Balikpapan, Makassar, Medan serta Jambi.
Tujuan dari diadakannya seminar tersebut, agar meningkatkan kapabilitas, memperdalam pemahaman para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap regulasi, serta mekanisme perdagangan karbon.
Dia melanjutkan, Jambi dipilih sebagai salah satu provinsi diselenggarakannya seminar terkait wacana pengurangan emisi karbon kali ini karena proses pengurangan emisi gas rumah kaca atau karbon yang dilakukan di Jambi bisa langsung dimaterialisasikan.
Baik yang saat ini sudah dilakukan dengan dukungan berbagai pihak lewat bio carbon fund, maupun yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, industri, kerja sama dengan pihak universitas, asosiasi, serta berbagai stakeholder lainnya.
“Diharapkan, melalui Bursa Karbon tersebut, Indonesia mampu mengambil peran lebih besar dalam upaya pengendalian dampak perubahan iklim secara global,” ucap Mahendra.
Terpisah, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyambut baik rencana OJK tersebut. Dia meyakini, pembentukan bursa karbon kini memasuki fase yang sangat menentukan.
Pasca pengesahan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), diharapkan aturan teknis bursa karbon dirilis dalam waktu dekat. Disegerakannya perangkat aturan bursa karbon dapat mempercepat dampak positif dari potensi ekonomi hijau berbasis alam atau carbon credit potential.
Bhina meyakini, bursa karbon sangat diperlukan dalam mendukung percepatan target Net Zero Emission (NZE) menjadi 2050, dari yang semula pada 2060.
“Karena sektor yang memiliki unit karbon positif akan mendapat insentif dari skema perdagangan karbon,” kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Bhima mengatakan, mekanisme bursa karbon sudah lama ditunggu, sehingga kualitas dari pengaturan teknis penyelenggara bursa karbon menjadi penting. Dan dia melihat, dibentuknya bursa karbon akan mampu meningkatkan validasi data yang lebih akurat, serta real-time basis transaksi karbon.
Baca juga : Kajol Indonesia Rangkul Ojek Online Jakut Dan Dirikan Posko Pemenangan Ganjar
“Di beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, sisi positif pembentukan bursa karbon membantu penentuan harga acuan unit karbon yang apple to apple terhadap standar global,” jelasnya.
Bhima menegaskan, penting ada pengaturan bursa karbon dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) untuk memberikan level of playing field atau ruang kompetisi yang adil, kepada setiap penyelenggara yang ingin terlibat.
“Belajar dari ekosistem yang sudah ada sebelumnya dan best practices di negara-negara lain, memang aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek,” imbau Bhima.
Untuk itu, sebutnya, menjadi aneh kalau ada wacana peraturan khusus, di mana bursa efek bisa otomatis jadi penyenggara bursa karbon.
Padahal, dalam Pasal 24 UU PPSK disebutkan bahwa, bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan otomatis berasal dari penyelenggara bursa efek.
“Kita perlu memastikan aturan teknis, khususnya dalam perizinan usaha, bursa karbon tidak eksklusif hanya untuk bursa efek, tapi terbuka bagi penyelenggara lainnya,” ucapnya.
Berkaitan dengan standar acuan bursa karbon di beberapa negara lain, bentuk penyelenggara bursa karbon yang ideal perlu dipisah dengan bursa efek.
Sebagai contoh, penyelenggara bursa karbon di AS adalah Intercontinental Exchange (ICE), sementara untuk bursa efek terdapat New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq.
Ia mengatakan, salah satu perbedaan yang paling jelas di dalam bursa karbon terdapat penjual/pembeli dan pedagang karbon. Sementara bursa efek lebih berperan memfasilitasi investor dengan emiten. Fungsi bursa karbon sebagai price discovery (penemuan harga acuan karbon), sementara bursa efek memiliki fungsi pencarian dana bagi emiten.
Menurut dia, usulan bursa efek menjadi penyelenggara bursa karbon, menimbulkan beragam pertanyaan besar terhadap desain bursa karbon dan efektivitas perdagangan karbon di Indonesia.
Karena itu dia bilang, OJK perlu hati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon.
Baca juga : Polresta Malang Kota Bongkar Sindikat Perdagangan Bayi
Ia mengaku khawatir, jika dibatasi hanya bursa efek yang otomatis menjadi penyelenggara bursa karbon, maka akan menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon. “Kebingungan dari mekanisme bursa karbon menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat,” warning Bhima.
Komitmen Perusahaan
Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Alexandra Askandar mengatakan, dalam rangka mendukung perdagangan karbon, Bank Mandiri secara proaktif berkolaborasi dengan berbagai stakeholders, baik dengan regulator seperti OJK, kementerian, penyelenggara bursa karbon, maupun lembaga lain yang terkait. Bank Mandiri siap berperan sebagai penghubung antara pasar keuangan dan tujuan keberlanjutan.
“Sebagai bank pertama yang telah meluncurkan digital carbon tracking di Indonesia, Bank Mandiri berharap dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon dan telah menargetkan NZE secara operasional di tahun 2030,” jelas Alexandra.
Ia menegaskan, Bank Mandiri telah berhasil mengurangi jejak karbon setiap tahunnya. Pada tahun 2020 emisi yang berhasil dikurangi sebesar 46.261 tCO2e (ton setara CO2), kemudian pada tahun 2021 sebesar 47.328 tCO2e, dan pada tahun 2022 sebesar 59.076 tCO2e.
Mengadopsi ISO 14064-1,2,3 dan Green Gas House (GHG) Protocol Standard, perhitungan jejak karbon operasional Bank Mandiri terbagi dalam tiga cakupan emisi. Yaitu Fuel (Bahan Bakar Minyak/BBM, solar genset, pendingin), Electricity (listrik) dan Business Travel (perjalanan dinas).
Hingga semester I tahun 2023, penyaluran portofolio berkelanjutan Bank Mandiri mencapai Rp 242 triliun. Bila dirinci, pembiayaan untuk kategori hijau mencapai Rp 115 triliun, sementara untuk kategori sosial mencapai Rp 127 triliun,” rincinta.
Kemudian, PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga), salah satu perusahaan perbankan yang mengaku komit terhadap sustainaibility financing, mengaku siap dan antusias dalam perdagangan bursa karbon.
Diungkapkan Direktur Compliance, Corporate Affairs & Legal CIMB Niaga Fransiska Oei mengatakan, dalam perdagangan bursa karbon perbankan memang tidak bisa menjual. Namun pihaknya mengaku sangat berminat menjadi salah satu pembeli. Dan telah menyampaikan minatnya ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Karena, yang diperlukan di bursa karbon ini adalah penjual dan pembeli. Kontribusi kami sekaligus menjadi salah satu motor bagi CIMB Niaga dalam mencapai target keberlanjutan,” tegasnya saat ditemui Rakyat Merdeka, Kamis (14/9).
Artikel ini tayang di Rakyat Merdeka Cetak edisi Selasa 19/9/2023 dengan judul Regulasi Bursa Berlaku Pekan Depan, OJK Pastikan Pelototi Perdagangan Karbon
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya