Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Turun Rp 11.000, Harga Emas Dibanderol Rp 1.343.000 Per Gram
- Akhir Pekan, Rupiah Melemah Ke Rp 15.985 Per Dolar AS
- Indra Karya Jempolin Manfaat Bendungan Multifungsi Ameroro Di Sulteng
- Pertamina EP Pertahankan Kinerja Positif Keuangan Tahun Buku 2023
- PGN Saka Kantongi Perpanjangan Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas
Bila Masalah Yang Solusinya Bergantung Kementerian/Lembaga Lain Bisa Diselesaikan
Kinerja Industri Manufaktur Akan Semakin Mentereng
Rabu, 8 November 2023 07:10 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Kinerja sektor industri pengolahan semakin meningkat di triwulan III-2023. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pada periode tersebut, sektor industri pengolahan tumbuh 5,20 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Capaian tersebut melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 4,94 persen pada periode yang sama.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional juga menjadi yang tertinggi, dan meningkat menjadi 1,06 persen dari 0,99 persen pada triwulan III-2022.
Baca juga : Bamsoet Dorong Pengembangan Bisnis Kuliner dan Entertainment
“Di tengah penurunan daya beli dan melemahnya nilai tukar rupiah yang mempengaruhi produksi, industri pengolahan masih terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kami mengapresiasi kinerja luar biasa dari pelaku usaha di industri ini,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Kendati demikian, politisi Partai Golkar itu menyebutkan bahwa kontribusi industri pengolahan terhadap PDB semestinya bisa jauh lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi apabila beberapa masalah yang solusinya bergantung Kementerian/Lembaga lain bisa diselesaikan.
Contoh pertama, program HGBT (Harga Gas Bumi Tertentu) yang tidak berjalan dengan baik.
Baca juga : Kemenperin Wajibkan Industri Laporkan Pengendalian Emisi Seminggu Sekali
“Masih banyak industri peserta program HGBT mendapatkan gas untuk bahan baku dan energi di atas 6 dolar AS per MMBTU. Selain harga tinggi, pasokannya pun tidak lancar,” terang Agus.
Hal ini, lanjut dia, berdampak terhadap daya saing produk, permintaan, utilisasi dan tenaga kerja. Akhirnya, program HGBT yang tidak berjalan baik ini ikut menekan pertumbuhan industri manufaktur.
Contoh kedua, lanjut Agus, pengetatan arus masuk barang impor belum optimal.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya