Dark/Light Mode

Pelaku Usaha Diminta Hati-hati

Rupiah Paling Perkasa Di Asia, Tapi Sementara

Kamis, 8 November 2018 13:08 WIB
Ilustrasi nilai rupiah (Foto: katadata.co.id)
Ilustrasi nilai rupiah (Foto: katadata.co.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pelaku usaha mesti hati-hati dalam mengambil keputusan bisnis, merespons menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebab, banyak kalangan memandang penguatan hanya bersifat sementara. Masih rentan alami fluktuasi.

Penguatan rupiah terhadap dolar AS kemarin cukup mengejutkan. Rupiah melesat cukup tajam. Pada penutupan perdagangan rupiah berada di level Rp 14.590. Penguatannya mencapai 1,45 persen dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 14.804 per dolar AS. Penguatan rupiah terhadap dolar AS tertinggi di antara negara-negara Asia lain, yang rata-rata menguat di bawah 1 persen. Penguatan rupiah ini melanjutkan penguatan sejak awal bulan ini.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, penguatan rupiah didorong pandangan pelaku pasar yang menilai rupiah undervalue atau di bawah harga sewajarnya. Hal itu membuat mereka tertarik mengoleksi rupiah dan menanamkan investasinya di Indonesia. “Ada investor menyatakan itu. Modal asing akhirnya mulai masuk, sehingga rupiahnya mulai menguat,” ungkap Darmin.

Baca juga : Lion Air: Petugas AMC Minta Maaf

Namun demikian, Darmin ragu rupiah akan terus mengalami penguatan. Karena, bank sentral AS diproyeksi bakal menaikkan suku bunganya lagi. Kebijakan itu dapat membuat rupiah kembali lemah.
“Kita belum bisa bilang rupiahnya menguat, apakah itu seterusnya, tergantung proses dunia ini belum berhenti,” jelasnya. Untuk menjaga momentum, Darmin mengungkapkan, pihaknya akan terus memperbaiki kebijakan fiskal yang memang selama ini menjadi ranah pemerintah untuk membantu penguatan rupiah.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, menguatnya rupiah menggambarkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan sangat sehat. “Itu artinya investor percaya  terhadap kondisi Indonesia. Saya (sudah) bilang kalau fundamental Indonesia kuat, bila dibandingkan negara-negara yang suka disebut bermasalah. Sekarang itu, tinggal bagaimana kita mengkomunikasikan hal tersebut,” imbuhnya.

 Wimboh mengatakan, saat ini pemerintah fokus menjaga agar rupiah tetap stabil, sehingga tidak mengalami pelemahan lagi. Beberapa kebijakan akan diperkuat, misalnya memberlakukan transaksi jual beli valuta asing (valas) berjangka Non- Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri.

Baca juga : Nyenggol Tiang Lampu, Lion Nyaris Batal Terbang

Wimboh menjelaskan, NDF berperan penting dalam membantu stabilitas nilai tukar rupiah, meningkatkan likuiditas dan efisiensi di pasar keuangan domestik. Selain itu, juga menambah alternatif instrumen lindung nilai (hedging) guna memitigasi risiko nilai tukar. “Kita akan sempurnakan struktur pasar dalam negeri. Kalau dulu NDF nggak ada, sekarang ada. Ngapain harus ke Singapura? Di sini aja ada,” ujarnya.

Terkait hal ini, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redja mewanti-wanti semua pihak agar berhati-hati menyikapi penguatan rupiah. Karena, menurutnya, penguatan mata uang Garuda hanya bersifat jangka pendek. Piter memprediksi rupiah berpotensi melemah kembali di akhir bulan ini.  “Saya yakin tidak akan jangka panjang. Penguatan sekarang ini lebih dipicu karena ada beberapa data ekonomi domestik yang positif. Dan, dalam waktu bersamaan, tidak ada tekanan global yang baru,” katanya.

Selain data ekonomi, Piter menilai menguatnya nilai rupiah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain, pertama, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang cukup tinggi dibandingkan surat berharga AS. Dengan yield yang tinggi, SBN menjadi lebih menarik. Kedua, adanya perkiraan The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga sebesar sebelumnya. Hal ini dengan pertimbangan bahwa proyeksi inflasi di AS yang akan tertahan. Ketiga, menguatnya rupiah terkait perang dagang. 

Baca juga : Menteri Airlangga: Aturan Mobil Listrik Terbit Akhir Tahun

Meski agenda pertemuan AS dan China tidak menjanjikan berakhirnya perang dagang, Piter menilai hal tersebut memunculkan harapan mengenai berakhirnya kondisi tersebut. Setidaknya, tidak akan memperburuk keadaan. “Harapan-harapan ini mendorong sentimen yang lebih baik terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia,” pungkasnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.