Dewan Pers

Dark/Light Mode

Jonan Waswas Penurunan Tanah Di Jakut Makin Masif

Rabu, 16 Oktober 2019 08:51 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan  saat membuka media gathering bertema Penyelamatan Air Tanah Jakarta di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/10).
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat membuka media gathering bertema Penyelamatan Air Tanah Jakarta di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/10).

RM.id  Rakyat Merdeka - Permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan yang agresif sejak belasan tahun belakangan.Dari lima wilayah, Jakarta Utara menjadi daerah yang paling parah. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, salah satu daerah di Jakarta Utara yang penurunan tanahnya paling parah berada di Ancol. 

Penurunannya hingga 12 centimeter (cm) per tahun. Menurut Jonan, penggunaan air tanah terjadi karena saat ini, kebutuhan air bersih di Jakarta diperkirakan mencapai 846 juta meter kubik per tahun. 

Sementara layanan air PDAM Jakarta baru dapat memasok sekitar 62 persen, sehingga sisa kebutuhan air bersih dipenuhi dari pengambilan air tanah. 

Berita Terkait : Ketua MPR : Kesuksesan Pelantikan Presiden Tanda Demokrasi Indonesia Makin Matang

“Di Utara bisa capai 12 cm. Kalau 10 tahun bisa turun hingga 1 meter. 50 tahun turun 5 meter. Ini persoalan kita bersama,” katanya membuka media gathering bertema Penyelamatan Air Tanah Jakarta di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. 

Mantan Dirut PT KAI ini menilai, penurunan terjadi karena penggunaan air tanah yang tak terkendali. Air tanah tersebut berasal dari sumur-sumur bor. Berdasarkan data Pemerintah DKI Jakarta, ada sekitar 4.803 sumur bor di Jakarta yang terdaftar. 

Rinciannya, Jakarta Selatan 1.763 sumur, Jakarta Timur 1.082 sumur, Jakarta Barat 781 sumur, Jakarta Utara 481 sumur, dan Jakarta Pusat 696 sumur. 

Jonan mengatakan, untuk di Jakarta, kebanyakan penggunaan air tanah berasal dari industri, terutama yang memiliki banyak buruh. 

Berita Terkait : Pasca Penusukan Wiranto, Densus Bekuk 26 Terduga Teroris

Dirinya berharap pengendalian bisa dilakukan. Sebab jika tidak, penurunan permukaan tanah akan semakin dalam.“Kalau air tanahnya banyak diambil, masyarakat di sana tanahnya makin turun. Jangan sampai penggunaan air tanah ini tanpa perhitungkan dampak lingkungan, orang lain di sekitar kena dampak besar,” tegasnya. 

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar mengatakan, dari ribuan jumlah sumur bor di Jakarta, kebanyakan di Selatan dan Utara. 

Selain penggunaan air tanah, Rudy mengatakan, ada dua alasan lain yang menyebabkan permukaan tanah turun yaitu beban bangunan berat di suatu wilayah sehingga lapisan di bawahnya turun. 

Lalu, natural konsolidasi tanah misalnya lempung atau pasir halus. Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan kecepatan penurunan muka tanah yang terjadi saat ini akan membuat Jakarta menghadapi banjir besar pada 2030. 

Berita Terkait : Penyusunan Kabinet Sudah Rampung, Jokowi Gak Pakai KPK

Menurutnya, penurunan muka tanah itu tak dapat dihentikan tetapi hanya diperlambat. Untuk menyelamatkan Jakarta dari banjir besar, pemerintah pusat maupun provinsi harus melakukan mitigasi dengan menyelesaikan pantai sepanjang 20 km yang melintang di pesisir utara Jakarta. [KPJ]