Dark/Light Mode

Manfaat Hilirisasi Nyata, Neraca Perdagangan RI Surplus 43 Bulan Berturut-turut

Sabtu, 6 Januari 2024 08:50 WIB
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics CORE Mohammad Faisal (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics CORE Mohammad Faisal (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menegaskan, kebijakan hilirisasi mulai memberikan manfaat positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Dia pun menyoroti perubahan struktur ekspor Indonesia, yang semula fokus pada ekspor komoditas beralih menjadi ekspor manufaktur. Saat ini, neraca perdagangan Indonesia surplus selama 43 bulan berturut-turut.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan pada November 2023 mencapai 2,41 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Sementara, surplus akumulatif periode Januari-November 2023 mencapai 33,63 miliar dolar AS.

Faisal menjelaskan, ekspor Indonesia berubah sejak ada hilirisasi, sehingga ekspor produk olahan nikel meningkatkan jenis ekspor untuk logam dasar. Itu masuk kategori manufaktur yang memberikan nilai tambah dibanding ekspor barang mentah.

"Betul bahwa ekspor kita mulai merasakan manfaat dari hilirisasi. Walaupun memang tingkat pengolahannya masih tahap awal dan bisa disempurnakan lagi potensinya. Itu lebih baik daripada ekspor barang mentah," kata Faisal kepada Media Center Indonesia Maju, Jumat (2/1/2024).

"Kalau kita puas dan setop di sini, justru negara lain yang akan mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Artinya, hilirisasi ini harus terus diolah,” imbuhnya.

Meski neracanya surplus, tapi nilainya turun 1,06 miliar dolar AS, dibanding periode Oktober 2023. Bahasa lainnya, surplus atau kelebihan ekspor terhadap impor semakin mengecil nilainya.

Peraih gelar doktor dari Universitas Queensland itu menekankan, hilirisasi memang kebijakan yang berorientasi pada jangka panjang. Jika pemerintah terus menggeber surplus neraca perdagangan dengan mengekspor barang mentah, maka Indonesia akan kehilangan daya tawar dan kesempatan emasnya untuk menjadi negara besar di masa depan.

Baca juga : Gibran Tegaskan Hilirisasi Solusi Konkret Perdagangan Antara Indonesia Dengan Negara Lain

Sebagai informasi, hilirisasi merupakan upaya negara untuk mendongkrak ekonominya dengan memberikan nilai tambah atas suatu komoditas.

Ketika Indonesia berkomitmen mengoptimalkan hilirisasi nikel, pemerintah praktis melarang ekspor nikel dalam bentuk barang mentah (raw material).

“Apakah kita ingin mendapat keuntungan sesaat, tapi nilainya kecil. Atau keuntungan jangka panjang dengan nilai yang lebih besar," ujar Faisal.

Hilirisasi, lanjutnya, membuat kita rugi jangka pendek karena ada ekspor yang tereduksi. Tapi, jangka panjangnya, kita akan punya produk dengan nilai tambah yang lebih besar.

Kalkulasi dagangnya, hilirisasi akan jauh lebih menguntungkan, ketimbang jual barang mentah.

Kalau hilirisasi ditunda dengan alasan supaya bisa ekspor raw material, ya tidak baik. Karena sumber dayanya akan habis.

"Semakin banyak kita mengekspor barang mentah, semakin sedikit kita merasakan nilai manfaatnya. Secara kuantitas dan peluang, jumlah investor yang datang akan semakin kecil, karena hilirisasi menjadi tidak menarik lagi,” papar Faisal.

Dia pun tidak menampik munculnya resistensi dari sejumlah negara, yang menentang kebijakan hilirisasi.

Baca juga : Neraca Perdagangan RI Oktober Surplus Rp 53 T

Itu sebabnya, Faisal yang juga alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengusulkan dua hal, agar kebijakan hilirisasi tidak mengganggu neraca perdagangan.

Pertama, pemerintah harus menentukan sektor hilirisasi prioritas. Dalam konteks ini, Faisal menilai Indonesia memiliki segudang potensi hilirisasi. Mulai dari sektor energi, perikanan, pertanian, hingga kehutanan.

Namun, kalkulasi pasar dan permintaan harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan sektor yang akan menjadi senjata andalan Indonesia.

“Kalau satu komoditas dijadikan produk, tapi permintaan pasarnya malah sedikit, itu berarti gagal hilirisasinya. Makanya, nikel dan electric vehicle itu mungkin paling menjanjikan karena kalkulasi market dan permintaannya ada. Jadi, kita harus menentukan hilirisasi prioritas. Tidak bisa semuanya bersamaan,” terang Faisal.

Kedua, pemerintah harus siap bertarung di arena politis melalui platform diplomasi perdagangan. Sebab, hilirisasi sama artinya dengan memberikan restriksi atau proteksi terhadap suatu komoditas, yang mungkin saja negara lain memberikan respons serupa kepada Indonesia.

"Setiap ada hilirisasi, pasti ada larangan ekspor. Di situlah harus ada kesiapan trade diplomacy. Karena akan sangat lumrah ketika negara protes atau men-challenge kebijakan hilirisasi. Itulah fakta yang kita hadapi dengan negara lain,” beber Faisal.

“Jadi, kalau mau mengoptimalkan hilirisasi, tidak bisa bergerak parsial hanya bisnisnya saja. Investasi sendiri, perdagangan sendiri, diplomasi sendiri. Itu nggak bisa. Semuanya harus dilakukan secara bersamaan. Itulah yang dilakukan negara-negara maju, beber Faisal.

Nilai Tambah Signifikan

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, hilirisasi memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap produk yang dihasilkannya.

Baca juga : Ganjar Siap Hilirisasi Sektor Perkebunan Dan Kelautan Jika Jadi Presiden

Dia menyebutkan, nilai ekspor komoditas nikel hanya mencapai 3,3 miliar dolar AS pada 2018. Tetapi, begitu larangan ekspor dan hilirisasi diberlakukan, nilai ekspor nikel terus melonjak hingga 33 miliar dolar AS pada 2022.

Bahlil menerangkan, hilirisasi tidak hanya akan fokus pada komoditas nikel saja. Berdasarkan roadmap hilirisasi 2040, pemerintah menargetkan nilai investasi dari hilirisasi mencapai 545,3 miliar dolar AS pada 2040, yang berasal dari 8 bagian dan 21 komoditas.

Salah satu peluang hilirisasi di masa depan bisa dilihat dari PT Freeport Indonesia (PTFI), yang memiliki “harta karun” yang masih tersimpan di Grasberg Papua.

Untuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diperpanjang dari 2018 hingga 2024, PTFI optimistis bisa menyetorkan hingga Rp 1.200 triliun ke negara.

Setelah 2024, PTFI pun masih yakin mampu menyetorkan sekitar 4 miliar dolar AS atau Rp 62 triliun setiap tahunnya.

PTFI, yang merupakan perusahaan tembaga terbesar di Indonesia, bisa memanfaatkan hilirisasi tembaga seiring tingginya permintaan kendaraan listrik.

Pasalnya, kebutuhan tembaga diprediksi meningkat hingga empat kali lipat lebih besar, dibanding kendaraan konvensional.

“Untuk baterai kendaraan listrik, komposisi tembaga cukup signifikan sekitar 10,8 persen. Ini juga sangat krusial. Kita harus punya cadangan tembaga yang cukup, kalau kendaraan listrik ini akan jadi salah satu backbone dari transisi kita ke depannya,” kata Vice President Government Relation and Smelter Technical Support PT Freeport Indonesia, Harry Pancasakti, pada Desember 2023.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.