Dark/Light Mode

Maksimalkan Hilirisasi

Ekspor Oleokimia RI Bisa Tembus Rp 843 Triliun Pada 2030

Jumat, 2 Februari 2024 18:04 WIB
Maksimalkan Hilirisasi Ekspor Oleokimia RI Bisa Tembus Rp 843 Triliun Pada 2030

RM.id  Rakyat Merdeka - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) memproyeksikan nilai ekspor produk oleokimia atau bahan kimia yang terbuat dari lemak seperti mentega, sabun, dan minyak goreng Indonesia bisa mencapai 54 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 843 triliun pada 2030.

Proyeksi tersebut bisa direalisasikan jika hilirisasi sawit di Indonesia bisa terus berkembang.

Sekretaris Jenderal APOLIN Rapolo Hutabarat mengatakan, kenaikan nilai ekspor oleokimia sendiri tidak terlepas dari permintaan beragam industri dari kosmetik, makanan-minuman hingga farmasi.

“Diperkirakan pasar oleokimia pada 2030 itu meningkat menjadi 54 miliar dengan asumsi pertumbuhan 6 persen setiap tahun,” ujar Rapolo di acara Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit bertemakan “Perkembangan dan Kontribusi Industri Hilir Sawit Bagi Perekonomian Indonesia" di Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/1/2024).

Baca juga : Nilai Hilirisasi Produk Sawit Bisa Tembus Rp 15 Ribu Triliun Pada 2028

Rapolo menambahkan, nilai ekspor oleokimia tahun lalu mengalami penurunan karena anjloknya nilai komoditi dunia yakni sebesar 3,5 miliar dolar AS, dengan volume diperkirakan 4,2 juta ton.

Pada 2022, nilai ekspor oleochemical mencapai 5,4 miliar dolar AS dengan volume 4,2 juta ton.

“Memang secara keseluruhan nilai ekspor produk sawit kita di 2023 hanya 31 miliar dolar AS, jadi memang turun semua. Negara tujuan utamanya, China, India, Uni Eropa,” ujar Rapolo.

Lebih lanjut, dia menuturkan pasar ekspor oleokimia terbesar Indonesia adalah kawasan Asia Pasifik yang mencapai 16 miliar dolar AS dan sisanya Uni Eropa dan Amerika.

Baca juga : Makin Solid, BNI Capai Laba Rp 20,9 Triliun Di 2023

Produknya mayoritas faty acid, fatty alcohol dan sebagainya. Untuk Eropa, konsumennya Jerman, Perancis, Italia, Inggris yang memang lebih menginginkan produk berkelanjutan.

“Sebenarnya Indonesia harus melebarkan penjualan ke Afrika karena total populasinya 1,4 miliar jiwa, tapi Gross Domestic Product (GDP)-nya rendah, sekitar 2.000 dolar AS," tambahnya.

Adapun tantangannya saat ini, ujar Rapolo, ada beberapa produk hilir sawit yang masih diabaikan oleh pelaku industri sawit Indonesia, salah satunya tokoferol (senyawa organik berupa antioksidan yang larut di dalam lemak) dan betakaroten (senyawa organik hidrokarbon).

Padahal pangsa pasarnya masing-masing sebesar 1,3 miliar dolar AS dan 4,7 miliar dolar AS.

Baca juga : Tembus Rp 51,58 Triliun, Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut

Angka itu, melebihi nilai ekspor oleokimia yang ada selama ini. Tapi saat ini produsen betakaroten dan tokoferol itu tak satupun perusahaan Indonesia, semua dari Eropa, China, Jepang dan Amerika.

Global suplly chain tokoferol ada 16 pemain dan tidak ada satupun dari Indonesia.

"Padahal, sumbernya dari Indonesia. Seharusnya BUMN farmasi kita yang masuk. Ini jadi PR kita bersama,” pungkas Rapolo.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.