Dark/Light Mode

KOPUNI: Membangun Stabilitas Lingkungan Melalui “Koperasi Pupuk Petani”

Minggu, 21 April 2024 16:43 WIB
Memberi pupuk tanaman. (Sumbert: Istimewa)
Memberi pupuk tanaman. (Sumbert: Istimewa)

Prevalensi Penggunaan Pupuk Kimia di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara agraris dengan penduduk yang banyak mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian (Wibowo, 2012). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 135,3 juta orang, yang 29,96% di antaranya berada pada sektor pertanian. Salah satu aktivitas dalam meningkatkan kualitas pertanian adalah penggunaan pupuk. Akan tetapi, banyak para petani yang lebih memilih menggunakan pupuk berbahan kimia dengan alasan lebih efisien dalam penggunaannya (Djojosumarto, 2008).

Hal tersebut dibuktikan dengan berkembangnya merek pupuk kimia yang mencapai 1.650 pada tahun 2019 (Ditjen PSP Pertanian, 2019). Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi urutan keempat dalam menyumbang emisi di Indonesia yang berasal dari penggunaan pupuk kimia berlebihan dalam proses produksi hasil panen. 

Penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dapat merubah tingkat kesuburan dan karakteristik dari tanah (Maghfoer, 2018). Penggunaan pupuk kimia tidak hanya berdampak negatif terhadap lingkungan, namun juga terhadap sistem kesehatan konsumen produk pertanian. Pupuk kimia mengandung zat berbahaya yaitu organoklorin, yang dapat mengganggu keseimbangan saraf manusia dan menyebabkan kejang-kejang (Yuantari, 2011). 

Baca juga : Bamsoet Apresiasi Kementan Tingkatkan Alokasi Bantuan Subsidi Pupuk Bagi Petani

Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi penggunaan pupuk kimia. Mulai dari pemberian subsidi pupuk organik, inovasi dalam pengembangan pupuk organik seperti pupuk kompos, pupuk hayati, pupuk hijau, dan pupuk mikroba (Maryam, 2018). Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan pembatasan penggunaan pupuk kimia dengan memberikan batasan dalam pemberian pupuk subsidi, hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pupuk anorganik (Daniel, 2021). 

KOPUNI: Membangun Stabilitas Lingkungan Melalui “Koperasi Pupuk Petani”

Meskipun sudah banyak inovasi yang dikembangkan dalam pembuatan pupuk organik, namun hal tersebut belum mampu menjawab terkait masalah penggunaan pupuk kimia yang berlebih. Hal yang sebenarnya perlu diperhatikan lebih dalam adalah cara pemerintah dalam menyalurkan pupuk tersebut di masyarakat khususnya kalangan petani. Maka dari itu kami menghadirkan KOPUNI, Koperasi Pupuk Petani. KOPUNI sendiri terlahir dari sebuah inovasi dalam menekan tingkat maraknya penggunaan pupuk kimia. 

KOPUNI merupakan sarana simpan pinjam dalam pengambilan pupuk organik siap pakai yang sudah dikelola. Simpan pinjam yang dimaksud adalah penukaran sampah-sampah organik dengan pupuk organik yang sudah dikelola dari simpanan sampah yang tersedia. Para masyarakat yang membutuhkan pupuk dapat memilih pupuk sesuai kebutuhan, baik pupuk organik cair maupun pupuk organik padat.

Baca juga : Mentan Gandeng Pabrik Pakan Maksimalkan Penyerapan Jagung Petani

Alur Pengoperasian KOPUNI Sejalan Bersama SDGs

Alur pengoperasian KOPUNI adalah memilih satu titik dari setiap desa sebagai tempat distribusi pupuk organik kepada masyarakat. Dalam memilih tempat sebagai titik pendistribusian pupuk pastinya akan dipilih berdasarkan letak strategis yang sesuai dengan jangkauan masyarakat dan tempat pembutan pupuk tersebut, agar tidak mengganggu pemukiman masyarakat. Melalui moto KOPUNI yaitu “Beri Milikmu, Ambil Milik Kita” secara tidak langsung menyatakan kontribusi setiap individu dalam mendukung keberadaan pupuk organik. Masyarakat atau petani yang ingin mengambil pupuk organik tidak perlu membayar dengan uang, melainkan menggantinya dengan sampah organik rumah tangga yang dimiliki. Sampah organik yang dimaksud dapat berupa kotoran hewan, sisa makanan, daun kering, ataupun hasil panen yang sudah tidak terpakai. 

Sampah-sampah hasil penukuran masyarakat dengan pupuk organik akan dipisah berdasarkan fungsi dan kegunaannya untuk dikelola. Sampah dedaunan kering akan diolah menjadi pupuk organik padat, sedangkan sampah hasil kotoran hewan akan diolah menjadi pupuk organik cair. Pengemasan pupuk cair akan dikemas dengan botol dan pupuk organik padat akan dikemas dalam kemasan plastik. Sementara pupuk organik yang lebih akan dijual ke kota-kota besar, hal tersebut akan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat. 

Dalam menjalankan misi dari KOPUNI, pastinya diperlukan banyak sekali dukungan dari berbagai pihak. Keterlibatan dari banyak relawan sangat diperlukan dalam mengelola dan mendistribusikan pupuk organik kepada masyarakat. Kami juga memerlukan peran dari para investor dan pemerintah dalam mendanai modal awal pembuatan tempat KOPUNI. Selain itu peran dari pemerintah dan para investor dalam menopang dan memeratakan KOPUNI di setiap wilayah sangat diharapkan dalam mewujudkan bumi yang hijau dan bebas dari pencemaran lingkungan. Dengan adanya keterlibatan dari berbagai pihak dalam membantu berdirinya KOPUNI, akan dapat mengalihkan pandangan masyarkat di tengah maraknya pupuk kimia yang berkembang. 

Baca juga : Kemlu: 4 WNI Korban Kapal Tenggelam Di Korsel Masih Dicari

Pengalihan pupuk kimia atau anorganik menjadi pupuk organik merupakan salah satu langkah besar dalam menyelamatkan ekosistem lingkungan. Hal tersebut juga dapat mengurangi penumpukan sampah-sampah rumah tangga seperti dedaunan, sisa makanan, dan kotoran hewan. Indonesia memiliki banyak persedian bahan baku dalam pembuatan pupuk organik, hal tersebut dibuktikan dengan data limbah makanan (food loss and waste) pada tahun 2000-2019 yang mencapai 23-48 juta ton setiap tahun (Bappenas, 2021) yang dapat menghasilkan 5,5 liter pupuk organik cair dari setiap 10 kg limbah makanan (Rohmadi et.al, 2022). 

Maka dari itu hadirnya KOPUNI sebagai wadah pengumpulan limbah organik sekaligus pengelolaan pupuk organik merupakan jawaban yang tepat dalam menanggulangi tingkat pencemaran lingkungan akibat bahan kimia. KOPUNI bertujuan untuk mengolah tumpukan sampah rumah tangga, sehingga dapat digunakan menjadi pupuk yang membantu masyarakat dalam mengurangi penggunaan bahan kimia. Dengan adanya inovasi KOPUNI maka sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya pada poin ke-13 yaitu, penanganan perubahan iklim. Selain itu juga dapat mewujudkan tujuan lain dari SDGs pada poin ke- 3 yaitu kehidupan sehat dan sejahtera dan poin ke- 15 yaitu ekosistem darat.  

Penutup

KOPUNI merupakan sarana dalam mengelola sampah organik menjadi pupuk organik ramah lingkungan. Melalui moto yang dimiliki KOPUNI yaitu “Beri Milikmu, Ambil Milik Kita” secara tidak langsung mengajak kontribusi dari berbagai pihak dalam menaggulangi permasalahan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Dengan adanya KOPUNI masyarakat dapat turut mengambil bagian dalam menjalankan misi SDGs terutama pada poin ke- 3, ke- 13, dan ke- 15. Hadirnya KOPUNI juga dapat mendukung kehijauan bumi yang sehat dan terhindar dari pencemaran lingkungan.

Franciska Mareta Uli
Franciska Mareta Uli
Penulis naskah

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.