Dark/Light Mode

Waste-to-Energy: PLTSa sebagai Solusi Semu?

Minggu, 21 April 2024 05:04 WIB
Pemilahan Sampah di PLTSa Benowo (Risky Andrianto / ANTARA)
Pemilahan Sampah di PLTSa Benowo (Risky Andrianto / ANTARA)

Melansir dari Katadata, pada tahun 2023, terdapat 35 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia terbakar, yang artinya penanganan sampah perlu diprioritaskan. Salah satu penyebab utama kebakaran adalah adanya TPA dengan sistem open dumping (area terbuka tempat sampah dibuang tanpa diproses), sehingga timbulan sampah, terutama sampah organik, menghasilkan gas metana yang menjadikan TPA mudah terbakar. Dalam jangka panjang, gas metana dari TPA dapat menyebabkan perubahan iklim yang tentu merugikan perekonomian, sehingga pemerintah perlu segera mencari solusi sebelum menutup sistem ini. Tahapan penutupan sistem open dumping dapat dilakukan dengan mengkonversi timbulan sampah menjadi energi listrik menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

PLTSa mampu mengurangi 90% volume sampah, mencegah pelepasan karbon dioksida, dan gas metana di TPA (David, 2019). Tidak hanya itu, PLTSa juga mendukung proses transisi menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Adapun, PLTSa yang baru beroperasi pada tahun 2023 di Indonesia adalah PLTSa Putri Cempo, Surakarta. Dengan nilai investasi Rp300 miliar, PLTSa mampu mengolah 545 ton sampah menjadi 8 Mega Watt listrik. 

Permasalahan Pembangunan PLTSa

Ide pembangunan PLTSa memiliki permasalahan dari aspek non-komersial dan komersial. Aspek non-komersial pembangunan PLTSa dilihat dari segi pengelolaan sampah dan pengendalian emisi, sedangkan aspek komersial dilihat dari segi pendanaan. Dari aspek non-komersial dalam pembangunan PLTSa, proyek ini kerap dikritik oleh penggiat lingkungan, seperti Aliansi Zero Waste Indonesia, WALHI, dan Global Alliance for Incinerator Alternatives yang menyerukan solusi pengurangan sampah harus diterapkan di hulu melalui konsep zero waste dan bukan dari hilir dengan PLTSa karena pengurangan sampah dari hulu lebih ampuh mengurangi sampah dengan biaya satuan yang jauh lebih murah. PLTSa membutuhkan investasi besar, jadi seharusnya investasi diarahkan untuk menangani permasalahan sampah organik yang menyumbang emisi gas metana. Selain itu, PLTSa menghasilkan emisi yang sama dengan batu bara. Oleh karena itu, beberapa pihak menganggap bahwa pembangunan PLTSa hanya solusi semu pengelolaan sampah. Namun, apakah benar demikian?

Tantangan dan Prospek PLTSa

Solusi persampahan tidak bisa dititikberatkan pada sektor hulu karena penanganan sampah membutuhkan dua solusi yaitu sampah yang belum dan sudah berakhir di TPA. Bisa dilihat bahwa negara lain yang telah menerapkan upaya pengurangan dan pemilahan sampah dari hulu masih tetap menggunakan PLTSa, misalnya, Swedia, yang diklaim sebagai the world’s greenest country, memiliki 34 PLTSa, bahkan mengimpor hampir 800.000 ton sampah untuk PLTSa. Jepang juga memiliki 380 PLTSa yang didukung dengan layanan pemilahan, pengurangan, dan daur ulang sampah. Dari contoh tersebut, melansir dari KPMG, kebijakan PLTSa tidak dapat berdiri sendiri, PLTSa merupakan bagian dari pengelolaan sampah komprehensif dari hulu hingga hilir. Pada tahap hulu, masyarakat harus memilah sampah organik dan anorganik. Setelah dipilah, sampah yang bisa didaur ulang dapat dijual ke bank sampah, sedangkan sampah yang sulit didaur ulang, seperti styrofoam dan sampah organik, akan diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS). 

Idealnya, sampah dari TPS akan dibawa ke Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) untuk didaur ulang dan dikelola. Sisa sampah yang tidak dapat didaur ulang akan berakhir di TPA. Berdasarkan hal tersebut, proyek PLTSa harus dimulai dari kebijakan publik untuk mengurangi sampah, diikuti dengan daur ulang, lalu proses pembakaran atau insinerasi dalam PLTSa. Sisa abu pembakaran dapat didaur ulang menjadi pasir, kerikil, dan conblock. Praktik ini sudah dilakukan di Singapura yang memiliki 4 PLTSa. Dari data National Environment Agency, Singapura, PLTSa telah membantu Singapura, yang memiliki keterbatasan lahan, untuk memperpanjang masa operasional TPA Semakau. Dari segi pengendalian emisi, Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal mengatur batas maksimum emisi melalui alat pemantau pengeluaran emisi secara terus menerus. 

Selain aspek non-komersial, PLTSa juga menghadapi permasalahan dalam aspek komersial dari sisi anggaran, Return On Investment (ROI), dan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS). Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (Perpres 35/2018), pembangunan PLTSa dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang didukung Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pembiayaan diutamakan dari APBD karena pengelolaan sampah merupakan kewenangan pemerintah daerah (pemda). Pembangunan PLTSa menggunakan APBD tentu memberatkan kas daerah, sehingga pemda perlu mencari investor melalui skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha). Beberapa proyek PLTSa telah mendapatkan investor, misalnya PLTSa Sumur Batu dengan investor Tiongkok, PLTSa Legok Nangka dengan investor Jepang, dan PLTSa Putri Cempo dengan investor PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP) asal Indonesia. Adanya beberapa kerja sama ini menunjukkan potensi minat investor dalam proyek PLTSa. Selain sisi anggaran, pemerintah masih dihadapkan dengan permasalahan ROI EBT yang rendah karena PLN sebagai pembeli listrik satu-satunya tentu akan membeli dengan harga tetap berdasarkan Perpres 35/2018 sedangkan nilai investasi proyek ini besar. Sebagai solusi, dibandingkan menetapkan harga beli, pemerintah pusat dapat menetapkan batas minimum harga beli atau memperluas opsi menjual listrik oleh investor ke industri sekitar. Cara ini diharapkan mampu mengkompensasi sisi ROI

Karena nilai investasi yang besar, pemda dihadapkan dengan mahalnya BLPS yang bersumber dari APBD untuk dibayarkan pada investor dalam mengelola tonase sampah. BLPS merupakan sumber pemasukan bagi investor. Dari data Kementerian Keuangan, rata-rata pemda hanya menganggarkan 1% dari total APBD untuk pengelolaan sampah, sedangkan besaran anggaran ideal yaitu 3-5% dari total APBD. Maka dari itu, pemda perlu meningkatkan APBD untuk pengelolaan sampah melalui penyesuaian retribusi sampah untuk mendukung PLTSa karena retribusi sampah di Indonesia tergolong murah sehingga tidak menutup biaya operasional. Demi memastikan investasi PLTSa dapat berjalan, pemerintah juga perlu menyediakan alokasi jaminan risiko karena investor memerlukan jaminan bahwa usahanya akan terlindungi dari risiko kewajiban finansial pemerintah. Dalam praktiknya, Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) memang ditugaskan untuk melakukan penjaminan kepada investor terhadap janji-janji pemerintah yang  mencakup risiko infrastruktur, politik, gagal bayar, dan risiko lain sesuai ketentuan undang-undang. 

Penutup

Percepatan pembangunan PLTSa menjadi penting mengingat PLTSa mampu mengatasi masalah sampah di TPA secara signifikan dan menghasilkan energi listrik secara bersamaan. Dari aspek non-komersial, proyek PLTSa tentu harus dibarengi dengan pengelolaan sampah di hulu dan pengawasan emisi. Apabila pemerintah mengabaikan kedua hal tersebut, maka PLTSa hanya akan menjadi solusi semu semata. Sedangkan dari aspek komersial, pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan investor melalui skema KPBU agar pembangunan PLTSa tidak memberatkan APBD. Demi menarik minat investor, terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu penetapan batas minimum harga beli listrik atau perluasan opsi penjualan listrik oleh investor ke industri sekitar untuk meningkatkan ROI, penyesuaian retribusi sampah untuk mengkompensasi pembayaran BLPS kepada investor, dan penyediaan alokasi jaminan risiko melalui BUPI kepada investor. 

Ekklesia Nauly
Ekklesia Nauly
Ekklesia Nauly

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.