Dark/Light Mode

Soal Revisi PP 109, Bea Cukai: Belum Ada Kesepakatan

Jumat, 15 November 2019 18:30 WIB
Pekerja industri tembakau. (Foto: Antara)
Pekerja industri tembakau. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat belum ada kesepakatan apapun terkait wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sunaryo menilai, pengendalian konsumsi rokok saat ini sudah bagus, apalagi didukung oleh kenaikan tarif cukai yang signifikan. Menurut dia, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sudah cukup. “Itu sama presiden (persetujuannya),” kata dia di Jakarta, seperti ditulis Jumat (14/11). 

Sunaryo mengakui, untuk menyusun PMK 152, Kementerian Keuangan telah melakukan berbagai upaya luar biasa. Aturan ini dinilai sebagai bentuk pengendalian yang nyata. Melalui beleid tersebut, tarif cukai rokok golongan I naik di atas 50 persen. 

Baca juga : 12 Orang Diamankan, Belum Ada Tersangka

Dia menegaskan, belum ada kesepakatan apapun terkait wacana revisi PP 109/2012. Proses revisi PP 109/2012 juga wajib melibatkan berbagai kementerian. Di antara kementerian yang terlibat antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Termasuk di dalamnya kementerian koordinator dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).   

Sebelumnya, sejumlah asosiasi industri tembakau yang tergabung dalam Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) kompak menyampaikan penolakannya terhadap rencana revisi PP 109/2012 karena tujuannya hanya akan mematikan Industri Hasil Tembakau yang selama ini telah mempekerjakan jutaan orang dari hulu ke hilir. 

“Kami akan segera menyurati Bapak Presiden untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012. Kami harap beliau dapat mempertimbangkan dan merumuskan keputusan yang tepat,” jelas Ketua Umum Gaprindo, Muhaimin Moefti. 

Baca juga : Soal Penyerapan Anggaran PUPR, Basuki Beda Dengan Sri Mulyani

Moefti meyakini, Presiden dan kabinet barunya dapat mendengarkan aspirasi dari para asosiasi pelaku IHT yang memiliki kontribusi besar dalam menggerakkan perekonomian negara. Dengan kenaikan tarif cukai yang tinggi ditambah rencana revisi PP 109/2012, nasib Industri Hasil Tembakau (IHT) akan semakin terpuruk. 

Dampak negatifnya tidak hanya dialami oleh industri, namun juga ke perekonomian negara. Pada IHT, mata pencaharia’, seperti petani tembakau dan cengkih, buruh pabrik, pekerja serta pemilik toko ritel, akan terancam hilang. Pabrikan rokok pun terkena imbasnya. Dari jumlah pabrik sebanyak 4.000-an pada 2007 silam, kini pabrikan yang tersisa hanya 700-an. 

Tekanan pada industri diperkirakan akan mengancam seluruh mata rantai produksi yang terlibat, mulai dari tenaga kerja dan bisnis di bidang perkebunan, baik itu para petani tembakau dan cengkih; para tenaga kerja pabrikan; hingga pekerja dan pemilik toko ritel; serta lini usaha lain yang terkait. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.