Dark/Light Mode

Dua Perusahaan Batal Investasi Proyek Baterai

BKPM: Minat Investor Di Hilirisasi Tetap Tinggi

Jumat, 28 Juni 2024 07:00 WIB
Produsen bahan kimia asal Jerman, BASF.
Produsen bahan kimia asal Jerman, BASF.

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah memastikan batalnya dua perusahaan kimia internasional menanamkan modalnya di Indonesia pada proyek baterai, tidak mempengaruhi minat investor asing di sektor hilirisasi tambang. Hal itu bisa dilihat dari progres kerja sama investasi di sejumlah sektor tambang.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan mengatakan, perusahaan raksasa asal Jerman BASF membatalkan rencana investasi pemurnian nikel-kobalt pada proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Tak hanya BASF, perusahaan tambang asal Prancis, Eramet, juga mundur dari proyek tersebut.

Nurul bilang, keputusan tersebut telah diketahui oleh Pemerintah Indonesia. Ditegaskannya, langkah BASF dan Eramet tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di Indonesia.

Baca juga : Hore, Kemiskinan Di Jakarta Turun

Menurutnya, BASF dan Eramet telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PTEHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay. Nilai investasinya ditaksir mencapai 2,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 42,64 triliun di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.

Proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP). Keputusan mundur diambil setelah melakukan berbagai evaluasi.

“Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus sehingga akhirnya membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini,” ujar Nurul, seperti keterangan yang diterima Rakyat Merdeka, Kamis (27/6/2024).

Baca juga : Paraguay Vs Brazil, Duel Pelampiasan

Keputusan BASF dan Eramet tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan. Khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Sehingga, BASF memutuskan tidak akan melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik.

“Kami melihat hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru ini Indonesia mendapat peringkat 27 pada World Competitiveness Ranking (WCR) 2024. Top 3 terbaik di wilayah ASEAN,” imbuh Nurul.

Baca juga : Pecco Pengen Kuasai Assen

Menurutnya, minat investor asing di sektor hilirisasi tetap tinggi. Bahkan beberapa proyek investasi di sektor tersebut telah mencapai tahap realisasi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.