Dark/Light Mode

Putra Mahkota UEA dan Tony Blair Jadi Dewan Pengarah

Tiga Tokoh Asing, Apa Sanggup Tarik Investor di Ibu Kota Baru?

Jumat, 17 Januari 2020 08:29 WIB
Dari kiri: Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed, CEO Softbank Corp. Masayoshi Son, dan mantan PM Inggris Tony Blair (Foto: Istimewa)
Dari kiri: Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed, CEO Softbank Corp. Masayoshi Son, dan mantan PM Inggris Tony Blair (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kehadiran tiga tokoh asing dalam pembangunan ibu kota baru dikritik. Dinilai tak akan mendongkrak investasi.Ketiga tokoh asing ini dipercaya menjadi Dewan Pengarah pembangunan Ibu kota baru di Kalimanatan Timur. 

Mereka adalah Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed, CEO SoftBank Corp. Masayoshi Son, dan eks Perdana Menteri Inggris, periode 1997-2007 Tony Blair

Presiden Jokowi menjelaskan, tiga tokoh tersebut dipakai untuk menarik kepercayaan para investor. “Saya sampaikan yang ingin kita bangun ini adalah trust, membangun trust. Beliau-beliau ini memiliki pengalaman yang baik di bidang pembangunan kota,” kata Jokowi usai menjadi pembicara dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, kemarin. 

Jokowi mencontohkan Mohamed bin Zayed memiliki pengalaman saat membangun kota Masdar di Abu Dhabi. Kota ini mendapat reputasi baik dari dunia karena dianggap kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Adapun Masayoshi, kata Jokowi, dikenal memiliki reputasi baik di bidang teknologi dan keuangan. Sementara Blair, dianggap memiliki pengalaman di bidang pemerintahan. “Saya kira memang ingin kita membangun trust internasional,” jelasnya. 

Baca juga : Johnny Plate Jadi Orang Ketiga dari Nasdem yang Dipanggil ke Istana

Terkait pembangunan ibu kota baru, Jokowi meminta publik tidak mengartikannya dengan sekadar memindahkan gedung pemerintah saja. 

Ia ingin ada perubahan pola pikir, pola kerja, dan perubahan sistem.“Kami akan install sistem sehingga semua meng ikuti sistem yang ada,” tuturnya. 

Direktur Institute for Deve lopment of Economics and Fi nance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai, tiga tokoh asing yang dilibatkan dalam pem bangunan ibu kota baru tidak akan memberikan dampak optimal selama persoalan rea lisasi investasi di Indonesia ti dak dibenahi. 

“Orang yang mengajukan persetujuan investasi selama ini juga banyak sekali, tapi reali sasinya hanya 40 persen. Artinya, peran dari apakah Putra Mahkota Abu Dhabi atau Tony Blair sekaligus tidak ada menyelesaikan persoalannya. Karena masalahnya bukan trust orang berinvestasi,” katanya. 

Enny menjelaskan, berbagai macam regulasi hanya mengatur, tapi tak terimplementasi. Contohnya Online Single Submission (OSS). 

Baca juga : Mengandung Bahan Kimia Berbahaya, IKEA Tarik Travel Mug Troligtvis

“Tapi dalam realitanya sekalipun sudah menggunakan sistem OSS, tapi orang mengurusnya berbelit-belit, susah tidak ada kepastian. Ada omnibus law, mau disatukan segala macam, tapi sepanjang nanti kewe nangan tidak clear, ya sama saja tidak menyelesaikan masalah,” jelasnya. 

Komitmen reformasi birokrasi hingga perbaikan regulasi dan kemudahan berusaha, diyakini Enny dapat meningkatkan nilai realisiasi investasi di Indonesia. 

Selain itu, investasi di ibu kota baru nantinya harus dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. “Tapi kalau investasi itu tidak ada mutual benefit, artinya manfaat atau keuntungan untuk kepentingan nasional kita tidak ada. Kalaupun ada tapi kecil, ya percuma,” tuturnya. 

Pengamat tata kota, Nirwono Joga menyayangkan keputusan pemerintah membentuk dewan pengarah pembangunan ibu kota yang anggotanya berasal dari asing. 

Nirwono menyebut, kini konsep kota internasional lebih cocok disematkan kepada ibukota baru ketimbang kota pemerintahan yang selama ini digaungkan. 

Baca juga : Sepanjang Desember 2019, Kenaikan Ekspor Sektor Pertanian Paling Tinggi

“Menurut saya itu jadi pertanyaan paling mendasar, kecuali kalau tadi Presiden Jokowi membangun sebuah kota internasional. Tidak perlu embelembel ibu kota negara. Beda, kalau arahnya seperti kemarin melibatkan investor asing itu lebih tepat kita sebut sebagai kota internasional,” jelasnya. 

Menurut Nirwono, untuk bisa men datangkan investor, pemerintah harus membuka akses ter hadap rencana induk. Termasuk juga akses informasi jalan hingga jaringan komunikasi. Padahal, informasi ini bisa saja bersifat rahasia dan sensitif sehingga tidak dapat dipublikasikan secara luas. 

“Sistem keamanan kita bagaimana? Itu kan bukan untuk publik,” ujarnya. 

Untuk diketahui, total anggaran yang dibutuhkan pemerintah sebesar Rp 466 triliun. Di mana 19 persen berasal dari APBN dengan skema kerja sama pengelolaan aset di ibukota baru dan di Jakarta. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.