Dark/Light Mode

2050, Bank Dunia Stop Biayai Proyek Energi Fosil

Indonesia Mau Cari Utangan Ke Mana Lagi?

Sabtu, 18 Januari 2020 08:27 WIB
Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan World Bank (Bank Dunia), Mari Elka Pangestu.
Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan World Bank (Bank Dunia), Mari Elka Pangestu.

RM.id  Rakyat Merdeka - Lembaga kredit internasional seperti Bank Dunia tak mau lagi mendanai pengembangan proyek energi fosil.Mereka akan fokus pada pendanaan di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). Jika tak bisa mengikuti hal ini, Indonesia bisa kesulitan mencari utangan.

Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan World Bank (Bank Dunia), Mari Elka Pangestu mengatakan, untuk lembaga internasional seperti Bank Dunia, juga bank komersial internasional Standard Chartered akan menerapkan kebijakan ini mulai 2050. 

“Lembaga-lembaga internasional ini tidak mau lagi mendanai proyek yang berbasis energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara,” ujar Mari di hadapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di acara Indonesia Millenial Summit di Jakarta, kemarin. 

Baca juga : Ini Suasana Latihan Perdana Timnas Indonesia U-19 Bareng Shin Tae Yong

Diterangkannya, kebijakan pendanaan bagi EBT ini adalah satu dari sekian faktor yang memicu terjadinya transformasi energi fosil ke energi bersih dalam beberapa tahun ke depan. 

Mari melanjutkan, Bank Dunia juga mulai selektif dalam menyalurkan kredit untuk pembangunan proyek energi. Sikap ini juga sudah disampaikan ke pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu. “Jadi ada syarat-syarat sustainability-nya,” kata Mari. 

Menurut Mari, situasi ini terjadi karena adanya tekanan dari pihak swasta dan konsumen yang menggunakan energi.Dicontohkannya, masyarakat Beijing, China, menuntut pemerintah mengurangi energi batubara, karena polusi yang semakin parah. Lalu ada juga sosok Greta Thunberg, gadis berusia 17 tahun asal Swedia yang lantang menyuarakan dampak perubahan iklim. 

Baca juga : Indonesia Ajak Semua Pihak Cegah Eskalasi Ketegangan Di Timur Tengah

Mari pun menyebut tekanan sosial di dunia internasional untuk mendorong penggunaan energi bersih ini kerap disebut Greta Effect.Dikatakannya, perubahan ke biasaan masyarakat dunia ini sangat besar pengaruhnya. Mereka mulai sadar akan lingkungan sehingga kegiatan atau produk-produk yang menggunakan energi fosil mulai ditinggalkan. 

“Prediksi kami, puncak penggunaan fossil fuel hingga 2030, setelah itu akan mulai turun dan akan beralih ke energi terbarukan,” ujar Mari. 

Hal tersebut akan terjadi seiring dengan peningkatan kemampuan ekonomi dan berubahnya gaya hidup masyarakat di seluruh dunia.“Ini sebenarnya transformasi energi karena faktor ekonomi, sosial dan politik. Ini juga akan menjadi tren dunia kedepannya,” tegas Mari. 

Baca juga : Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Harus Perkuat Jaringan Kemitraan

Menanggapi hal ini, Menteri ESDM Arifin Tasrif berjanji untuk terus mengembangkan energi baru terbarukan ke depannya. Diterangkan Arifin, saat ini pemerintah telah memulai dengan penerapan mandatori bio diesel 20 dan 30 persen (B20 dan B30). 

“Ke depannya penggunaan biodiesel akan kita tingkatkan hingga B100. Tidak semuanya menggunakan minyak turunan sawit, tapi juga pohon lain yang bisa menghasilkan energi,” kata dia. 

Seperti diketahui, Kementerian ESDM memasukkan program EBT ke dalam program dan kebijakan strategis prioritas pada tahun 2020.Kementerian juga menggenjot penyelesaian regulasi terkait kendaraan listrik. Di antaranya rancangan untuk Peraturan Menteri ESDM soal Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan regulasi pendukung Perpres kendaraan listrik. [NOV]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.