Dark/Light Mode

Tekan Jumlah Perokok, Indonesia Perlu Tiru Amerika Dan Swedia

Jumat, 1 Mei 2020 12:08 WIB
Ilustrasi. (ist)
Ilustrasi. (ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di sejumlah negara penjualan produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan snus didukung dengan peraturan. Hal itu karena penjualan produk tersebut terbukti berhasil menekan jumlah perokok.

Seperti di Amerika Serikat dan Swedia produk tembakau alternatif menjadi pilihan untuk menghindari rokok karena sudah dilengkapi dengan penetapan dan implementasi regulasi yang sesuai.

Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya menilai, langkah yang dilakukan Amerika Serikat dalam mengatur produk tembakau alternatif bisa menjadi contoh bagi Indonesia.

Amerika Serikat memperkenalkan produk tembakau alternatif melalui proses evaluasi yang ketat, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA).

"Kami berharap Pemerintah Indonesia mulai mempertimbangkan untuk melakukan kajian ilmiah di dalam negeri yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk akademisi dan peneliti,” kata Amaliya dalam keterangannya, kemarin.

FDA izinkan snus dipasarkan di negara tersebut untuk pertama kalinya pada November 2015. Hal itu karena dianggap sejalan dengan tujuan melindungi kesehatan publik. Izin pemasaran dikeluarkan setelah FDA menyetujui permohonan Aplikasi Pra-Pemasaran Tembakau (Pre-Market Tobacco Application atau PMTA) yang diajukan oleh Swedish Match.

Baca juga : Amazon Masuk Indonesia Bisa Jadi Lintah UMKM

Hasilnya, jumlah perokok di Swedia berkurang drastis. Snus, yang merupakan produk berupa kantung tembakau cacah ini, berasal dari Swedia dan cukup populer di negara tersebut. Keputusan yang dibuat FDA berdasarkan pada hasil penelitian yang menyeluruh dan kerangka regulasi berbasis kajian ilmiah, yaitu PMTA dan MRTP.

Untuk itu, sebelum membuat keputusan yang keliru terhadap produk tembakau alternatif, pemerintah bersama pemangku kepentingan lainnya harus mendorong kajian ilmiah di dalam negeri.

“Kajian ilmiah tersebut juga dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk membentuk regulasi yang proporsional terhadap produk tembakau alternatif dengan mempertimbangkan profil risiko yang dimiliki," jelasnya.

Berdasarkan data Public Health Agency of Sweden, setahun kemudian jumlah perokok di Swedia menurun menjadi 8 persen untuk perokok pria dan 11 persen untuk perokok wanita dari total populasi sebesar 10 juta jiwa, dan menjadi yang terendah di Eropa.

"Hasil kajian ilmiah ini dapat memberikan perspektif baru terhadap produk tembakau alternatif. Selama ini, banyak persepsi yang keliru. Hal ini harus diluruskan, sehingga keberadaan produk tembakau alternatif dapat memberikan manfaat, terutama bagi perokok dewasa yang ingin beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko,” tegas Amaliya.

Sebelumnya, Profesor Kesehatan Masyarakat dari Universitas Johns Hopkins, David Abrams menilai bahwa nikotin bukan musuh. Adanya produk tembakau alternatif bikin angka perokok di Swedia tiga kali lebih rendah dari Bulgaria, Yunani, Hungaria, atau Turki.

Baca juga : Pamerkan Tersangka Korupsi, Ketua KPK: Demi Timbulkan Rasa Keadilan

“Nikotin bukanlah musuh kita. Tetapi, tembakau yang dibakar adalah sumber permasalahannya,” kata David Abrams.

Kemudian pada Oktober 2019, melalui jalur aplikasi Produk Tembakau dengan Risiko yang Dimodifikasi (Modified Risk Tobacco Products atau MRTP), FDA mengizinkan snus dijual di Amerika Serikat dengan klaim sebagai produk alternatif yang lebih rendah risiko dibandingkan dengan terus merokok.

Keputusan ini dibuat setelah FDA meninjau bukti ilmiah yang diajukan Swedish Match. Hasilnya, FDA menyatakan bahwa produk tersebut memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

Selain itu, hasil kajian ilmiah juga menunjukkan bahwa pengguna snus berisiko lebih rendah terkena penyakit kanker mulut, penyakit jantung, kanker paru paru, stroke, emfisema, dan bronkitis kronis daripada perokok.

“Keputusan hari ini menunjukkan kelayakan bagi perusahaan (Swedish Match) untuk memasarkan secara spesifik produk-produk tembakau tersebut (snus) sebagai produk yang memiliki risiko lebih rendah bagi konsumen, setelah melalui evaluasi ilmiah.

"Tim ahli kami telah memeriksa aplikasi ini untuk memastikan bahwa produk tembakau tersebut (snus) memenuhi standar kesehatan masyarakat dalam undang-undang,” kata Komisaris FDA, Ned Sharpless beberapa waktu lalu.

Baca juga : Di Indonesia Masih Banyak Belum Paham Perbedaan Nikotin Dengan TAR

Karena telah mendapatkan klaim dari FDA bahwa snus memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok, produk tersebut juga berpotensi mendapatkan potongan pajak di Negara Bagian Georgia, Amerika Serikat.

Saat ini, Georgia sedang mengajukan rancangan undang-undang (House Bill 864), yang mengatur tentang pajak produk tembakau alternatif.

Dalam rancangan tersebut, setiap produk yang telah memperoleh klaim risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok dari FDA, maka akan mendapatkan potongan pajak hingga setengahnya.

Dengan begitu, pajak snus akan menjadi lima persen yang dari sebelumnya 10 persen. Perlu diketahui bahwa penolakan di berbagai negara pada tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan snus dikarenakan adanya perbedaan persepsi. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.