Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Defisit APBN 2020 Melonjak Rp 330,3 Triliun
Berat Jika Ekonomi Kita Diharap Tumbuh
Rabu, 26 Agustus 2020 07:19 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus melebar. Tercatat sampai akhir Juli 2020 angkanya mencapai Rp 330,2 triliun. Ini setara dengan 2,01 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan, dengan kondisi ini, berat jika ekonomi kuartal ketiga diharapkan tumbuh positif.
Menurut Sri Mulyani, defisit ini meningkat 79,5 persen dibandingkan periode sebelumnya. Pada Juli 2019, defisit APBN hanya Rp 183,9 triliun atau 1,16 persen dari PDB.
“Peningkatan defisit APBN terjadi karena penerimaan negara mengalami tekanan, sementara belanja meningkat karena pandemi virus corona. Kondisi ini memberikan dampak ke APBN sangat besar. Defisit 2 persen dari PDB kita, sampai akhir tahun diestimasi 6,34 persen dari PDB,” ujar Sri Mulyani saat memberikan paparan soal APBN secara virtual, kemarin
Dia merinci, realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp 922,2 triliun, yaitu 54,3 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp 1.699,9 triliun.
Baca juga : Ini Tanda-tanda Ekonomi Kita Di Jalan Yang Benar
Capaian ini terkontraksi 12,4 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu Rp 1.052,4 triliun.
Dijelaskan Ani, sapaan Sri Mulyani, pendapatan negara turun karena penerimaan perpajakan terkontraksi hingga 12,3 persen, yaitu hanya Rp 711 triliun atau 50,6 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 Rp 1.404,5 triliun.
Untuk realisasi untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hanya sebesar Rp 208,8 triliun atau terkontraksi hingga 13,5 persen (yoy) dan telah mencapai 71 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp 294,1 triliun.
Sementara, untuk realisasi belanja negara hingga Juli tahun ini tumbuh 1,3 persen yaitu sebesar Rp 1.252,4 triliun dari Rp 1.236,3 triliun pada periode sama tahun lalu.
Ani mengatakan, realisasi Rp 1.252,4 triliun, merupakan 45,7 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp 2.739,2 triliun.
Baca juga : Semoga Belanja Pemerintah Bisa Selamatkan Ekonomi Kita
Pertumbuhan belanja negara ditunjang oleh belanja pemerintah pusat sebesar Rp 793,6 triliun yang tumbuh 4,2 persen dari periode yang sama 2019 yakni Rp 761,3 triliun dan 40,2 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 Rp 1.975,2 triliun.
Realisasi belanja pemerintah pusat yang tumbuh 4,2 persen itu didorong oleh belanja bantuan sosial Rp 117 triliun atau 68,6 persen dari target dalam Perpres 72/2020 Rp 170,7 triliun dan mampu tumbuh hingga 55,9 persen
“Oleh karena itu, dampaknya terhadap defisit APBN sangat besar yaitu di dalam perpres sampai akhir tahun estimasi sebesar 6,34 persen dari PDB dan sampai akhir Juli defisit adalah 2 persen,” katanya.
Ani mengatakan, risiko tekanan ekonomi masih akan terus terjadi jika daya beli konsumsi masih rendah. Adapun saat ini, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II minus 5,32 persen. Sedangkan pada semester pertama pertumbuhan ekonomi minus 1,24 persen.
“Down risk menunjukkan suatu tanda yang cukup nyata pada kuartal ketiga dan keempat,” kata Ani.
Baca juga : Pusat Anggarkan Rp 15 Triliun Untuk Pulihkan Ekonomi Daerah
Ke depannya, pemerintah berupaya keras mendorong konsumsi ke zona positif. Namun demikian, pemulihan konsumsi ini cukup berat.
“Konsumsi masih belum menunjukkan pemulihan dan kita masih ada waktu 1,5 bulan di kuartal III-2020,” jelasnya.
Ani berharap belanja pemerintah akan bisa terserap. Hal ini bisa mendongkrak zona ekonomi yang positif. Diperkirakan akan tumbuh 0 persen di 2020. Sedangkan jika skenario berat di minus 1,1 persen.
“Jadi konsumi harus kembali ke zona positif di kuartal ketiga dan keempat ini memang cukup berat di kuartal ketiga karena konsumi belum mendapatkan pemulihan yang diberikan,” tandasnya. [NOV]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya