Dark/Light Mode

Diguyur BI 500 Triliun

Ekonomi Kok Masih Memble

Kamis, 30 April 2020 07:34 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. (Foto: Dwi Pambudo/RM)
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. (Foto: Dwi Pambudo/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak awal tahun, Bank Indonesia (BI) sudah mengguyur Rp 503,8 triliun untuk membantu pemerintah memperbaiki perekonomian akibat pandemi corona. Namun, sayangnya sampai sekarang kondisi ekonomi kita masih memble.

Kenapa bisa terjadi ya? Dari hasil hitungan pemerintah, penanganan pandemi akan membuat defisit anggaran membengkak 5,04 persen atau sekitar Rp 1.400 triliun. Sebagian diperoleh dari BI melalui kebijakan pelonggaran moneter. Nama kerennya kebijakan tersebut Quantitatife Easing (QE).

Baca juga : Jokowi Pede Ekonomi Meroket Tahun Depan

Inti kebijakan ini adalah bank sentral menambah jumlah uang beredar dengan melakukan pembelian berbagai surat berharga seperti obligasi, guna membanjiri pasar keuangan dengan uang cash, hingga meningkatkan likuiditas.

Sejak pemerintah menerbitkan Perppu No 1 tahun 2020 tentang penanganan corona, BI ikut serta dalam lelang Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer atau perdana. Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo dari awal tahun BI sudah menginjeksi likuiditas sebesar Rp 503,8 triliun melalui kebijakan pelonggaran moneter.

Baca juga : KLHK Berikan Stimulus Ekonomi Ke Petani Hutan

Kenapa hasilnya belum terasa bagi perekonomian? Perry mengatakan, hal ini karena kebijakan moneter yang di keluarkan oleh Bi belum diimbangi dengan kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah. “Karena kebijakan moneter bank sentral ini tidak bisa langsung masuk ke sektor riil, tetapi butuh kebijakan atau stimulus fiskal seperti yang sekarang sudah diumumkan pemerintah melalui Menteri Keuangan,” kata Perry dalam video conference di Jakarta, kemarin.

Karena itu, lanjut dia, pemerintah perlu mempercepat stimulus fiskal tersebut agar dana dari BI itu bisa mengalir dari perbankan ke sektor riil. Dengan begitu kegiatan ekonomi bisa dengan cepat bergerak. Pemerintah sendiri sudah punya stimulus fiskal seperti jaring pengaman sosial, insentif industri, subsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR), kartu prakerja, program keluarga harapan, dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Baca juga : BI Paparin Kondisi Ekonomi, Ini Isinya

Perry menambahkan, selain kebijakan fiskal juga dibutuhkan kebijakan restrukturisasi kredit dari bank kepada nasabah. Kebijakan ini diatur oleh regulator keuangan. “Agar quantitative easing ini efektif ke sektor riil. Dibutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah, BI dan regulator keuangan. Presiden sudah menyampaikan program pemulihan ekonomi yang dirumuskan agar bisa mengalir dan nendang ke sektor riil,” jelasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.