Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Serangan Cyber Terorganisir

Awas, Industri Keuangan Rawan Rugi Ribuan Triliun

Minggu, 4 Oktober 2020 05:44 WIB
Serangan Cyber Terorganisir Awas, Industri Keuangan Rawan Rugi Ribuan Triliun

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri keuangan nasional harus terus berupaya meningkatkan keamanan transaksi para nasabahnya. Sebab, kini kejahatan cyber makin kompleks dan teroganisir.

GLOBAL Business Indonesia Guide (GBG), sebuah perusahaan teknologi global menyampaikan, berdasarkan penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) 2020, institusi finansial di Indonesia harus mewaspadai modus tipuan berbasis teknologi.

Asian Pacific (APAC) Managing Director GBG, June Lee mengungkapkan, pihaknya bersama The Asian Banker belum lama ini melakukan survei tentang dampak penipuan pada ins­titusi finansial dan teknologi.

Baca juga : 12 Perusahaan Siap Investasi Di Indonesia, Nilainya Capai Rp 1.048 Triliun

Survei itu dilakukan di lebih dari 300 institusi finansial di 6 negara wilayah Asia Pasifik, seperti Australia, Tiongkok, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Hasilnya, lebih dari 32 persen responden dari Indonesia menyatakan bahwa yang paling merugikan di sektor finansial adalah serangan cyber.

“Kejahatan cyber berpotensi menimbulkan kerugian rp 171 miliar dolar AS ini (setara Rp 2.543,6 triliun). Dan, perlu diketahui kini serangan itu makin kompleks dan terorganisir,” ungkap Lee, dalam diskusi virtual di Jakarta.

Lee mengungkapkan, kejahatan cyber paling marak dilakukan melalui pesan singkat (SMS) dengan cara meminta nomor rekening, atau disebut dengan cara money mule. Kejahatan ini diprediksi akan meroket hingga 68 persen pada 2020-2021.

Baca juga : Bertahan Saat Pandemi, Mandiri Syariah Andalkan Layanan Digital

Kejahatan itu, papar Lee, seringkali melibatkan rekayasa atau social engineering dan skema first party fraud. Yakni, bersiasat agar korban mau membuka rekening bank dan mengelola transaksi. “Money mule dinilai sebagai tipe fraud terbesar kedua, yang memiliki dampak signifikan kepada institusi finansial di Indonesia pada 2019,” jelasnya.

Selain itu, Lee menyampaikan, GBG menemukan tingginya angka kejahatan cyber lainnya di antaranya berupa pemalsuan identitas (55 persen) dan pencurian identitas (53 persen).

“Melihat hal ini, institusi finansial di Indonesia disarankan untuk lebih menjaga keamanan digital nasabahnya,” ujarnya.

Baca juga : Serapan Upah Program Padat Kemenhub Capai Rp 63 Miliar

Pengamat Teknologi dari Researcher Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Adityo Hidayat mengatakan, sudah seharusnya industri keuangan menerapkan multi sector authentication, untuk meningkatkan keamanan transaksi.

Yakni, menerapkan authentication dan authorization (otentikasi dan otorisasi). Dengan menerapkan itu, dipaparkannya, jaringan teknologi, bisa mengenal siapa yang sedang mengakses sistem.

Apakah si nasabah sendiri, atau orang lain yang tengah mencoba masuk ke akun bank. “Sistem biometrik sangat melekat dalam diri kita. Ada sidik jari, bentuk wajah, ada retina. Itulah yang paling akurat dan aman,” tegasnya kepada Rakyat Merdeka.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.