Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Daging Anjing Bukan Produk Pangan, Pemerintah Awasi Peredarannya
Minggu, 8 November 2020 21:15 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah mensinyalir banyak terjadi pelanggaran dalam perdagangan dan pemotongan anjing untuk konsumsi, terutama menyangkut kesejahteraan hewan. Untuk itu, peran Pemerintah Daerah (Pemda) dituntut bertindak dengan membuat Peraturan Daerah (Perda).
Saat Webinar Pengawasan Lalu Lintas Perdagangan Anjing Jawa-Sumatera yang diselenggarakan Forum wartawan Pertanian (Forwatan) Jakarta, Minggu (8/11), Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Syamsul Maarif mengatakan, perdagangan peredaran daging anjing termasuk kategori ilegal. Ini menjadi target pengawasan dan penindakan aparat penegak hukum.
Karena mempertimbangkan budaya, etnis dan unsur Sara, Syamsul mengharapkan Pemda turun tangan dengan membuat Perda. Misalnya yang dilakukan Pemda Karanganyar.
“Kasus Karanganyar didukung wali kota, tapi di Solo, wali kotanya tidak melakukan hal yang sama,” katanya.
Menurut Syamsul, ada beberapa alasan masyarakat mengkonsumsi anjing. Antara lain terkait budaya, kepercayaan, mitos, ada juga untuk obat. Alasan lainnya karena sudah menjadi kultur, budaya masyarakat seperti di Sulawesi Utara, Maluku, Yogyakarta, Solo dan Sumatera Utara.
“Konsumsi daging anjing juga masih terjadi di negara-negara seperti China, Vietnam, Laos, Kamboja dan Korea,” ujarnya.
Syamsul melihat dalam perdagangan anjing ternyata banyak penyimpangan, khususnya aspek kesejahteraan hewan, terutama transportasi dan proses pemotongan. Kondisi tersebut berdampak pada aspek zoonosis (kesehatan hewan) dan keamanan pangan.
Perdagangan anjing tersebut, diakui Syamsul, kemudian menimbulkan banyak protes dari kalangan pencinta hewan. Mereka mengirim surat langsung ke Presiden dan Menteri.
Baca juga : Kementerian ATR/BPN Jamin Kunci Potensi Penyelewengan
Semua protes, seolah-olah pemerintah tidak berupaya menghalangi perdagangan dana konsumsi anjing.
“Dari luar negeri juga protes terjadi pelanggaran kesejahteraan hewan saat pemotongan hewan,” ucapnya.
Sementara, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Agus Sunanto mengakui perdagangan anjing menjadi bisnis yang menggiurkan, karena tingginya kebutuhan.
Data Badan Karantina Pertanian, lalu lintas anjing dari Jawa ke Pulau Sumatera mencapai 2.000 ekor per bulan.
“Tugas Karantina di sini adalah mencegah lalu lintas perdagangan hewan dari daerah wabah rabies ke wilayah bebas rabies. Jadi tidak ada larangan perdagangan anjing sepanjang dari daerah bebas rabies,” ujarnya.
Karena itu, menurut Agus, dalam lalu lintas hewan telah ditetapkan persyaratan karantina yakni, melengkapi sertifikat kesehatan hewan dari tempat pengeluaran, status dan situasi daerah asal yakni bebas rabies, memenuhi persyaratan teknis karantina, pemeriksaan dokumen dan pemantauan.
“Dari sisi karantina, jika perdagangan hewan tidak memenuhi persyaratan, tindakan kita menolak atau memusnahkan,” tegasnya.
Sementara, Mery dari perwakilan JAAN (Jakarta Animal id Network) mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang melanggar dalam perdagangan anjing. Pasalnya, dari hasil investigasi banyak terjadi perdagangan ilegal anjing, khususnya untuk konsumsi.
Baca juga : Dari Polman, Mentan Genjot Produksi Kedelai Dengan Kemitraan
“Tiap hari sebanyak 500 ekor anjing masuk ke Solo, melalui jalur tanpa pengawasan. Sekitar 13.400 ekor anjing dipotong di Solo oleh 83 penjual daging anjing. Perdagangan berlangsung masif, jadi perlu regulasi yang pelaksanaannya ditegakkan,” tuturnya.
Provinsi Jawa Barat yang masih wilayah pandemi Rabies menjadi pemasok utama perdagangan anjing ke Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mery mengkhawatirkan, perdagangan ilegal anjing tersebut akan memperluas wilayah wabah rabies. Dia berharap keseriusan pemerintah dalam mengatasi perdagangan anjing.
“Saya setuju sikap Pemerintah Kabupaten Karanganyar yang melarang rumah makan anjing. Kami juga mendukung program sterilisasi anjing,” tegasnya.
Bukan Bagian Pangan
Pada kesempatan itu, Syamsul kembali menjelaskan, dilihat dari aspek definisi pangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, daging anjing bukan bagian dalam produk pangan karena bukan termasuk peternakan dan kehutanan.
Sedangkan dari aspek kesejahteraan hewan, berdasarkan Undang-Undang No. 18/2009 Juncto UU No. 41/2014, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41/2014 terjadi pelanggaran Pasal 91B dan Pasal 302 KUHP mengenai proses pemotongan anjing dengan cara menyakitkan dan dianiaya. Bagi pelaku bisa dipidana 1-6 bulan denda Rp 1-5 Juta,” tuturnya.
Baca juga : Belanja Pemerintah Jadi Penggerak Ekonomi Di Tengah Pandemi
Sementara dari aspek zoonosis dan keamanan pangan, Syamsul mengatakan, memang ada mitos di masyarakat mengenai manfaat kesehatan mengonsumsi daging anjing. Namun, dia mengingatkan, mengkonsumsi daging anjing berisiko membawa penyakit Rabies, E. coli, Salmonella spp, Kolera dan Trichinellosis.
Dilihat dari aspek pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan, Syamsul mengungkapkan, sebenarnya penjualan anjing atau daging anjing dapat dibatasi melalui edukasi/pendekatan secara perlahan.
“Persoalannya, perilaku manusia dalam lalu lintas perdagangan anjing yang dilakukan umumnya tidak sesuai prosedur, bahkan melalui jalur tanpa pengawasan,” ujarnya.
Padahal UU No. 18/2009 menyebutkan setiap orang dilarang mengeluarkan dan/atau memasukkan hewan, produk hewan, dan/atau media yang dimungkinkan membawa penyakit hewan lainnya dari daerah tertular dan/atau terduga ke daerah bebas. Bagi pelaku yang melanggar akan terkena pidana 1-5 tahun, denda Rp 150 juta hingga 1 miliar.
“Dari hasil survei ternyata 82,2 persen pelaku mengetahui aturan hukum, tapi mereka tidak bisa mengubah pola perilaku. Karena itu, kuncinya adalah bagaimana kita mengubah perilaku dan sikap masyarakat,” ujarnya. [KAL]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya