Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Menkeu Naikkan Cukai Rokok 12,5 Persen, Ini Alasannya
Kamis, 10 Desember 2020 22:34 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan cukai hasik tembakau 12,5 persen per jenis rokok. Sementara untuk cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak dinaikkan karena menyerap tenaga kerja dan sedang pandemi.
Secara rinci, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah 16,9 persen untuk golongan I, 13,8 persen untuk golongan II A, dan 15,4 perse. untuk golongan II B. Sementara jenis SPM adalah 18,4 persen untuk golongan I, 16,5 persen untuk golongan II A, dan 18,1 persen untuk golongan II B.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kebijakan ini diambil pemerintah dengan mempertimbangkan lima aspek. Yaitu kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan.
Berangkat dari kelima instrumen tersebut, Pemerintah berupaya untuk dapat menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang inklusif. “Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan,” ujarnya, Kamis (10/12).
Baca juga : Ini Yang Mengerikan
Melalui aspek kesehatan, kenaikan tarif akan menaikkan harga jual yang akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok. Dan diharapkan penurunan prevalensi merokok menurun dari 33,8 persen menjadi 33,2 persen di 2021. Selain itu, diharapkan pula penurunan prevalensi merokok anak golongan usia 10 hingga 18 tahun yang ditargetkan turun menjadi 8,7 persen di 2024 dari 9,1 persen di 2020.
Dari aspek ketenagakerjaan, kata Menkeu, pemerintah berupaya melindungi keberadaan industri padat karya dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2021. Format kebijakan di atas tetap mempertimbangkan jenis sigaret (SKT) yang sangat berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja langsung sebesar 158.552 orang.
Dari aspek pertanian, besaran kenaikan tarif cukai memperhatikan tingkat serapan tembakau lokal. Oleh sebab itu, kenaikan tarif cukai sigaret kretek lebih rendah dari kenaikan tarif cukai sigaret putih, bahkan SKT tahun ini tidak mengalami kenaikan.
“Sehingga diharapkan, tingkat penyerapan tembakau lokal dapat terjaga mengingat terdapat lebih dari 526 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari pertanian tembakau,” ujarnya.
Baca juga : Pilkada Serentak 2020 Tak Dongkrak Ekonomi, Ini Alasannya
Dari aspek Industri terdapat bantalan kebijakan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk membentuk Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai langkah preventif terhadap peredaran rokok ilegal.
Dari aspek peredaran rokok ilegal, pemerintah terus meningkatkan pengawasan dan penindakan akan terus ditingkatkan baik yang bersifat preventif melalui sosialisasi dan pendirian Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Sedangkan tindakan represif melalui kegiatan Operasi Gempur Rokok Ilegal, Operasi Jaring, patroli laut, dan berbagai kegiatan penindakan yang sinergis dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya.
Dari aspek penerimaan, meskipun kebijakan tarif cukai hasil tembakau dititikberatkan pada pengendalian konsumsi, namun demikian, kebijakan cukai yang diambil mampu mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara.
“Target penerimaan cukai dalam APBN tahun 2021 sebesar Rp 173,78 triliun,” ujarnya.
Baca juga : Menkeu Percayakan Erick Kelola Indosat dan Bukopin
Untuk memastikan tercapainya tujuan kebijakan cukai hasil tembakau di atas dan meredam dampak kebijakan yang tidak diinginkan, maka pemerintah membuat bantalan kebijakan dalam bentuk pengaturan ulang penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Sebesar 50 persen akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani tembakau dan buruh rokok.
Hingga 30 November 2020, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai unit di bawah Kemenkeu, telah melakukan penindakan sebanyak 8.155 kali dengan rata-rata 25 tangkapan per hari. Penindakan tersebut berhasil mengamankan 384,51 juta batang rokok ilegal atau senilai dengan Rp 339,18 miliar. Meskipun dalam situasi pandemi, kegiatan pengawasan dan penindakan dibandingkan tahun sebelumnya meningkat 41,23 persen secara year on year (yoy). [DIT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya