Dark/Light Mode

Industri Sawit Bisa Tekan Angka Kemiskinan Dari Sabang Sampai Merauke

Kamis, 1 April 2021 17:39 WIB
Diskusi virtual tentang kelapa sawit/Ist
Diskusi virtual tentang kelapa sawit/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui peranan kelapa sawit dapat menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan petani sawit. 

Selain itu, kelapa sawit menunjukkan kontribusinya bagi pemenuhan pangan di dalam negeri, bahkan dunia.

Berdasarkan riset Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), perkebunan kelapa sawit mampu membangun daerah miskin dan terbelakang untuk menjadi sentra perekonomian baru. 

Sentra ekonomi baru ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Papua dan Papua Barat. 

“Kelapa sawit membantu dunia dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) mengatasi persoalan kemiskinan,” ujar Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI.

Hal ini diungkapkannya dalam Diskusi Webinar Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN) yang bertemakan "Peranan Kelapa Sawit Dalam Pengentasan Kemiskinan Dan Mewujudkan Gratieks”, Rabu (31/3). 

Pembicara lain yang hadir, antara lain Heru Tri Widarto (Direktur Tanaman Tahunan dan Tanaman Penyegar Kementan) dan Dr. Bedjo Santoso (Pengamat Kehutanan). 

Menurut Tungkot, tiga jalur industri minyak sawit menolong kemiskinan dunia. Pertama, jalur produksi melalui sentra perkebunan sawit. Kedua, jalur hilirisasi di negara importir minyak sawit. Ketiga, jalur konsumsi minyak sawit. 

Baca juga : Kolaborasi UBL dan Pegadaian Resmikan Ruang Kreatif dan Wisata Edukasi Daur Ulang Sampah

Setelah era bisnis HPH (Hak Pengusahaan Hutan) berakhir, muncul kota mati atau kota hantu karena ekonomi tidak bergerak. Imbasnya, masyarakat setempat menjadi miskin. 

“Di sini peranan kebun sawit rakyat yang merestorasi lahan eks HPH menjadi daerah produktif dan lestari secara lingkungan. Selain itu, perekonomian mulai bergerak dengan hadirnya perkebunan sawit,” jelas Tungkot. 

Dari aspek ekonomi, terjadi nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan ekonomi di pedesaan dan perkotaan. 

Nilai transaksi masyarakat kebun sawit dengan masyarakat perkotaan sebesar Rp 202,1 triliun/tahun dan masyarakat kebun saiwt dengan ekonomi pedesaaan sebesar Rp 59,8 triliun/tahun. 

Pertumbuhan perkebunan sawit di setiap daerah berkontribusi menurunkan kemiskinan. Kondisi serupa dialami oleh Malaysia, Thailand dan Papua Nugini. 

“Jadi, di mana ada perkebunan sawit, di situ kemiskinan turun, karena ada tenaga kerja yang masuk ke sana. Tumbuh pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru,”ucap dia. 

Begitupula di luar negeri, ada kesempatan kerja yang tercipta di industri hilir negara importir sawit. 

Penciptaan lapangan kerja mencapai 2,73 juta orang di negara tujuan sawit. Dari income generating sebesar Rp 38 triliun untuk program hilirisasi minyak sawit di negara importir.  

Baca juga : Kebijakan Kapolri Dekatkan Polisi Kepada Masyarakat

“Kita (Indonesia) negara eksportir mampu meningkatkan kinerja sawit. Begitupula di negara importir, kesempatan kerja meningkat. Itu terjadi di India, China dan Uni Eropa,” ujarnya.

Pengamat Kehutanan Bedjo Santoso mengungkapkan, industri kelapa sawit mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja.

Rinciannya, 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Devisa kelapa sawit tahun 2018 sebesar 240 trilliun rupiah. Kelapa sawit mampu menjadi tulang punggung  perekonomian nasional.

“Saya tidak sepakat dengan kebijakan moratorium sawit (Inpres Nomor 8 Tahun 2018). Aturan ini tidak jelas arahnya dan menggerogoti sawit sebagai tulang punggung ekonomi nasional,” ujar Bedjo.

Ia mengatakan, Pengembangan kelapa sawit (terutama sawit rakyat) dapat ditempuh melalui pembangunan ekosistem hutan tanaman kelapa sawit yang ramah lingkungan berbasis kearifan lokal. 

“Kebijakan pemerintah dalam perkelapasawitan yang kontraproduktif dengan upaya pengentasan kemiskinan perlu ditinjau kembali, agar sesuai prioritas kepentingan nasional,” sarannya.

Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto menyebut, total luas lahan sawit 16,38 juta hektar. 

Dari jumlah tersebut, luas perkebunan sawit rakyat 6,72 juta hektar. Sementara itu, potensi peremajaan sawit rakyat 2,78 juta hektar dengan sebaran dominan di Sumatera dan Kalimantan.

Baca juga : Istri Bams Membantah Selingkuh Sama Mertua

“Target periode 2020-2022 tumbuh 180 ribu hektar setiap tahunnya. Targetnya di 21 provinsi dan 108 kabupaten/kota,”ucap Heru.

Secara keseluruhan Ditjen Perkebunan menargetkan nilai ekspor komoditas utama, andalan dan pengembangan perkebunan periode 2020-2024 sebesar 74,31 milliar dolar AS atau setara Rp 1.040,33 trilliun.

Untuk mengejar seluruh target tersebut, Ditjen Perkebunan mendorong pengembangan logistik benih, meningkatkan produksi dan produkivitas, meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor.

“Kami juga mendorong modernisasi perkebunan, pembiayaan melalui KUR (kredit usaha rakyat), peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia), optimasi jejaring stakeholder,” ucap Heru.

Ditjen Perkebunan juga menargetkan selama  2020-2024 produksi perkebunan naik 7 persen per tahun, penyerapan tenaga kerja 5 persen, peningkatan PDB perkebunan 5 persen per tahun serta mengurangi losses 3 persen. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.