Dark/Light Mode

APEI: Tak Ada Kelangkaan Gula Rafinasi Kok!

Kamis, 20 Mei 2021 22:15 WIB
Tumpukan gula rafinasi di gudang di Jawa Timur. (Foto: Istimewa)
Tumpukan gula rafinasi di gudang di Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Polemik soal pasokan gula rafinasi untuk kebutuhan industri di Jawa Timur mulai menemukan titik terang. Belum lama ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur menggelar pertemuan virtual via Zoom yang dihadiri pelaku usaha dan para pemangku kebijakan.

"Pertemuannya diinisiasi Gubernur Jawa Timur (lewat Disperindag Jawa Timur). Hadir semua, Kemenperin (Kementerian Perindustrian), Kemendag (Kementerian Perdagangan), AGRI (Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia), dan kami sebagai pelaku industri," tutur Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Indonesia (APEI), Muhammad Zakki, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (20/5).

Ia melanjutkan, dalam pertemuan virtual tersebut diluruskan perihal informasi terkait pasokan gula rafinasi di Jawa Timur. "Saya harus luruskan berita yang sudah ada. Gula rafinasi itu tidak langka di Jawa Timur. Tetapi, gula itu harus diambil dari luar daerah sehingga itu berdampak pada high cost. Biaya transportasinya itu siapa yang tanggung. Ini yang menjadi persoalan," tutur dia.

Baca juga : KAI Gaet Trisakti Kembangkan Kawasan Stasiun Di DKI Jakarta

Ia menyebut, kondisi ini terjadi karena terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Aturan itu, kata dia, membuat pabrik gula di Jawa Timur, dalam hal ini PT Kebun Tebu Mas (KTM), tak lagi mendapat pasokan impor raw sugar sehingga tak bisa memasok gula rafinasi ke pelaku industri.

Ketua Umum AGRI Bernardi Dharmawan juga memastikan tidak ada kelangkaan gula rafinasi di Jawa Timur. AGRI menyediakan stok GKR di gudang Jawa Timur. Untuk membantu UKM, AGRI menawarkan harga jual yang sama di Jawa Timur, seperti harga jual di pabrik anggota AGRI. “Dengan demikian, UKM tidak menanggung biaya transportasi,” pungkas Benardi.

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Kemenperin Supriyadi menjelaskan, desakan agar PT KTM diberikan ijin impor raw sugar mustahil dipenuhi. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 tahun 2021, pabrik gula kristal putih (GKP) berbasis tebu untuk kebutuhan konsumsi tidak boleh memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi kebutuhan industri.

Baca juga : KKP Pastikan Tak Ada Izin Penangkapan Ikan Untuk Kapal Asing

Menurut Supriyadi, bila PT KTM yang merupakan pabrik gula berbasis tebu diberi kuota impor raw sugar untuk memproduksi gula rafinasi, dikhawatirkan akan memicu terjadinya ketergantungan terhadap impor dan cita-cita Indonesia mencapai swasembada gula bisa gagal tercapai. Supriyadi menilai, seharusnya PT KTM melakukan pengembangan lahan tebu yang saat ini masih kurang.

PT KTM, kata Supriyadi, sebenarnya telah mendapat alokasi impor raw sugar tahun ini mencapai 80.000 ton. Namun raw sugar itu diberikan bukan untuk memproduksi gula rafinasi melainkan untuk memproduksi gula konsumsi. "Sudah begitu, tetap kita kasih kok kuota raw sugar, hanya saja kan kita sesuaikan dengan perkembangan kebun tebunya dia (KTM). Dia dapat kok 80.000 ton, tapi masih teriak-teriak aja," jelas Supriyadi.

Alokasi raw sugar diberikan kepada PT KTM agar pabrik gula tersebut memperoleh lebih banyak penghematan anggaran belanja bahan baku. Itu diberikan sebagi insentif investasi dari pemerintah. Harapannya, PT KTM bisa menggunakan uang hasil penghematan tadi untuk memperluas area tanam kebun tebu miliknya. Namun, hingga kini luas tanam area tebu yang dimilik PT KTM belum memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah.

Baca juga : BMKG Pastikan Indonesia Tidak Ada Gelombang Panas

Dari hasil investigasi Kemenperin, uang penghematan yang diperoleh PT KTM malah digunakan untuk membeli tebu dari petani yang sudah menjalin kontrak dengan pabrik gula lainnya. Kondisi ini malah berbahaya bagi industri gula tebu di Jawa Timur. Ia khawatir, hal bisa memicu persaingan tidak sehat pada industri gula berbasis tebu di Jawa Timur.

"Kan di sana ada pabrik gula tebu lain. Ada PG BUMN dan lain-lain. Dengan dia (PT KTM) membeli tebu seperti itu, dia merusak harga pasar di sana (Jawa Timur). Industri yang lain. Justru persaingannya, jadi persaingan tidak sehat," tutur dia.

"Dia (KTM) kan bisa membeli tebu lebih mahal karena dia menerima insentif kuota raw sugar tadi. Jadi dia ada kelebihan (penghematan). Harusnya, kelebihan itu dia pakai untuk memperluas lahan perkebunan tebu. Kan memang maksud pabrik baru diberi insentif investasi biar dia bisa membangun perkebunan tebu sendiri," pungkas Supriyadi. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.