Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Belum Waktunya Kerek Tarif PPN
Investor Bakal Pikir Ulang Investasi Di RI
Senin, 7 Juni 2021 07:14 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sebelumnya 10 persen menjadi 12 persen tahun depan. Rencana ini sebaiknya dikaji lagi. Karena, berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kebijakan itu lebih banyak menimbulkan kerugian ketimbang manfaat untuk perekonomian.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, sampai tahun 2022 bahkan 2023 Indonesia masih dalam periode pemulihan ekonomi.
“Kalau dipaksakan ada kenaikan PPN, akan terjadi penurunan baik dari sisi daya beli masyarakat, inflasi, hingga indeks keyakinan konsumen di tahun depan,” kata Tauhid kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Baca juga : Indonesia Bukan Satu-satunya Negara Yang Batal Pergi Haji Tahun Ini
Tauhid menilai, jika dilihat dari sisi daya saing, sebenarnya tarif PPN Indonesia dibandingkan negara lain relatif sama, yaitu sekitar 10 persen. Oleh karenanya, kenaikan PPN akan membuat investor yang berencana untuk investasi ke Indonesia akan berpikir ulang. Sebab, investor perlu mengkalkulasikan biaya produksi hingga keuntungannya.
Selain itu, rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN dipastikan bakal mengurangi pendapatan negara. Karena, jika tarif PPN dinaikkan maka harga komoditas akan semakin mahal.
“Kenaikan harga komoditas akan menyebabkan masyarakat mengurangi tingkat konsumsinya seiring dengan belum berakhirnya krisis pandemi,” imbuhnya.
Baca juga : Andalkan Kearifan Lokal, Mensos Ungkap Jurus Atasi Banjir Di Surabaya
Jika pengenaan tarif PPN dilakukan dengan skema multi tarif, yakni ada yang tinggi dan ada yang rendah, menurutnya, akan semakin sulit dalam proses pengaturannya.
“Misal ada barang yang PPN-nya naik jadi 12 persen karena banyak dipakai orang menengah ke atas, akan ada barang yang PPN nya diturunkan karena banyak dipakai masyarakat menengah ke bawah. Akhirnya banyak akal-akalan, yang lebih murah pasti lebih laku,” terangnya.
Sementara, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menilai, pajak PPN akan erat kaitannya dengan konsumsi masyarakat.
Baca juga : Permudah Vaksinasi Daerah 3T, Pemerintah Bakal Gandeng ICRC
Ketika PPN dinaikkan, menurutnya, umumnya akan direspons oleh para pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga. Mungkin terlihat kenaikan ini tidak terlalu signifikan, namun tentu dalam kondisi pemuliham ekonomi dan tanpa treatment khusus dari pemerintah, hal ini berpotensi akan terdampak pada konsumen kelas menengah ke bawah.
Menurutnya, kenaikan harga barang akan memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Apalagi belum ada jaminan, bahwa pemulihan ekonomi dengan pertumbuhan yang baik, misalnya 5 persen.
“Semakin menyusahkan, kalau kebijakan pemerintah tidak optimal dalam menciptakan lapangan kerja formal yang mendorong kesejahteraan yang lebih baik,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka. [NOV]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya