Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pemerintah Diminta Kendalikan Harga Batu Bara Untuk Domestik

Senin, 25 Oktober 2021 21:24 WIB
Batu bara. (Foto: ist)
Batu bara. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Harga batu bara yang naik signifikan saat ini seperti pedang bermata dua.

Di satu sisi, ini memberikan keuntungan yang besar bagi pelaku industri sektor tambang batu bara di Indonesia yang mayoritas produksinya diekspor. 

Tetapi di sisi lain, menurut Indonesian Resources Studies (IRESS), kenaikan harga batu bara ini justru mengancam industri pengguna batu bara dalam negeri.

Marwan Batubara, Direktur Eksekutif  IRESS mengatakan di tengah kenaikan harga batu bara saat ini pemerintah perlu turun tangan untuk membantu industri dalam negeri yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.  

Baca juga : HNW Pertanyakan Pengurangan Bantuan Covid-19 Untuk Anak Yatim

Industri dalam negeri yang menggunakan batu bara sebagai sumber energinya, menurut Marwan tidak bisa membeli dengan mengacu pada harga pasar global yang sudah tinggi. 

Biaya energi yang tinggi akan menurunkan daya saing perusahaan bahkan dapat menyebabkan perusahaan gulung tikar. Karena itu, tidak hanya untuk sektor kelistrikan umum, pemerintah juga perlu menetapkan harga patokan untuk industri selain sektor kelistrikan umum. 

Sebagaimana diketahui pemerintah mengatur harga jual batu bara pemenuhan pasar dalam negeri (DMO) hanya untuk sektor kelistrikan umum yaitu sebesar 70 dolar AS per metrik ton seperti diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No.139.K/HK.02/MEM.2021. 

"Seharusnya harga industri juga ditetapkan langsung oleh pemerintah. Mungkin tidak 70 dolar AS per metrik ton, bisa saja menjadi 80 dolar AS atau 90 dolar AS, tetapi harus ditolong," ujar Marwan kepada wartawan, Senin (25/10).

Baca juga : Pemerintah Diminta Persiapkan Keberangkatan Perdana Jemaah Umrah

Menurut Marwan, intervensi pemerintah untuk harga batu bara domestik untuk sektor industri yang bukan kelistrikan umum, sangat diperlukan saat ini karena sebagian besar industri masih dalam tahap pemulihan setelah mengalami keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Hal ini juga sejalan dengan agenda pemerintah saat ini yaitu pemulihan ekonomi.

"Kalau kita berbicara soal kenaikan harga batu bara, penerima untung terbesar itu bukan negara. Tetapi pengusaha, investor, kontraktor batu bara. Pemerintah bisa mengatur harga jual batu bara untuk membantu industri dalam negeri kita yang sudah sangat terpuruk akibat Covid," ujar Marwan.

Apalagi, tambah Marwan selama ini pemerintah Indonesia tidak berani menerapkan skema windfall profits tax untuk sumber daya alam Indonesia, termasuk batu bara. Padahal, negara seperti Malaysia, India, Inggris, dan lainnya, menurut Marwan menerapkan skema windfall profits tax untuk sumber daya alam mereka. 

Dengan skema windfall profits tax, pajak yang diterapkan atas sumber daya alam seperti batu bara bersifat progresif. Semakin tinggi harga, maka pajaknya juga dinaikan. 

Baca juga : Demi Cinta, Wanita Ini Makan Abu Jenazah Suami

Sementara itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Redma Gita menyatakan, ada 2 pabrik yang mematikan pembangkit listriknya. Sedangkan 6 pabrik lagi mengurangi kapasitas pembangkitnya. Semua ada di Tangerang, Karawang dan Purwakarta. 

"Kondisi ini akan semakin parah jika pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan terkait DMO batu bara,” katanya. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.