Dark/Light Mode

Antisipasi Kemarau 2022, Kementan Dorong Gerakan Panen Air

Sabtu, 9 April 2022 20:53 WIB
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. (Foto: Istimewa)
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Pertanian (Kementan) dari jauh telah menyiapkan langkah guna mengantisipasi puncak musim kemarau tahun 2022 yang nantinya akan berlangsung pada bulan Agustus. Salah satu terobosan atau cara baru yang didorong yakni gerakan panen air.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan air hujan dan run-off merupakan salah satu sumber daya alam yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan mengalir ke saluran-saluran drainase menuju ke sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke laut.

Jika mampu diolah dan dikelola dengan baik, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia, terutama untuk keberlangsungan penyediaan air, terutama di sektor pertanian.

Baca juga : Genjot Produktivitas, Kementan Evaluasi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian

"Saya pernah ke daerah Katingan sudah melakukan metode panen air, di setiap genting rumah ada drum untuk menampung air hujan. Di Gunung Kidul di setiap bawah pohon besar ada cekungan untuk menampung air," demikian dikatakan Suwandi pada Bimbingan Teknis & Sosialisasi (BTS) Propaktani secara daring Episode 409 yang mengangkat topik Panen Air, Panen Hasil (Untuk Pertanian Tanaman Pangan), Jumat (8/4).

Pria penggemar pangan lokal ini menjelaskan gerakan panen air hujan ini adalah ilmu perubahan perilaku, dimana padahal pada tahun 70-an dan 80-an, Gunung Kidul terkenal dengan istilah sapi makan sapi, namun sekarang bisa memanfaatkan air hujan yang dulu dianggap muspro menjadi bermanfaat.

Di Wonogiri tanahnya banyak mengandung kapur tetapi dilapisi kompos setebal sekitar 30 cm, sehingga lahannya bisa ditanami jagung.

Baca juga : Sawah Di Sumba Timur Diserang Hama Belalang, Kementan Sarankan Petani Ikut AUTP

"Saya berharap kita semua bisa mengelola air, panen air sedemikian rupa sekaligus merubah kebiasaan untuk memanfaatkan air yang ada," katanya.

Untuk sawah yang menggunakan sumur submersible, seharusnya jangan langsung masuk sawah untuk tanam padi terus ke sungai dan akhirnya keaut. Air sebaiknya diputar dahulu untuk berbagai proses produksi, terakhir baru dilepas ke tempat pembuangan.

"Setiap jengkal tanah harus dimanfaatkan, setiap tetes air itu sumber kehidupan. Saya salut dengan Grobogan daerah kering bisa tanam dan panen padi 4 kali setahun dengan memanfaatkan air hujan. Biasanya daerah air yang menjadi faktor pembatas di situlah petani tangguh berjuang untuk mencukupinya," imbuh Suwandi.

Baca juga : Awasi Pelaksanaan Pembayaran THR, Kemenaker Buka Posko THR

Pada acara yang sama, Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono mendorong gerakan panen air sebagai langkah kongkret mengantisipasi kekeriangan, khususnya sektor pertanian.

Menurutnya, masyarakat harus memulai gerakan panen air hujan, yakni dengan menerapakan pola TRAP (Tampung dan manfaatkan, Resapkan ke tanah, Alirkan ke drainase, dan Pelihara masyarakat) sehingga air hujan menjadi tidak terbuang.

"Beberapa keuntungan memanen air hujan antara lain banjir berkurang, kekeringan berkurang, kesehatan meningkat, pertanian meningkat, perikanana meningkat, air tanah terjaga, lingkungan sehat, alam terjaga, dan masyarakat sejahtera," papar Agus.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.