Dark/Light Mode

Akademisi: Fatwa MUI Untuk Memperkokoh Prinsip Ibadah Kurban

Kamis, 9 Juni 2022 16:00 WIB
Ilustrasi sapi kurban/Ist
Ilustrasi sapi kurban/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ditetapkan pada 31 Mei 2022.

Menurut Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Atabik Luthfi, fatwa tersebut memperkokoh semangat dan prinsip ibadah kurban. 

"Prinsip ibadah itu sesuai dengan tujuan dan hikmahnya. Ibadah kurban itu adalah ibadah syiar. Hikmahnya itu adalah orang ingin membantu sesama melalui hewan atau daging-daging yang baik," kata Atabik saat dihubungi, Selasa (7/6).

Oleh karena itu, menurutnya, tidak mungkin orang yang ingin membantu dengan daging  yang tidak bagus atau hewan yang tidak baik. 

Baca juga : Dubes RI Untuk Malaysia Hermono Gelar Promosi Terpadu Sebulan Di Malaka

"Parameter hewan itu disebut baik, yakni harus sehat dan tidak cacat," ujarnya.

Selama ini, Atabik mengatakan, ada kekeliruan di kalangan masyarakat yang menganggap pekurban harus menyaksikan langsung, bahkan menyembelih hewan kurban sendiri.

Sementara, tidak semua orang menguasai teknis penyembelihan yang sesuai dengan tuntunan yang sudah dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

"Itu bukan esensi kurban. Melainkan teknis pelaksanaan kurban. Pada tataran ini, bisa menyesuaikan dengan keadaan. Sehingga tidak masalah orang tidak menyaksikan. Pun tidak masalah tidak terlibat langsung dalam penyembelihan, yang penting nilai manfaat  dirasakan banyak orang," imbuh Atabik.

Baca juga : Kabar Gembira, MUI Umumkan Vaksin Merah Putih Halal

Seperti diketahui, fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 menyebutkan, untuk mencegah peredaran PMK melalui pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (takwil) kepada orang lain.

Kemudian, umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/ atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

Oleh karena itu, Atabik yang juga menjabat Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan Pengurus Pusat Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi) menganjurkan, dalam teknis penyembelihan hewan kurban dilakukan oleh Juru Sembelih Halal (Juleha) atau orang yang memiliki kompetensi.

"Alih-alih ingin berkurban, tapi tidak tahu cara penyembelihannya, justru malah jadi bangkai kalau salah, dan haram dimakan," kata Atabik yang berlatar belakang pendidikan dari Pondok Modern Gontor.

Baca juga : Akademisi: Perlu Tim Pengawas Internal Untuk Pantau Kinerja LADI

Sementara, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri menyampaikan apresiasi kepada MUI yang telah mengeluarkan fatwa. 

Dengan adanya fatwa tersebut, masyarakat akan lebih khusyuk dan khidmat dalam melaksanakn kurban.

Kementan telah melakukan upaya dalam menjamin ketersediaan hewan kurban serta pendampingan kepada RPH menjelang Idul Adha di tengah pengendalian wabah PMK.

Fatwa MUI itu bentuk dukungan kepada pemerintah, sekaligus payung hukum bagi umat Islam. Sehingga dalam menjalankan kurban bisa lebih khusyuk dan khidmat," pungkasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.