Dark/Light Mode

Pencabutan Mandatory Spending Hapus Pembiayaan BPJS Kesehatan? Itu Mah Hoax

Rabu, 9 Agustus 2023 22:26 WIB
Ilustrasi kepesertaan BPJS Kesehatan (Foto: dok. Kemenkes)
Ilustrasi kepesertaan BPJS Kesehatan (Foto: dok. Kemenkes)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah hoax yang menyebut pencabutan mandatory spending menghapus skema pembiayaan BPJS Kesehatan, serta pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta JKN.

Mandatory spending dalam konteks ini, dimaksudkan untuk APBN dan APBD yang harus disediakan oleh pemerintah, untuk anggaran kesehatan.

Juru Bicara Kemenkes dr. M Syahril menegaskan, penghapusan mandatory spending tak berarti meniadakan anggaran. Yang benar, anggaran tersusun rapi berdasarkan perencanaan yang jelas dalam rencana induk kesehatan.

Baca juga : Kabupaten Muba Contoh Sukses Pemberdayaan SDM Lokal Sektor Migas

Anggaran dipastikan akan lebih efektif dan efisien karena berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan kita capai.

Tujuannya jelas, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya. Sehingga, semua tepat sasaran, tidak buang-buang anggaran.

“Kalau mandatory spending, itu terkait belanja wajib untuk membiayai program-program kesehatan seperti pencapaian target stunting, menurunkan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), eliminasi kusta, eliminasi TBC, dan penyiapan sarana prasarana,” jelas Syahril melalui laman resmi Kemenkes.

Baca juga : Orang Muda Ganjar Beri Layanan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

"Upaya pendanaan kesehatan perseorangan dalam program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS, tidak terkait dengan mandatory spending dalam UU Kesehatan. Tidak ada perubahan peraturan terkait BPJS Kesehatan. Sehingga, informasi yang menyebut mandatory spending menghapus pembiayaan BPJS Kesehatan, sama sekali tidak benar dan menyesatkan,” tegasnya.

Syahril juga menerangkan, skema pembiayaan dalam BPJS Kesehatan menggunakan sistem asuransi sosial. Uang yang dikelola merupakan iuran dari para peserta BPJS Kesehatan. Kalangan mampu akan membayar iurannya sendiri. Iuran pekerja penerima upah (pekerja formal), dibayar secara gotong royong antara pekerja (1 persen) dan pemberi kerja (4 persen). Sedangkan masyarakat tak mampu, dibayarkan pemerintah melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Tidak adanya mandatory spending tidak akan berpengaruh terhadap aspek layanan kesehatan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan, seperti yang selama ini sudah berjalan," tandas Syahril. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.