Dark/Light Mode

Derajat Tokenisme, Jebakan Perencanaan Pembangunan Daerah di Indonesia

Rabu, 7 Februari 2024 00:27 WIB
Ilustrasi Musrembang (Gambar: Dok. Pribadi)
Ilustrasi Musrembang (Gambar: Dok. Pribadi)

Di masa Orde Baru, bertahun-tahun masyarakat Indonesia terbiasa menjalankan mekanisme perencanaan secara top down, yaitu sentralisasi perencanaan berjalan di tingkat nasional. Banyak kritik dan bukti empirik yang menunjukkan rendahnya tingkat pelibatan masyarakat dalam metode ini, sehingga masyarakat tidak dapat berperan aktif dan tidak dapat mengetahui sejauh mana pelaksanaan program pembangunan telah berlangsung.

Pola ini kemudian mengalami perubahan saat era desentralisasi Indonesia dimulai pada tahun 1999, saat perencanaan akhirnya mengadopsi pola Bottom-up, sebagaimana diatur melalui UU Nomor 32/2004 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, dan UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam peraturan perundang-undangan ini diatur bahwa perencanaan daerah bermula dari desa sebagai unit terkecil negara dan harus ditempuh dengan mengedepankan aspek partisipatif masyarakat.

Jika di era Orde Baru pemerintah memiliki “Rakorbang” atau Rapat koordinasi Pembangunan, maka saat ini kita mengenal istilah Musyawarah Rencana Pembangunan atau lazim disebut dengan Musrenbang, yang merupakan forum partisipatif yang melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Melalui forum ini diharapkan rencana pembangunan yang dihasilkan lebih sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat, sehingga pelaksanaannya sendiri dilakukan berjenjang dari tingkat desa untuk menangkap aspirasi setempat.

Baca juga : Budiman Sudjatmiko Jelaskan Makna Pernyataan Penutup Prabowo di Debat Pamungkas Pilpres 2024

Namun disayangkan, forum ini seringkali dianggap sebagai sebuah formalitas semata karena tidak semua yang disepakati di dalamnya dapat dilaksanakan dan penentuan prioritas cenderung kurang tepat sasaran. Tidak jarang kita temukan media yang memuat berita mengenai kurang efektifnya mekanisme ini dilaksanakan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya partisipasi aktif masyarakat. Bentuk partisipasi ini, menurut Rahardjo Adisasmita, adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, mulai dari kegiatan perencanaan hingga pelaksanaan program. Sherry R Arnstein dalam tulisannya yang bertajuk A Ladder Of Citizen Participation mengelompokkan derajat partisipasi masyarakat sebagai berikut:


Baca juga : Malam Ini, Macan Kemayoran Tantang Jawara BRI Liga 1

A Ladder Of Citizen Participation (Gambar: Stephen Steinbach) 

Melalui tangga partisipasi ini kita dapat mengetahui bahwa dengan adanya Musrenbang sistem perencanaan pembangunan di Indonesia tidak lagi berada pada klasifikasi “Non Participation” . Masyarakat yang hadir dalam forum ini telah mengetahui tujuan untuk apa mereka datang sehingga dilakukan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Dalam Musrenbang komunikasi juga dilakukan secara dua arah sehingga masyarakat mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan usulan program yang dibutuhkan oleh warga setempat. Sayangnya, dalam proses Musrenbang, walaupun masyarakat mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan apa yang mereka butuhkan, namun mereka belum mendapatkan otoritas untuk benar-benar menentukan program dan kegiatan yang mereka laksanakan.

Derajat Tokenisme pada tangga partisipasi dimulai pada tangga ketiga, yaitu informing, ketika masyarakat mendapat informasi searah dari pihak pemerintah tanpa memberi kesempatan yang cukup untuk berdiskusi dan ruang yang terlalu sempit bagi proses negosiasi. Derajat Tokenisme memberi ruang diskusi terbatas melalui tangga berikutnya yaitu pada proses consultation. Pada fase ini pemerintah meminta opini masyarakat mengenai apa yang mereka kehendaki, tanpa adanya jaminan bahwa apa yang didiskusikan akan menjadi pertimbangan pemerintah. Tangga tertinggi pada Derajat Tokenisme adalah Placation yaitu bentuk partisipasi yang dimaksudkan untuk menenangkan Masyarakat sehingga tidak ada penolakan, perlawanan, atau permusuhan terhadap apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di daerah tersebut.

Baca juga : Kasau Dapat Penghargaan Kehormatan Dari Australia

Idealnya, pelibatan masyarakat ada ditingkatan Degrees Of Citizen Power, yaitu pemerintah dan masyarakat telah membangun partnership yang baik dalam merencanakan, membangun mekanisme kerja satu sama lain. Hal lainnya adalah telah terjadi pendelegasian kekuasaan kepada masyarakat dalam tingkatan tertentu dalam pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan sehingga ruang-ruang negosiasi terhadap perbedaan kehendak terbuka lebih besar daripada sebelumnya. Masyarakat juga dapat menentukan aspek manajerial pada pelaksanaan dan menciptakan tatalaksana kerja mereka sendiri dalam proses tersebut.

Dalam pelaksanaan Musrenbang sangat disayangkan peran Masyarakat belum mencapai tataran citizen power yang dapat dilihat tidak semua aspirasi Masyarakat benar-benar menjadi pertimbangan pemerintah ditingkatan desa, yang seharusnya dari sinilah kita dapat benar-benar mengetahui hal yang menjadi kebutuhan Masyarakat akar rumput. Pemerintah cenderung mendominasi pengusulan sehingga kehadiran Masyarakat seolah hanya menjadi formalitas dan ajang mengumpulkan data dukung pelaksanaan musrenbang dan ruang bagi aparatur pemerintah memberikan ceramah dan pemaparan program yang dirancang oleh internal pemerintahan. Desa juga cenderung memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap dana pembangunan pemerintah daerah, yang dialokasikan untuk program yang cenderung seragam untuk semua desa, dengan kasus kebutuhan yang berbeda. Sungguh menjadi sebuah paradoks, Ketika proses Pembangunan dilakukan bottom-up namun penentuan prioritas berlaku secara top-down.

Pelaksanaan Musrenbang dilakukan secara berjenjang, seharusnya tidak menghilangkan usulan kebutuhan dasar Masyarakat yang pada tingkatan lebih tinggi dapat dieliminasi oleh kepentingan elit dan sebagian diantaranya bersifat politis. Sudah waktunya pemerintah memberikan kepercayaan kepada Masyarakat untuk benar-benar menjadi subjek Pembangunan, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaannya, sehingga diharapkan Indonesia akan terbebas dari derajat tokenisme yang selama ini menjadi momok pembangunan.

Miranti widya ramlah Ponulele
Miranti widya ramlah Ponulele
Ketua DPD KNPI Provinsi Sulteng

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.