Dark/Light Mode

Petakan Daerah Bencana

Menteri Sofyan Perintahkan Pemda Percepat Perda RTR

Senin, 14 Januari 2019 11:26 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil. (Foto : Istimewa).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian ATR/BPN Fokus Selesaikan Rencana Tata Ruang Daerah rawan bencana mulai dipetakan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah menyusun Rencana Tata Ruang (RTR) dalam kerangka pengurangan risiko bencana.

Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengatakan, penyusunan yang akan dilakukan ATR tersebut, utamanya di daerah-daerah yang rawan bencana, dengan mempertimbangkan kondisi geologi, geografis wilayah, dan kemampuan lahan. “RTR ini nantinya akan mengatur lokasi yang aman untuk kawasan budi daya, dan lokasi-lokasi lainnya,” katanya.

Karena itu, pada 2019, Kantor agraria akan memberikan dana dekonsentrasi kepada 14 provinsi dalam rangka percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Baca juga : PDIP: Menteri Amran Berhasil Terjemahkan Keinginan Jokowi

“Memerlukan ruang dan tanah sebagai aset. Dan memanfaatkan setiap milimeter persegi ruang dan tanah di wilayah Indonesia, secara optimal untuk kebutuhan masyarakat, serta memberdayakan seluruh ruang dan tanah untuk menghadirkan nilai tambah demi meningkatkan kualitas hidup warga negara di masa mendatang,” jelasnya.

Sementara, Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompit mengakui, RDTR menjadi program yang harus segera diselesaikan, karena ini menjadi acuan pembangunan dan daerah rawan bencana. “Pembangunan harus berdasarkan tata ruang. Karena itu, kami mendorong pemerintah daerah menyelesaikan dan membuat rencana tata ruang,” ujarnya.

Saat ini, kata Harison, masih banyak daerah kabupaten/kota yang sudah membuat perda RDTR. Padahal hal itu sangat berguna saat pemerintah pusat dan daerah menentukan wilayah yang akan dijadikan pembangunan infrastruktur program nasional dan juga menentukan daerah rawan bencana.

Baca juga : Sandi: Pelaku Teror Tak Ingin Pemerintahan Bersih

ATR juga mendorong pemerintah daerah supaya membuat RDTR dan perda. “RDTR juga bisa dijadikan acuan untuk menentukan daerah redzone rawan bencana dan menentukan daerah relokasi pasca bencana,” jelasnya.

Harison menyebut, dari daerah kabupaten/kota sebanyak 1.838 yang harus memiliki RDTR, saat ini baru ada 47 (2,5%) daerah yang memiliki RDTR. Sedangkan sisanya 1.791 atau 97,5% belum memiliki. “Tata ruang menjadi PR kami yang sangat besar di 2019, dan harus segera diselesaikan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, dari bencana gempa, tsunami yang terjadi di Lombok (NTB), Palu (Sulawesi Tengah), Pandeglang (Banten) dan Lampung, pemerintah dapat belajar untuk lebih fokus dalam menangani hal-hal seputar ruang dan tanah.

Baca juga : Menteri Basuki Siap Kooperatif Tuntaskan Suap Proyek SPAM

Pasca bencana alam itu sertipikat tanah sudah tak berlaku lagi, sehingga akhirnya menimbulkan implikasi pertanahan dan kerugian besar bagi negara. Ke depan, perlu dirumuskan disinsentif yang tepat, terutama untuk lahan-lahan yang berlokasi di kawasan rawan bencana. “Penentuan lokasi relokasi bencana didasarkan pada rekomendasi aspek kebencanaan tata ruang dan ketersediaan data bidang tanah terdaftar,” jelasnya.

Sementara, dari daerah kabupaten/kota sebanyak 1.838 yang harus memiliki RDTR, saat ini baru ada 47 (2,5 persen) daerah yang memiliki RDTR. Sedangkan sisanya 1.791 atau 97,5 persen belum memiliki. “Tata ruang menjadi PR kami yanh sangat besar di tahun 2019 dan harus segera diselesaikan,” jelas Harison. [DIR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.