Dark/Light Mode

Rapid Test Dibatasi, Hanya Yang Dianggap Berisiko Bakal Dites

Minggu, 22 Maret 2020 20:30 WIB
Achmad Yurianto
Achmad Yurianto

RM.id  Rakyat Merdeka - Juru bicara penanganan virus corona alias COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan, tidak semua masyarakat dilakukan screening menggunakan alat rapid test. Hanya orang tertentu yang dianggap berisiko yang bakal dites. 

Yuri bilang, pemerintah memprioritaskan tes kepada kelompok yang berisiko saja, atau orang yang memiliki riwayat kontak dengan positif COVID-19.

“Screening test pemeriksaan secara massal pada kelompok berisiko. Contoh, manakala ada kasus positif yang dirawat di rumah sakit, kami akan melakukan penelusuran terhadap keluarganya dan seluruh keluarganya akan dilakukan screening test," kata Yuri saat konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (22/3).

Tak hanya keluarga, rekan kerja yang memiliki riwayat kontak bersama pasien positif pun akan ditelusuri. Lalu, dilakukan screening tes sama seperti pihak keluarga.

Baca juga : JK Sudah Tes Corona, Hasilnya Keluar Kamis Besok

Alat screening tes yang sudah siap per hari Minggu (22/3) sebanyak 150 ribu. Alat tersebut kini sudah sampai di Natuna, dan sedang proses menuju ke Jakarta.

“Sebanyak 150 ribu test kit sudah berada di tanah air yang kemaren dijemput dengan pesawat Hercules ke China sedang transit di Natuna, tidak berapa lama lagi akan melanjutkan perjalanan ke Jakarta," jelasnya. 

Yuri juga menjelaskan, orang yang melakukan pemeriksaan tes cepat (rapid test) dan mendapatkan hasil negatif virus corona, harus tetap melakukan pembatasan sosial dan juga mengisolasi diri dari orang yang terinfeksi virus.

“Tidak ada satupun yang memberikan garansi, kalau pemeriksaannya walaupun negatif dimaknai tidak terinfeksi," kata Yuri.

Baca juga : Menkes Dianggap Konyol...

Menurutnya, pemeriksaan rapid test yang dilakukan pada kelompok berisiko, yaitu orang-orang yang kontak dekat dengan pasien positif COVID-19, merupakan screening awal untuk mengetahui orang-orang yang berpotensi terinfeksi.

Rapid test dilakukan dengan menggunakan alat yang berbasis pada respons serologi terhadap infeksi virus.

Respons imunoglobin tubuh terhadap virus tersebut terbentuk dalam rentang waktu enam hingga tujuh hari setelah terinfeksi. "Hasilnya pasti negatif meski di dalam tubuhnya ada infeksi virus," jelas Yuri. 

Karena itu, orang yang dites negatif dengan menggunakan alat tes cepat tersebut harus melakukan uji ulang tujuh hari setelahnya. Tujuannya untuk memastikan apakah orang tersebut benar-benar negatif atau pada saat uji pertama respons serologinya belum terbentuk.

Baca juga : Indonesia Ikut Pameran Dagang Internasional Di Addis Ababa

Namun orang yang negatif COVID-19 dalam dua kali uji tes cepat akan tetap bisa terinfeksi virus bernama resmi SARS-CoV 2 apabila tidak melakukan upaya pembatasan sosial dan mengisolasi diri dari orang yang terinfeksi. 

Sedangkan untuk orang yang dilakukan tes cepat dan hasilnya positif harus dilakukan pemeriksaan ulang menggunakan tes PCR di laboratorium untuk mengonfirmasi kasus positif tersebut. [DIR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.