Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Arah Pemberdayaan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Selasa, 31 Januari 2023 10:10 WIB
Dr. Tantan Hermansah, Pengajar Sosiologi Perkotaan & Ketua Prodi Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta
Dr. Tantan Hermansah, Pengajar Sosiologi Perkotaan & Ketua Prodi Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta


Pendahuluan

Pariwisata merupakan kegiatan yang di dalamnya melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah itu sendiri. Sampai saat ini aktivitas pariwisata masih tetap diposisikan sangat strategis karena menjadi salah satu instrumen yang berpotensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Karena itu industri pariwisata selalu bergerak maju merespons setiap kesempatan dan potensi yang bisa memberikan dampak dan manfaat bagi masyarakat luas, baik pada meningkatnya kesejahteraan para penyedia jasa pariwisata itu sendiri, maupun meningkatnya kualitas layanannya. Sehingga para wisatawan bisa meningkatkan jumlah dan durasi kunjungan ke suatu destinasi wisata. 

Seiring dengan perkembangannya, maka industri pariwisata pun semakin beragam. Setidaknya ada beberapa jenis pariwisata yang ada saat ini. Pertama,  wisata alam. Umumnya wisata jenis ini hanya berkaitan kepada pelayanan dan pengelolaan kawasan semata, sebab produk wisatanya sudah tersedia, seperti bentang alam, pemandangan dan sebagainya. 

Kedua, wisata belanja. Jenis wisata ini hampir bisa dikatakan seratus persen merupakan wisata buatan, baik dari sisi ruang maupun produk-produk yang ditampilkan pada ruang tersebut. Biasanya keunggulan dari produk ini terletak pada bagaimana menyamankan para pengunjung untuk datang ke tempat tersebut, baik dari kelengkapan barang yang dijual atau pelayanan lainnya. 

Ketiga, wisata budaya. Wisata jenis ini biasanya berkaitan dengan produk-produk yang non material seperti sejarah suatu tempat atau suatu komunitas, peninggalan-peninggalan masa lalu, maupun kreasi-kreasi yang ditampilkan dan kemudian bisa memberikan pencerahan atau hiburan bagi pengunjungnya. 

Baca juga : Kendaraan Listrik, Kearifan Lokal Bertransportasi Masyarakat Asmat

Keempat, wisata kuliner. Jenis industri ini belakangan mulai sangat populer terutama ketika dunia media sosial semakin menggema dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kontemporer. Wisata kuliner adalah kegiatan mendatangi suatu destinasi untuk mencicipi atau menikmati sajian khas atau unik yang disiapkan oleh destinasi.  

Kelima, wisata olahraga. Wisata jenis ini adalah kegiatan untuk berpartisipasi maupun menjadi penonton pada suatu kegiatan olahraga. Beberapa bulan lalu misalnya dunia dihebohkan dengan peristiwa sepak bola Piala Dunia di Qatar. Peristiwa ini demikian memukau banyak orang baik sebagai partisipan maupun sebagai penonton. 

Keenam, wisata religi. Kegiatan ini merupakan kunjungan ke sebuah tempat yang telah diberikan makna oleh pengunjungnya melampaui keadaan dari tempat itu. Hal ini terjadi karena wisata religi menawarkan suatu ikatan yang melampaui batas-batas fisik, bahkan bagi beberapa kalangan merupakan bagian dari ibadah.

Wisata Berbasis Masyarakat

Dari gambaran penjelasan di atas terdapat hal yang apapun bentuk pariwisatanya, namun dua entitas ini tidak akan bisa dilepaskan.  Mereka adalah entitas pengelola destinasi dan yang lainnya entitas wisatawan atau turis itu sendiri. Kedua entitas inilah yang kemudian harus saling terkoneksi dengan baik dan tepat untuk menghasilkan produk wisata yang berkualitas dan saling memberikan manfaat dan memberdayakan.

Model-model pengembangan pariwisata yang cenderung eksklusif dan terbatas pelibatannya kepada masyarakat, akhirnya hanya menjadi industri seperti biasanya. Berbeda dengan model pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat, dampak pemberdayaan kepada para pihak yang terlibat di dalamnya akan sangat besar. Berikut ini sejumlah alasan mengapa pengembangan dan penguatan pariwisata berbasis masyarakat itu sangat memberdayakan:

Pertama, pariwisata berbasis masyarakat memberikan ruang untuk meningkatnya partisipasi dari semua elemen masyarakat. Adanya kegiatan pariwisata dengan meningkatnya partisipasi tersebut, maka dengan sendirinya pembangunan berbasis pariwisata yang menjadikan masyarakat sebagai tumpuan akan meminimalisir bahkan menghapus stigma dan pandangan lama bahwa di banyak kawasan pariwisata masyarakat lokal hanya menjadi penonton saja.

Baca juga : Pembakaran Alquran Di Swedia, Bu Retno Bersuaralah

Dengan model pariwisata berbasis masyarakat, maka peluang untuk mereka menjadi aktor utama pada dinamika dan sistem perubahan dalam kehidupan keseharian mereka menjadi lebih besar. Ada banyak contoh yang bisa kita jadikan pelajaran bahwa pariwisata yang memberdayakan itu harus berbasis masyarakat.

Di beberapa kawasan di Bali misalnya, atas nama pemeliharaan pada kultur lokal dan juga penghargaan pada ekspresi budaya setempat, maka kawasan-kawasan tersebut dikelola oleh orang setempat. Sehingga manfaat ekonomi sosial dan budaya yang dihasilkan dari aktivitas pariwisata pun langsung mengena kepada dan dirasakan langsung masyarakat.

Kedua, mengapa pariwisata berbasis masyarakat itu memberdayakan karena selain ruang partisipasinya yang lebih besar yang bisa dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat setempat, juga akan menumbuhkan kreativitas dan semangat untuk memelihara nilai-nilai setempat. Masyarakat akan diajak untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan nilai-nilai yang mereka pegang tanpa harus baku dan kaku menjaganya.

Maka dengan sendirinya mereka akan membangun dan mengembangkan ajaran yang merupakan bagian dari kehidupan dan nilai yang harus mereka genggam itu, dengan cara pandang yang bisa didialogkan. Sehingga dengan proses seperti itu akan menghasilkan kedewasaan berpikir, bertindak, dan sangat mungkin kemudian membangun tatanan nilai baru, serta menguatnya nilai-nilai keterbukaan.

Mereka akan tertuntut untuk bersikap kritis; atau sikap kritis akan tumbuh pada masyarakat lokal tersebut. Sebab tanpa sikap dan sifat yang kritis pada apa yang datang dari luar, maka masyarakat setempat bisa berpeluang hilang terlibas oleh pendatang. Jika dalam bahasa Sunda disebut sebagai “Jati kasilih ku Junti”.  Artinya pendatang menguasai beragam bidang dan orang lokal hanya menjadi penonton yang hanya tepuk tangan.

Ketiga, mengapa partisipasi dalam pariwisata berbasis masyarakat penting dijadikan tumpuan, karena benefit ekonomi yang berpeluang dihasilkan dari dinamika dan pergerakan pariwisata yang ada akan lebih terdistribusi dengan merata. Di mana tidak hanya para pemain besar atau pemilik kapital lebih yang akan mengeruk dan menimba keuntungan dari dinamika tersebut, tetapi juga orang-orang lain atau masyarakat setempat dengan kapasitasnya masing-masing.

Maka dengan sendirinya ketika distribusi kue ekonomi dari hasil dinamika pariwisata itu terjadi, hal-hal yang selama ini sering dianggap sebagai pemicu hadirnya kecemburuan sosial bisa diredam bahkan dihilangkan. Sebagai contoh model pariwisata berbasis masyarakat yang hadir di Yogyakarta akhirnya memperkuat struktur dan kultur masyarakat pariwisata Yogja itu sendiri yang adem dan damai.

Baca juga : Legislator Demokrat Pertanyakan Progres Program Desa Bersinar BNN

Selain itu, aktivitas pariwisata sekaligus meredam kecemburuan-kecemburuan sosial yang berisiko mencederai harmoni dan kedamaian yang selama ini menjadi bagian dari masyarakat Yogjakarta.

Keempat, mengapa pariwisata berbasis masyarakat penting, terutama jika diberikan kuasa. Karena dengan model pariwisata akan membangun dan juga memperkuat sikap dan perilaku dalam kehidupan masyarakat untuk menghasilkan tindakan inklusif.

Sikap dan tindakan inklusif adalah fondasi untuk menghasilkan realitas harmoni dan kehidupan yang damai yang dalam kerangka yang lebih besar. Bahkan sikap ini bisa menjadi bagian dari gerakan deradikalisasi. Karena inklusivitas adalah basis dari kesejahteraan masyarakat, yang hal ini berkaitan erat secara ekonomi, sosial, politik dan juga secara budaya.

Lawan dari inklusif adalah ekslusif. Budaya ekslusif ini jika sudah menjadi perilaku sehar-hari bisa sangat berbahaya. Sebab budaya eksklusif bukan hanya akan merongrong atau mengganggu kesejahteraan masyarakat luas, tetapi bahkan menutup peluang masyarakat untuk bisa mendapatkan dan menemukan pola pembangunan kesejahteraan.

Dengan sendirinya maka upaya-upaya strategis untuk memperkuat gerakan pemberdayaan masyarakat akan terganggu jika semangat inklusif tidak dibangun sejak awal.

Kelima, mengajarkan keragaman. Dalam sistem pariwisata, hal yang sudah merupakan naturalnya adalah terjadinya interaksi dari berbagai kalangan yang berbeda pada satu ruang destinasi dari kalangan yang beragama latar belakang kehidupan.

Ragam interaksi inilah yang kemudian jika ditransformasi dalam kehidupan sosial yang lebih besar, bisa memberikan kontribusi pada terbangunnya kesadaran bahwa kehidupan itu ditopang oleh peradaban. Jika kondisi ini bisa terus dipertahankan maka ke depan, penghargaan atas keanekaan ini bisa perekat yang kuat dalam masyarakat yang majemuk.[*]


Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.