Dark/Light Mode

Ramadan Tahun Ini Lebih Tegang

Idul Fitri di AS, Aparat Perketat Penjagaan Tempat Ibadah

Rabu, 5 Juni 2019 18:44 WIB
Warga berkumpul di masjid At Taqwa di Brooklyn, New York, Amerika Serikat (AS) untuk salat id  pada 4 Juni waktu setempat. (Foto Stephanie Keith/Getty Images)
Warga berkumpul di masjid At Taqwa di Brooklyn, New York, Amerika Serikat (AS) untuk salat id pada 4 Juni waktu setempat. (Foto Stephanie Keith/Getty Images)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bagi Muslim Amerika Serikat, penutupan Ramadan ditandai dengan pengetatan keamanan tempat-tempat ibadah. Suasana itu membuat tak nyaman, tapi apa mau dikata. Pencegahan itu lebih baik.

Dilansir Pacific Standard Magazine online, meningkatnya Islamofobia selama masa kepresidenan Donald Trump menyebabkan aparat mengambil langkah tersebut. Majalah yang bermarkas di Santa Barbara, California itu juga membahas meningkatnya kekhawatiran kejahatan rasial di AS dan luar negeri mendorong para pemimpin komunitas dan penegak hukum melakukan tindakan pencegahan.

Menjelang Ramadan tahun ini, kelompok advokasi Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) mendorong masyarakat untuk membangun hubungan dengan penegak hukum dan menjalin komunikasi dengan kelompok agama dan minoritas lain untuk membangun daftar kontak darurat jika ada ancaman terhadap keselamatan masyarakat.

"Tampaknya pembantaian Selandia Baru dan meningkatnya kekerasan kebencian telah membuat Muslim Amerika lebih waspada, terutama di pedesaan lokasi jarang warga Muslim," kata Khaled Beydoun, profesor di University of Arkansas School of Law. Dia juga penulis American Islamophobia.

"Ini telah menggerakkan beberapa imam dan pemimpin masjid untuk meminta perlindungan polisi selama Ramadan, dan juga salat Id kehadiran mereka lebih banyak," kata Beydoun.

Baca juga : Pramono Anung: Idul Fitri Adalah Sarana Menjaga Persatuan

Sejak kepresidenan Trump, CAIR melaporkan peningkatan jumlah kejahatan kebencian terkait Islamofobia dan insiden bias lainnya. Pada tahun pertama Trump, laporan insiden Islamofobia di California, melejit 82 persen.

Pada 2016, ketika kampanye presiden, sikap anti-Muslim melampaui tingkat pasca 11/9. Biro Investigasi Federal AS atau FBI mencatat ada 307 insiden. Jumlah itu turun menjadi 273 pada tahun berikutnya, tetapi tetap secara signifikan lebih tinggi daripada baru-baru ini. Pada 2013 dan 2015, masing-masing ada 135 dan 257 insiden yang dilaporkan.

Banyak yang mengamati korelasi antara fitnah Trump terhadap Muslim dan kejahatan rasial. Trump pernah dikritik karena disebut menghubungkan Ilhan Omar, seorang anggota Kongres beragama Islam dengan peristiwa teror 11 September 2001 alias 9/11. Melalui kicauan di Twitter, Trump mengunggah sebuah video yang menyandingkan video Omar dengan cuplikan gedung menara kembar World Center (WTC) di New York, salah satu target serangan teror 9/11.

"Apa yang terjadi sejak saat itu adalah orang-orang yang berani keluar dari lemari fanatik mereka dan secara terbuka fanatik," kata Eugene Fields, juru bicara CAIR Los Angeles.

Fields mengatakan, di sekitar 90 masjid di Greater Los Angeles Area, tidak ada peningkatan nyata dalam peristiwa kebencian Ramadan ini. Di seberang county, penegak melakukan patroli tambahan.

Baca juga : Pascaledakan, Bandara Adi Soemarmo Perketat Keamanan

"Kami sangat menghargai penegakan hukum setempat untuk memastikan orang dapat mempraktikkan kebebasan beragama dengan aman."

Namun, fakta bahwa masjid membutuhkan keamanan ekstra tahun ini adalah keadaan yang menyedihkan. "Keamanan ekstra di rumah-rumah ibadah adalah norma baru dan itu adalah menyedihkan pada periode kontemporer," kata Hatem Bazian, profesor studi Muslim Amerika di University of California-Berkeley.

"Serangan terhadap masjid di Selandia Baru dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya di negara lain memunculkan wacana Islamofobia dan fanatisme yang intens di masyarakat."

Bazian menggambarkan pengamanan di California Bay Area sama dengan di Southern California dan tempat lain. "Masjid-masjid di sekitar Bay Area dan nasional mengambil langkah-langkah keamanan tambahan, menyewa penjaga pribadi dan berbagi informasi dengan anggota yang menghadiri layanan serta tetap waspada," katanya.

Para pengamat sepakat, peningkatan keamanan meningkatkan kefanatikan dan kekerasan. "Tanpa ragu, Ramadhan ini lebih tegang dari biasanya bagi Muslim Amerika," kata Todd Green, profesor agama di Luther College Iowa dan penulis The Fear of Islam, sebuah buku yang menelusuri akar sejarah Islamofobia di Barat.

Baca juga : Stok dan Harga Pangan Jelang Idul Fitri Dipastikan Aman

"Dari kota Quebec ke Pittsburgh ke Christchurch, Muslim, Yahudi, dan minoritas agama lain di negara-negara Barat telah mengalami beberapa serangan besar-besaran yang mengerikan di rumah-rumah ibadah mereka selama beberapa tahun terakhir. Dapat dimengerti banyak komunitas Muslim dalam siaga tinggi. Ramadan, beberapa masjid menerapkan peningkatan langkah-langkah keamanan untuk melindungi komunitas mereka," kata Green.

"Kita juga harus menyadari bahwa situasinya tidak akan membaik bahkan ketika Ramadan akan berakhir," tambahnya.

Ketika kita melangkah ke dalam siklus pemilihan presiden berikutnya, dia berharao kampanye yang mengangkat prasangla terhadap Muslim dikurangi karena menciptakan politik antagonis. Menciptakan suasana permusuhan yang mana umat Islam lebih mudah menjadi sasaran. [MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.