Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pakar UI: Rusia Dikucilkan Dunia Buntut Serangan Rusia Ke Ukraina

Rabu, 18 Mei 2022 21:20 WIB
Pengajar di Sastra Rusia Universitas Indonesia Dr. Ahmad Fahrurodji. (Foto: Istimewa)
Pengajar di Sastra Rusia Universitas Indonesia Dr. Ahmad Fahrurodji. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Serangan Rusia ke Ukraina hingga kini terus berlangsung. Pasukan Rusia menyasar objek-objek militer di seluruh wilayah Ukraina.

Peristiwa itu menyulut kepanikan dunia. Serangan yang berlangsung sejak Kamis (24/2) pagi mendapat reaksi keras masyarakat internasional. Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi menyikapi tindakan Rusia tersebut.

Aksi Rusia itu menimbulkan pertanyaan berbagai kalangan. Kenapa Rusia melakukan serangan ke negara tetangga sebelah barat mereka itu, negara yang selama kurun waktu yang lama berada dalam satu ‘rumah’ yang sama baik di era kekaisaran maupun era Uni Soviet? Kenapa Rusia seakan mengabaikan norma-norma internasional, melakukan tindakan sepihak menyerang negara sebuah negara berdaulat?     

Baca juga : Masyarakat Jangan Euforia Berlebihan

Doktor ilmu sejarah, pemerhati Rusia dan Eropa Timur Universitas Indonesia (UI), Ahmad Fahrurodji menyebut, serangan itu karena motif geopolitik.

“Pasti ada alasan yang sangat kuat bagi pemimpin Rusia itu dalam mengambil keputusan yang mempertaruhkan masa depan Rusia akan kemungkinan Rusia terancam dikucilkan dalam masyarakat internasional dan sanksi ekonomi yang lebih keras yang ditujukan untuk mempersempit gerak Rusia dalam percaturan internasional,” kata Ahmad Fahrurodji dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/5/2022).

Menurutnya, dalam pidato resminya Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan serangan itu merupakan operasi militer khusus yang ditujukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Konsep demiliterisasi dan denazifikasi memiliki dua target berbeda, tetapi satu sama lain berkaitan. Demiliterisasi lebih memiliki motif geopolitik berkaitan dengan perluasan NATO ke Timur yang sudah sampai di pintu depan rumah Rusia.

Baca juga : 34 Rumah Warga Serang Rusak Diterjang Angin Kencang

Rusia dengan menggunakan Pasal 51 Piagam PBB menilai bahwa posisi mereka yang terancam kemudian mempunyai hak untuk melakukan serangan preemptive ke wilayah yang menjadi sumber ancaman. Hal itu berkaitan dengan penguatan militer Ukraina yang di-support negara-negara NATO yang, menurut Rusia, digunakan untuk menindas bangsa Ukraina keturunan Rusia di timur. Dukungan politik dan militer Barat membangunkan kembali kekhawatiran Rusia akan perluasan pengaruh NATO ke wilayah bekas Uni Soviet.

Sejak awal, lanjut Ahmad Fahrurodji, Rusia menilai eksistensi NATO sudah tidak relevan lagi, seiring dengan berakhirnya Perang Dingin. Rusia mengambil langkah kompromistis dengan menjalin Kemitraan Rusia-NATO, tetapi berbagai upaya akomodatif Rusia itu diabaikan.

"Terbukti dengan pemberhentian kemitraan tersebut dan penutupan perwakilan dua pihak di Brussels dan Moskow beberapa bulan lalu. Dalam pidatonya Putin mengatakan negara-negara NATO dalam rangka untuk mencapai tujuan politik mereka mendukung kelompok nasionalis ekstrem dan neo-Nazi Ukraina," tutupnya. (MRA)     

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.