Dark/Light Mode

Luncurkan Laporan Praktik HAM 2019, AS Beberkan Pelanggaran di China, Iran, Venezuela dan Kuba

Kamis, 12 Maret 2020 17:49 WIB
Michael R Pompeo (Foto: Istimewa)
Michael R Pompeo (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru saja merilis Laporan Praktik HAM di Negara-Negara Tahun 2019. Dalam laporan ini, Departemen Luar Negeri AS membeberkan pelanggaran HAM versinya yang terjadi di China, Iran, Venezuela, dan Kuba.

Peluncuran laporan ini disampaikan Menlu AS Michael R Pompeo, di Ruang Konferensi Pers, di Washington DC, Rabu (11/3). Pompeo menjelaskan, dalam 44 tahun terakhir, setiap tahun Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan laporan hak asasi manusia berbasis fakta paling komprehensif.

“Anggota tim Departemen Luar Negeri di Washington dan kedutaan besar kami di seluruh dunia bekerja sama dengan para pakar di berbagai negara untuk menyelesaikan pekerjan paling penting terkait topik penting ini. Mereka senantiasa menetapkan standar tertinggi, dan tahun ini pun tidak berbeda,” jelas Pompeo, seperti keterangan yang diterima redaksi, Kamis (12/3).

Pekerjaan tersebut, kata dia, merupakan misi yang luas dan menantang. “Tapi, hak asasi manusia adalah inti dari apa yang kita percayai sebagai rakyat Amerika, sehingga kita harus menjalankan ini dengan baik. Kepada Asisten Menteri Destro dan semua yang ikut mengerjakan laporan ini, saya ucapkan selamat. Terima kasih atas kerja kerasnya,” tambah Pompeo.

Sebagaimana yang tertuang dalam dokumen-dokumen yang menjadi dasar pendirian AS, tambah dia, tidak ada hal yang lebih fundamental bagi identitas nasional selain kepercayaan terhadap hak dan martabat setiap manusia. “Ini termaktub dalam Deklarasi Kemerdekaan kita.”

Terkait hal ini, tegasnya, semua warga Amerika mempunyai prinsip yang sama dengan orang-orang yang cinta damai di seluruh dunia. Komisi Hak Asasi Departemen Luar Negeri sedang menggali akar mendalam kepercayaan fundamental rakyat Amerika terhadap nilai-nilai ini. Pompeo mengaku menantikan untuk menerima hasil temuan mereka, sekitar perayaan 4 Juli tahun ini, yang merupakaan saat yang tepat.

Baca juga : Paskibraka 2019 Putri Pakai Celana Panjang, Ini Penjelasannya

“Kita diberkati dengan hak asasi manusia di rumah kita yang terjaga. Namun, kita semua tahu bahwa hak hidup dan kebebasan serta mengejar kebahagiaan tidak hanya milik rakyat Amerika, tapi juga semua orang di mana pun mereka berada,” tuturnya.

Dia mengklaim, laporan tersebut menyinari tempat-tempat gelap yang melanggar hak-hak. “Pagi ini saya ingin menggarisbawahi beberapa contoh pelanggaran hak asasi manusia yang ditulis di dalam laporan 2019 yang terjadi di China, Iran, Venezuela, dan Kuba,” ucapnya.

Di China, lanjutnya, Partai Komunis China menggunakan sistem pengintaian berteknologi tinggi untuk mengawasi orang-orang yang berpotensi menjadi pembangkang. China memenjarakan pengikut agama minoritas di kamp interniran, sebagai bagian dari sejarah antipati terhadap pemeluk agama tersebut.

“Seperti yang saya katakan tadi, catatan Partai Komunis China di Xinjiang merupakan ‘noda abad ini’. China mencoba menutup-nutupi aksinya dengan cara mengintimidasi para jurnalis,” lanjutnya.

Pompeo menegaskan, warga negara China yang menginkan masa depan yang lebih baik dibalas dengan kekerasan. Pada Juli, Wang Meiyu berdiri di depan kantor polisi untuk menuntut diadakan pemilihan. Polisi menangkapnya dan kurang dari tiga bulan kemudian istrinya mendapat telepon. Wang Meiyu meninggal dunia.

“Istrinya tidak pernah mendapatkan penjelasan. Justru ia diminta datang untuk mengidentifikasi jenazah yang sudah sangat memar dan rusak hingga hampir tidak bisa dikenali,” terangnya.

Baca juga : Kalahkan Ahsan dan Hendra, Marcus dan Kevin Juara

Penyiksaan semacam ini, ucap Pompeo, juga tidak asing di Iran. Pompeo mengaku, pada 19 Desember lalu, dia berbicara tentang Pouya Bakhtiari.

“Ia adalah seorang teknisi muda berusia 27 tahun, dan satu dari ratusan ribu warga Iran yang memprotes rezim di sana musim gugur lalu. Ibundanya, Nahid, berada di sana bersamanya. Pada penghujung hari, mereka tidak lagi berbaris bersampingan. Nahid memeluk jenazah putranya. Pouya ditembak di kepala oleh aparat keamanan,” terangnya.

Namun, sambungnya, mimpi buruk keluarga Pouya belum berakhir. “Sejak paparan saya tiga bulan yang lalu, rezim di Iran melarang keluarga Pouya untuk berduka mengikuti kepercayaan yang mereka anut. Ketika mereka mencoba memakamkan Pouya, keponakan, kakek-nenek, orang tua, dan anggota keluarganya yang lain ditangkap. Mereka sekarang telah dibebaskan, tapi mereka hidup dalam ketakutan sebagai tahanan rumah,” ucap Pompeo.

Pompeo ingin orang-orang Iran seperti keluarga Bakhtiari tahu bahwa Amerika mengenang mereka yang telah pergi dan berjuang untuk kemerdekaan mereka.

Laporan ini, lanjutnya, juga menjelaskan penganiayaan yang dilakukan setap hari oleh rezim tidak sah Maduro, yang dilakukan setiap hari, terhadap rakyat Venezuela. Termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penghilangan paksa, penyiksaan, dan penahanan sewenang-wenang.

“Tahun lalu, pemimpin oposisi Elwin Mendoza diseret ke pengadilan militer. Apa kesalahannya? Kesalahannya adalah memprotes, karena dia mendukung pengiriman bantuan kemanusiaan. Preman-preman Maduro memenjarakannya. Keluarga maupun dokter dilarang mengunjunginya. Satu bulan kemudian ia meninggal dunia, pada usia 34,” ucapnya.

Baca juga : Singapura Bantah Tes Saliva Pelancong di Bandara Changi

Pompeo kemudian bicara soal Kuba. Nama Jose Daniel Ferrer muncul 17 kali di dalam laporan. Jose Daniel Ferrer, kata dia, adalah satu dari ribuan tahanan politik yang, selama bertahun-tahun, diseret, dirantai, dan dipukuli oleh rezim setempat.

“Besok (Kamis, 12/3) dia akan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Kuba. Tuduhan palsu yang kita saksikan ini mengikuti pola intimidasi sewenang-wenang terhadap warga negara Kuba yang kejahatannya adalah mengkritik kebijakan yang memberatkan negara tersebut selama 61 tahun terakhir. Kita berdoa pada suatu hari rakyat Kuba, Venezuela, China, Iran, dan semua orang dapat berbicara dan berkumpul secara bebas tanpa rasa takut akan pemerintah mereka sendiri,” ucapnya.

Pompeo mengklaim, Laporan HAM 2019 menghargai nama-nama korban yang disebutkan tadi dan mereka yang membayar dengan harga tertinggi saat berjuang untuk kemerdekaan dan untuk kehormatan manusia. “Laporan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap mereka yang dihukum karena kepercayaan mereka dan mereka yang meneruskan perjuangan.”

Laporan ini, lanjutnya, juga mendorong perdamaian, akuntabilitas, dan keamanan dengan mengingatkan setiap pemerintah akan standar tinggi HAM yang harus mereka penuhi. “Laporan ini merupakan tanda keyakinan berkelanjutan Amerika terhadap orang-orang di seluruh dunia yang menantang pemerintah mereka untuk menghormati dan menjunjung hak dasar bagi setiap warga negara mereka,” tutupnya. [USU

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.