Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ganti Bus 4 Kali, Kakek 95 Tahun, Peserta Tertua Demo Anti-Rasisme Selandia Baru

Kamis, 28 Maret 2019 15:44 WIB
John Sato (tengah) dibantu berjalan. (Foto Yahoo News)
John Sato (tengah) dibantu berjalan. (Foto Yahoo News)

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan ringkih tidak menghentikan John Sato (95) memperjuangkan nilai yang dia pegang teguh. Dia menjadi pemberitaan setelah nekat ikut demo anti-rasisme di pusat kota Auckland, Minggu (24/3).

Awalnya, Sato hanya ingin mendatangi masjid Pakuranga dekat rumahnya di Howick. Tapi, kemudian dia memutuskan ingin bergabung dengan massa lain di pusat kota. Maka, berangkatlah kakek Sato menggunakan bus.

Kakek yang juga veteran Perang Dunia II ini tergerak dengan semangat kebersamaan warga Selandia Baru pasca penembakan di dua masjid Christchurch. Bagi kakek keturunan Skotlandia dan Jepang ini, untuk meninggalkan rumah dan melakukan perjalanan tidaklah mudah. Apalagi usianya sudah mendekati satu abad. Tapi dia tetap semangat.

Sehari-hari, Sato hanya menghabiskan waktu jalan-jalan di sekitar tempat tinggalnya, menyibukkan diri dengan urusan rumahan, seperti membersihkan dan menyiapkan makanan. Dia memiliki kebiasaan mendengarkan musik klasik dan opera dari salah satu siaran radio setempat.

Baca juga : Bacaan Al Quran Awali Sidang Parlemen Selandia Baru

Namun ketenangan hidupnya kemudian hancur saat mendengar kabar, pada 15 Maret lalu ketika teroris asal Australia menembaki jemaah di masjid. Sato merasa sangat sedih. Dia tak bisa tidur.

"Saya tak bisa tidur nyenyak sejak itu," katanya, kepada Radio New Zealand (RNZ).

"Saya merasa sangat sedih. Bisa merasakan penderitaan orang lain," ujarnya.

Menurut dia, setiap orang memang memiliki kesulitan dalam kehidupan masing-masing. Karena itu, kata dia, kita perlu peduli terhadap yang lain terlepas dari latar belakang etnis dan budayanya.

Baca juga : Ozil Kutuk Teroris Di Selandia Baru

Minggu pagi (24/3), dia meninggalkan rumah sekitar pukul 10.00 dengan naik bus ke Pakuranga. Sesampainya, di sana, Sato melihat banyak kembang dan kartu ucapan belasungkawa. Dia pun memutuskan pergi ke Auckland, pusat berlangsungnya aksi. Untuk sampai ke sana, dia harus ganti bus empat kali. Dia tak mengeluh.

"Naik bus lebih mudah daripada berjalan kaki. Paling tidak sepatu saya tidak rusak," ujarnya sambil tersenyum.

Sepanjang perjalanannya, Sato mengatakan mendapat banyak bantuan dari orang lain. Sebuah foto menunjukkan bagaimana Sato dituntun dua pria, salah satunya polisi, saat menuju lokasi demo. Seorang polisi memberinya air minum dan mengantarnya pulang ke rumah. Sehingga dia tak perlu lagi mengejar bus berkali-kali.

"Polisi itu mengantar saya pulang, menunggu hingga saya mencapai tangga," ujarnya.

Baca juga : Indonesia Kecam Penembakan Di Masjid Selandia Baru

Dilansir Yahoo News, dia merasa tragedi Christchurch justru mendorong timbulnya rasa kemanusiaan bagi banyak orang.

Dilansir RNZ, Sato muda direkrut menjadi tentara Selandia Baru untuk melawan Jepang. Dia merupakan salah satu dari dua warga keturunan Jepang dalam dinas militer negara saat itu.

Pengalaman perang, katanya, membuat dia menyadari betapa sia-sianya menghabiskan hidup yang pendek ini dengan segala kebencian. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.