Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengusir 10 duta besar negara sahabat yang secara terang-terangan membela aktivis hak asasi manusia (HAM) Osman Kavala.
Sebelumnya, Erdogan sudah mewanti-wanti pihak asing untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Turki. Namun, sebanyak 10 dubes mengeluarkan pernyataan menyoroti penahanan Kavala. Hal ini membuat Erdogan naik pitam.
Erdogan memerintahkan Kementerian Luar Negerinya me-persona non grata-kan Duta Besar Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Finlandia, Denmark, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia dan Swedia.
Persona non grata dapat menghapus status diplomatik dan seringkali mengakibatkan pengusiran atau penarikan pengakuan atas seorang duta besar.
Baca juga : Pemprov DKI Akan Uji Coba Pembukaan Tempat Wisata
Dikutip Channel News Asia, kemarin, Erdogan menilai, 10 utusan tersebut bersikap tidak sopan terhadap Pemerintahan Turki. Erdogan tak memberitahu kapan tepatnya para 10 duta besar tersebut resmi diusir.
“Mereka harusnya memahami dan mengerti Turki. Mereka harus segera angkat kaki,” tegas Erdogan.
Pada Senin (18/10) lalu, 10 utusan asing itu merilis pernyataan gabungan menyoroti Kavala, aktivis kelahiran Paris. AS, Jerman, Kanada, Denmark, Finlandia, hingga Swedia menyerukan supaya kasus Kavala diselesaikan secepatnya.
Kavala merupakan pengusaha, filantropis, dan aktivis yang kerap menghadapi serangkaian tuduhan. Mulai dari protes anti-Pemerintah pada 2013 hingga dugaan keterkaitan upaya kudeta militer yang gagal pada 2016. Kavala ditahan sejak 2017.
Baca juga : Pimpinan DPD Usul Presiden Kembali Jadi Mandataris MPR
Mengutip New York Times, Kavala menjadi tahanan politik yang paling terkemuka di Turki. Ia dibesarkan dan tinggal di Istanbul. Kavala berasal dari keluarga pedagang tembakau yang pindah dari Yunani ke Istanbul pada 1920-an. Kavala belajar tentang ilmu manajemen di Universitas Teknik Timur Tengah di Ankara. Ia juga mempelajari ilmu ekonomi di Universitas Manchester, Inggris.
Kavala melakukan studi untuk gelar doktornya di The New School for Social Research di New York. Namun, studinya terhenti saat ayahnya meninggal dunia pada 1982. Di usia 26, Kavala pergi ke Istanbul dan mengambil-alih perusahaan keluarganya, Kavala Group. Ia menikah dengan peneliti ilmu sosial, Ayse Bugra pada 1988.
Berbicara kepada AFP dari selnya pekan lalu, Kavala mengatakan, ia merasa dituding Erdogan bagian dari kekuatan asing yang berusaha menggoyahkan rezimnya.
Terkait kasus itu, Dewan Eropa sudah memeringatkan Turki supaya mematuhi putusan Pengadilan Eropa untuk HAM 2019 tentang pembebasan Kavala. Turki diberi tenggat waktu untuk merespons putusan tersebut saat pertemuan selanjutnya pada 30 November sampai 3 Desember nanti
Baca juga : Jangan Umbar Data Diri Dan Aktivitas Di Sosmed
Jika gagal memberikan respons positif, maka pengadilan HAM “Benua Biru” akan memproses sidang disiplin untuk Turki. [DAY]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya