Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Peraturan yang dikeluarkan oleh Kepala Negara/Kepala Pemerinthan, apapun bentuk peraturan tersebut, seyogianya tidak sering diubah, apapun alasannya.
Peraturan presiden, atau menteri, yang kerap diubah-ubah, tentu akan menjatuhkan martabat/wibawa presiden. Oleh sebab itu, sebelum peraturan presiden diterbitkan, harus diteliti dan diperiksa secermatnya. Konsistensi sangat penting bagi kebijakan seorang pemimpin.
Pendapat Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan (KSP) bahwa hal yang lumrah jika presiden menarik lembali aturan untuk direvisi, peraturan yang sudah diteken presiden, adalah salah. Bukalah textbook buku-buku ilmu politik. Pasti ada tertulis bahwa konsistensi pendapat, sikap dan keputusan seorang kepala pemerintah atau kepala negara sangat penting, antara lain untuk menjaga wibawa pimpinan pemerintah/negara.
Baca juga : Apa Kita Sungguh Tahu Arti Dialog?
Lihat misalnya, Presiden Soeharto, sekali ia meluncurkan peraturan, konsistensi dijaga mati-matian, apapun risikonya. Jarang sekali ia merevisi atau mencabut kembali/surat keputusan yang sudah diterbitkannya.
Pemerintah Jokowi termasuk sering gonta-ganti peraturan yang sudah diluncurkan. Bahkan peraturan tentang ekspor batu-bara hanya berumur 10 hari, sebelum ditarik lagi dan ekspor batu-bara kembali diizinkan.
Peraturan Menaker tentang JHT (Jaminan Hari Tua) sejak diterbitkan sudah “digempur” oleh banyak kalangan, terutama buruh, karena dinilai tidak berkeadilan. Menaker semula bersikap keras dengan alasan JHT justru demi kepentingan buruh; padahal Ketua DPR Puan Maharani pun sejak awal sudah mendesak Menaker untuk segera mencabutnya.
Baca juga : Margiono, Wartawan Yang Penuh Humor
Setelah didemo beberapa kali oleh buruh dan dikritik oleh beragam kalangan di media sosial, Presiden Jokowi akhirnya turun tangan memanggil Menaker dan memerintahkannya merevisi peraturan yang kontroversial itu, untuk menampung aspirasi buruh.
Apa sebab Presiden Jokowi dan/atau menterinya cukup sering mengubah kembali/mencabut perturan yang sudah diterbitkan? Jika kita analisis secara cermat, berikut adalah beberapa penyebabnya.
Pertama, Presiden boleh jadi mendapat masukan yang kurang tepat dari orang dekat/menterinya. Dan Presiden pun –maaf– barangkali tidak membacanya secara teliti, sebelum ditekennya. Dalam hal ini, Presiden memang membutuhkan seorang Penasehat senior --senior adviser yang profesional, berpengalaman dan non-partai politik.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.