Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menghemat Politik Identitas (22)

Mengeliminir Identitas Pribumi Dan Non-Pribumi

Selasa, 6 September 2022 06:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Gus Dur pernah mengingatkan kita dalam satu seminar terbatas agar mencermati perkembangan ekonomi bangsa yang tidak berbanding lurus antaridentitas warga bangsa. Jangan sampai perkembangan ekonomi didominasi identitas minoritas dan memarginalkan identitas mayoritas. “Itu bisa menjadi bom waktu”, katanya.

Biasanya, Gus Dur identik dengan pembela minoritas, tetapi kali ini ia mengungkapkan hal tersebut sebagai bagian dari pikirannya untuk melestarikan stabilitas dan harmonisasi bangsa. Solusi yang ditawarkan Gus Dur, semua pihak harus membuka diri untuk berasimilasi secara kultur dan politik, termasuk agama. Kelompok minoritas jangan ramai-ramai dijauhi tetapi sebaiknya dirangkul dan dengan sendirinya akan terjadi asimilasi secara alamiah.

Baca juga : Politik Identitas Jender (2)

Salah satu tantangan psikologis yang perlu segera diselesaikan bangsa ini ialah masih langgengnya identitas pribumi dan non-pribumi. Mungkin memang tidak mudah melewatinya tetapi generasi pasca-reformasi sudah mulai merasakan hal ini sebagai bukan lagi isu yang signifikan untuk dipermasalahkan. Selain upaya natural asimilasi kultural dan politik berlangsung juga perlu ada pikiran lebih progresif ke depan dari berbagai pihak. Kaum non-pri membuka diri harus membuka pintu dan atau dibukakan pintu lebih lebar untuk melakukan proses asimilasi semisal kawin-mawin antarsersama warga bangsa dan tidak ada para pihak lebih ekslusif.

Upaya seperti ini sesungguhnya sudah sedang terjadi di dalam masyarakat, bahkan ada upaya untuk melegalkan perkawinan lintas agama, walaupun hal ini amat sulit karena masih harus berhadapan dengan doktrin agama, khususnya agama dalam mazhab Syafi’ suatu mazhab yang dominan di Indonesia dan Asia Tenggara. Mazhab ini dengan tegas tidak membenarkan perkawinan lintas agama, yakni perempuan Muslimah kawin dengan laki-laki non-muslim.

Baca juga : Politik Identitas Jender

Upaya untuk mengeliminir identitas pri dan non pri ini sudah saatnya untuk difikirkan lebih serius. Jika nuansa perbedaan ini masih kental di dalam masyarakat, maka bukan saja masih merupakan potensi desintegrasi bangsa yang mengganggu tetapi juga mangakibatkan langgengnya polarisasi ekonomi masyarakat berbasis identitas.

Pelajaran penting yang bisa diperoleh dari Nabi Muhammad Saw ialah program mempersaudarakan antara warga pribumi dan pribumi. Istilah yang diganakan nabi saat itu ialah kelom­pok Anshar (penolong) atau di Indonesia lebih populer dengan istilah Pribumi dan kaum Muhajirin untuk para pendatang, pen­gungsi, atau non-pribumi. Program mempersaudarakan antara berbagai pihak disbut al-ikha’, yakni mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin dengan cara melakukan perkawinan silang. Putra kaum Muhajirin dikawinkan dengan putri kaum Anshar, demikian pula sebaliknya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.