Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menggagas Ushul Fikih Kebhinnekaan

Selasa, 30 Agustus 2022 06:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Menggagas fikih kebinnekaan, fikih nusantara, fikih berkemajuan, atau apapun namanya sulit dibayangkan tanpa terlebih dahulu kita menggagas Ushul Fikih Kebinnekaan. Fikih lebih merupakan produk dari Ushul Fikih, karena itu, gagasan Ushul Fikih Kebhinnekaan sudah merupakan suatu keniscayaan.

Tidak mungkin kita membangun sebuah sistem etika baru dengan mengubah sistem etika lama tanpa melakukan peninjauan secara komprehensif dasar-dasar pemikiran (ushuliyyah). Yang dimaksud ushuliyyah di sini tidak lain adalah kaedah-kaedah pokok yang digunakan un­tuk memproduksi sistem norma baru (al-istinbath al-hukm) di dalam masyarakat. Mungkin tidak mesti melahirkan kaedah-kaedah usul (qawa’id al-ushul) baru tetapi cukup menekankan sejumlah kaedah yang serasi dengan kondisi objektif bangsa Indonesia.

Baca juga : Tidak Boleh Menafikan Identitas Lain

Kaedah-kaedah usul penting di dalam upaya membaca perubahan sosial yang berpotensi melahirkan perubahan hukum, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah kaedah: Al-hukm yaduru ma’a illatih wujudan wa ‘adaman (Hukum mengikuti illatnya, baik mengadakan atau meniadakannya). Jika terjadi sesuatu kondisi di dalam masyarakat menuntut adanya hukum untuk mengaturnya, maka di situ diperlukan adanya hukum. Jika kondisi itu sudah hilang maka hukum yang diadakan untuk mengaturnya juga otomatis hilang.

Menurut Imam Al-Syatibi di dalam kitab Al-Muwafaqat-nya, kaedah-kaedah ushul dalam agama bersifat definitif (qath‘iyyah), bukannya hipotetis (dzanniyyah), karena dalil-dalil tersebut didasarkan kepada semangat umum (kulliyyāt) syariah yang juga bersifat qath‘iyyah. Rekayasa sosial yang bersifat kebangsaan di negeri ini perlu dicarikan legitimasi ushuliyyah agar menjadi lebih efektif di dalam pikiran dan hati warga bangsa, khususnya umat Islam. Jika pendekatannya hanya melulu pendekatan hukum positif, tanpa mendapatkan legitimasi ushuliyyah dikhawatirkan tidak atau kurang legitimed di dalam masyarakat.

Baca juga : Kebhinnekaan Adalah Rahmat

Menarik untuk diperhatikan, agenda-agenda Muktamar dan Munas NU selalu juga digunakan untuk membahas per­soalan aktual (waqi’iyyah), terutama menyangkut masalah-masalah yang sifatnya kontroversi (dharuriyyah). Hasil keputusan Muktamar dan Munas NU terhadap persoalan yang muncul menenangkan hati warganya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.